c. Secara praktis, dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang
terkait didalam penelitian dan mengukur kemampuan penulis dalam membahas dan menggali data yang berhubungan dengan
komunikasi guru dan pembentukan konsep diri siswasiswi.
I.5. Kerangka Teori
Setiap penelitian haruslah memiliki kerangka teori sebagai landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah yang ada.
Untuk itu, perlu disususn kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti
Nawawi, 2001: 39. Adapun beberapa teori yang dapat dijadikan sebagai landasan
dalam penelitian ini yakni: Teori Jendela Johari dan Teori AIDDA yang merupakan akronim dari Attention Perhatian, Interest Minat, Desire
Keinginanhasrat, Decision Keputusan, Action Tindakan.
I.5.1. Teori Jendela Johari
Pada tahun 1969, Joseph Luft memperkenalkan sebuah teori yang dikenal dengan Jendela Johari Johari Window. Teori ini menekankan jika
setiap individu bisa memahami diri sendiri maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya disaat berhubungan dengan orang lain.
Jendela Johari terdiri atas empat bidang, dimana bidang I menggambarkan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang lain
mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka. Bidang II melukiskan
bidang buta, Bidang III disebut bidang tersembunyi, dan bidang IV tidak
Universitas Sumatera Utara
dikenal Liliweri, 1991:49. Adapun hubungan dengan penelitian yang akan dibahas adalah bagaimana hubungan antara guru dengan siswai
disekolah MAN, termasuk ke dalam bidang I,II,III, atau IV.
I.5.2. Konsep Teori AIDDA
Konsep AIDDA ini adalah suatu proses psikolog pada diri komunikan. Berdasrkan formula AIDDA, komunikasi persuasive didahului
dengan upaya membangkitkan perhatian.
Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara dengan kata- kata yang merangsang tetapi juga dalam penampilan appearance ketika
menghadapi komunikan, tentu saja dalam hal ini perhatian siswasiswi. Membangkitkan perhatian tersebut bisa saja dengan mimic wajah, gerakan
tubuh atau hal lainnya yang dapat menarik perhatian siswasiswi. Apabila perhatian sudah berhasil dibangkitkan maka menyusul upaya
membangkitkan minat. Contohnya saja dengan memberikan tambahan nilai tambah ketika siswasiswi mampu mengerjakan soal tertentu sehingga
timbul minat siswasiswi untuk mengerjakan soal tersebut. Oleh karena itu, komunikator harus mengenal betul siapa komunikan yang dihadapinya.
Tahap berikutnya adalah memunculkan hasrat pada siswasiswi agar ajakan, bujukan atau rayuan komunikator guru.Di sini imbauan
emosional perlu ditampilkan komunikator sehingga pada tahap berikutnya komunikan mengambil keputusan untuk melakukan suatu kegiatan
sebagaimana diharapkan daripadanya. Effendy, 1993: 25.
Universitas Sumatera Utara
I.6. Kerangka Konsep