Dampak-dampak Makna Ungkapan Kedua dan Fungsinya Penutur Raja Parsinabung

4.2.4 Dampak-dampak

Bentuk bahasa dalam tuturan yang berupa mengajak di atas hanya biasa saja, tidak ada yang berbeda seperti puitis dengan gaya bahasa. Jadi, bentuknya biasa saja karena bentuk tutur orang yang memandu acara mengandung urutan tutur yang biasa terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk tuturan dalam peristiwa tutur itu sudah mapan dan orang tidak demikian mudah mengganti dan mudah mengerti urutan bentuk tutur itu. Dari segi isi, peristiwa tutur dalam bentuk dalam bentuk tuturan mengandung satu pokok pikiran, yakni menghantarkan tuturan untuk menyampaikan memberikan makanan adat yaitu tudu-tudu sipanganon Dilihat dari ungkapan di atas dapat yang bersifat ajakan diketahui bahwa reaksi dari pihak pendengar hanya berupa reaksi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh penutur. Reaksi dari pihak penutur, lawan tutur dan para keluarga penyelengara pesta tidak ada yang berbeda. Ungkapan yang berupa ajakan yang kemudian diterima untuk dilakukan. Jadi dalam hal ini maksud dari percakapan adalah menyampaikan tanda makanan adat yaitu tudu-tudu sipanganon yang sudah dipersiapkan pihak paranak untuk diserahkan kepada pihak parboru. Terbukti dari ciri-ciri situasi lainnya yang relevan yang di kemukakan oleh J. R. Firth yang dikatan terdapat benda-benda dikejadian sekitar. Dalam ungkapan ini jelas terbukti ada benda pada tempat dimana ungkapan itu berlangsung yaitu berupa tudu-tudu sipanganon yang disediakan pihak paranak kepada pihak parboru yang isinya berupa daging kerbau yang diletakkan di tempat yang sudah disediakan. Kerbau dipergunakan untuk menunjukan bahwa adat itu besar. Universitas Sumatera Utara Dilihat dari ciri-ciri situasi lainnya ini, disimpulkan bahwa ungkapan diatas merupakan tahap acara dalam pemberian makanan adat yaitu tudu-tudu sipanganon. 4.3 Makna Ungkapan Ketiga dan Fungsinya Penutur Raja Parsinabung ”Nunga hujalo hami adat muna marhite-hite Tudu-tudu ”Sudah kuterima kami adat kalian melalui petunjuk sipanganon hami pe pasahaton nami ma adat nami, makanan kami pun sampaikan kami lah adat kami, ima Ulu ni dengke sibalos na, sian panamboli, itulah kepala ikan kembali nya, dari satonga Ulu Parhambirang, Tanggalan Rungkung, setengah kepala sebelah kiri, potongan leher, dua soit. Sada rusuk ni dengke, padohot dua Pohu, dua tulang pangkali paha. Satu rusuk ikan, serta dua bagian nang ate-ate. Ulima roha ni Boru nami manjalo” pun hati. Senanglah hati anak perempuan kami menerimanya”. Raja Parsinabung ”Adat boru, sudah kami terima, bersimbolkan tudu-tudu ni sipanganon. Kami hula-hula akan membalas adat yang diberikan, dengan menyampaikan ulu ni dengke yang terdiri dari : Panamboli, setengah dari kepala atau bagian kiri, Tanggalah rungkung; dua soit; satu rusuk; terikut pohu dan hati. Harap boru senang menerimanya”. Lawan Tutur Raja Parsaut ”Ruma ijuk na margorga, na bisuk ma tutu raja i na malo Rumah ijuk yang berukiran, yang bijak lah benar raja itu pandai Mandodo roha ni boruna, hujalo hami ma ulu ni dengke Mengambil hati anak perempuannya, kuterima kami lah kepala ikan Na pinasahat ni raja i. Yang disampaikan raja itu ” Rumah ijuk, penuh dengan ukiran. Hula-hula yang penuh bijak, pandai mengajuk pikiran. Kepala ikan yang diberikan hula-hula, kami terima dengan senang hati.” Universitas Sumatera Utara

4.3.1 Pelibat