Imperatif Pasif Analisis Wujud Formal Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Batak Toba

3c. loppa ma kue tu pesta i da Masak T kue ke pesta itu ya ‘masaklah kue ke pesta itu ya’ Telah dijelaskan di atas, untuk membentuk imperatif aktif transitif dalam bahasa Batak Toba, verbanya harus dibuat atau disertakan dalam tuturan tanpa menggunakan awalan prefiks ma-, seperti pada contoh tuturan 2a sunsi baju i dan 2c sunsi ma baju i, Jadi, sunsi termasuk kedalam imperatif aktif. Dari contoh tersebut, dapat juga dilihat penanda kesantunan yaitu; pada tuturan 2b “ho manunsi baju i” disebut lebih santun dibandingkan tuturan 2a sunsi baju i, karena kata ho termasuk penanda kesantunan dan menunjukkan kadar imperatif yang lebih rendah serta kadar kesantunan tinggi. Tetapi, dari tuturan-turan tersebut kesantunan yang lebih tinggi ditunjukkan pada tuturan 2c Sunsi ma baju i karena tuturan tersebut disertai pertikal ma- yang berfungsi sebagai penanda kesantunan yang lebih halus dan sopan. Demikian juga, pada tuturan 3b eda mangaloppa kue tu pesta i da lebih santun dibandingkan 3a loppa kue tu pesta i, tetapi akan semakin santun, apabila tuturan tersebut disertai pertikel ma- pada tuturan 3c loppa ma kue tu pesta i da.

4.1.2 Imperatif Pasif

Wujud imperatif pasif adalah realisasi terhadap bentuk imperatif yang verbanya pasif. Bentuk tuturan pasif digunakan karena pada pemakaian imperatif pasif kadar suruhan yang dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Berikut ini dapat dilihat contoh bentuk imperatif pasif. Dituturkan seseorang kepada adiknya, ketika mereka berada di ruang tengah rumah dengan situasi tegang karena penutur sedang marah. Contoh: 27 Universitas Sumatera Utara 4a. bungkus kado on dohot hirim sahatopna bungkus kado ini dan kirim secepat ‘bungkus kado ini dan kirim secepatnya’ 4b. kado on dibungkus ma dohot hirim sahatopna Kado ini dibungkus T dan kirim secepatnya ‘kado ini dibungkuslah dan kirim secepatnya’ Tuturan di atas menunjukkan bahwa subjek imperatif cenderung definitive sudah pasti yaitu, tuturan itu langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan atau mitra tutur. Sehingga, tuturan tersebut mengandung kadar suruhan yang tinggi tetapi semakin rendah kadar kesantunannya. Tetapi, tuturan itu dapat menjadi semakin halus dan semakin tidak langsung apabila tuturan itu tidak diungkapkan dengan intonasi suruh. Selain itu, untuk mengurangi kadar kelangsungan tuturan, seperti tutur di atas, dapat ditambahkan unsur-unsur lingual lain sehingga tuturan itu semakin panjang, karena semakin panjang sebuah tuturan maka semakin tidak langsunglah maksud sebuah tuturan. Demikian sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan akan semakin langsunglah maksud tuturan itu dan semakin rendahlah kadar kesantunan. Untuk lebih memperjelas hal tersebut, perlu di perbandingkan tuturan 4a di atas dengan tuturan 5a berikut. Dituturkan seseorang kepada temannya, ketika berada di kamarnya. Tuturan tersebut dituturkan dengan pertimbangan dan halus karena si penutur merasa tidak enak memerintah temannya mitra tutur. Contoh: 5. denggan na nian bungkuson do parjolo kado on, dohot molo boi hirim ma sahatopna sebaik T bungkuskan dulu kado ini dan kalau bisa kirim PR secepatnya ‘sebaiknya bungkuskan dulu kado ini dan kalau bisa kirimlah secepatnya’ 28 Universitas Sumatera Utara Tuturan di atas sangat jelas menunjukkan bahwa tuturan 5 lebih panjang daripada tuturan 4a oleh karena itu, tuturan tersebut semakin tidak langsung menunjukkan maksud yang terdapat didalamnya dan semakin tinggi kadar kesantunannya. Penanda kesantunan imperatif tuturan tersebut adalah; hirim ma kirimlah pada tuturan denggan na nian bungkuson do parjolo kado on, dohot molo boi hirim ma sahatopna dan denggan na sebaiknya pada tuturan denggan na nian bungkuson do parjolo kado on, dohot molo boi hirim ma sahatop na yang berfungsi sebagai pemerkuat maksud dari tuturan itu yaitu; si penutur secara tidak langsung menginginkan mitra tutur agar membungkus kado dan mengirimnya. Dengan demikian, dapat dikatakan tuturan 5 santun atau lebih sopan dibandingkan tuturan 4.

4.2 Analisis Wujud Pragmatik Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Batak Toba