Konteks Situasi Landasan Teori

5. Deklarasi Declarations, bentu tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah resigning, memecat dismissing, menbaptis chistening, memberi nama naming, mengangkat appointing, mengucilkan excommicating, dan menghukum sentencing. Teori tindak tutur atau bentuk ujaran mempunyai lebih dari satu fungsi. Kebalikan dari kenyataan tersebut adalah kenyataan di dalam komunikasi yang sebenarnya bahwa satu fungsi dapat dinyatakan, dilayani atau diutarakan dalam berbagai bentuk ujaran. Contoh: A: lampu ini terang sekali. sambil menutup mata B: akan ku matikan. Tuturan tersebut diucapkan seseorang kepada temannya ketika berada di rumah mitra tutur. Ujaran “lampu ini terang sekali” tersebut berfungsi sebagai perintah, sama seperti “ matikan lampunya”. Seseorang mungkin juga menyatakan perintah dalam bentuk pernyataan kebiasaan dengan mengatakan “aku tidak bisa tidur kalau lampunya terlalu terang”.

2.2.4 Konteks Situasi

Konteks situasi merupakan interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu Chaer dan Leonie, 2004 : 47. Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronominkan sebagai S-P-E- A-K-I-N-G Hymes dalam Chaer dan Leonie, 2004 : 28. Komponen tersebut adalah : 13 Universitas Sumatera Utara 1. S setting dan scene, setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu. 2. P participants, pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan. 3. E end, merujuk pada maksud dan tujuan tuturan. 4. A act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. 5. K keys, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau. 6. I instrumentalies, mengacu pada bahasa yang digunakan. 7. N norm of interaction an interpretation, mengacu pada tingkah laku yang berkaitan dengan peristiwa tutur. 8. G genre, mengacu pada jenis penyampaian. Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepakbola pada waktu pertandingan sepakbola dalam situasi ramai anda bisa berbicara keras- keras, berbeda dengan pembicaraan di ruangan perpustakaan pada waktu banyak orang membaca, anda harus berbicara seperlahan mungkin. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dengan penerima pesan. Dua orang yang bercakap dapat berganti peran sebagai pendengar dan pembicara, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang 14 Universitas Sumatera Utara anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtuanya atau gurunya, bila dibandingkan berbicara terhadap teman-temannya. Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruangan pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Namun, para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Keys, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek dan sebagainya. Hal ini juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat. Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Bentuk ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register. Norm or interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya. Berdasarkan keterangan diatas, peneliti dapat melihat kompleksnya suatu peristiwa tuturan yang telah terlihat, atau dialami sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

2.3 Tinjauan Pustaka