Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Mengijinkan Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Larangan

Tampak jelas pemakaian penanda kesantunan buat dan pertikel –ma pada tuturan Robet, buat ma boras i sakaleng nai da Yang berfungsi sebagai pemerkuat penanda kesantunan sekaligus pemerhalus tuturan tersebut sehingga kadar kesantunan itu lebih tinggi. Sementara penanda kesantunan boi dapat dilihat pada tuturan Rina, nungga boi ho mangallang bubur i yang berfungsi sebagai penanda imperatif izin. Di dalam BBT juga terdapat kontruksi berupa wujud pragmatik permintaan izin nonimperatif, seperti pada contoh berikut. Tuturan berikut dituturkan seseorang kepada bibinya, ketika mereka bertemu ditengah jalan. Secara tidak langsung si penutur meminta izin kepada bibinya supaya si penutur bisa datang untuk mengantarkan tunjangan orangtua si penutur. Contoh : 34. namboru, molo boi ro do au anon sore tu jabu manaruhon tumpak ni uma da bibi, kalau boleh datang aku nanti sore ke rumah mengantar tunjangan mama yah Tuturan tersebut dapat disebut sebagai kalimat delekratif namun bagi sebagian orang termasuk mitra tutur menanggapinya sebagai imperatif. Tuturan tersebut tidak menunjukkan penada kesantunan permintaan izin namun tuturan itu mengadung makna imperatif. Jadi, melalui situasi konteks tuturlah dapat mengetahui maksud atau makna yang terdapat pada tuturan itu.

4.2.11 Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Mengijinkan

Imperatif yang bermakna mengizinkan, pada BBT ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan loas dan biasanya disertai perikel ma-. Tuturan di bawah berikut ini, diungkapkan mertua kepada menantunya, ketika cucunya bingung memilih tujuannya untuk merantau. Contoh : 47 Universitas Sumatera Utara 35. loas ma ibana marjalang tu Jakarta izinkan T dia merantau ke Jakarta ‘izinkanlah dia merantau ke Jakarta’ Tuturan di atas ditandai dengan penanda kesantunan loas dan pertikal –ma pada tuturan 35 loas ma ibana marjalang tu Jakarta yang berfungsi sebagai penekan makna pragmatik imperatif pemberian izin. Secara pragmatik, imperatif dengan maksud atau makna pragmatik mengizinkan dapat ditemukan dalam komunikasi sehari-hari dan biasanya diwujudkan di dalam tuturan nonimperatif. Seperti pada contoh berikut ini. Bunyi tuturan pemberitahuan kepada para pelamar kerja di kantor bupati. Tuturan itu secara tidak langsung mengizinkan para pelamar kerja melalui jalan khusus. Contoh : 36. dalan masuk khusus pelamar karejo kantor bupati ‘jalan masuk khusus pelamar kerja kantor bupati’ Bunyi tuturan tersebut dapat ditafsirkan sebagai kalimat berita atau pemberitahuan, namun bagi para pelamarkan kerja, tuturan itu termasuk imperatif yang bermakna pemberian izin. Hal tersebut dapat didukung dengan situasi konteks yang melatarbelakangi tuturan tersebut.

4.2.12 Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Larangan

Imperatif dengan makna larangan BBT, biasanya ditandai dengan kata tongka, unang, so tung, dan na so jadi sama-sama menyatakan makna larangan. Tetapi keempat penanda kesantunan tersebut memiliki perbedaan makna berdasarkan tingkat larangan tersebut. Penanda unang lebih keras daripada tongka, penada sotung lebih keras daripada unang, dan naso jadi 48 Universitas Sumatera Utara lebih keras daripada so tung. Peritah larangan yang menggunakan tongka merupakan larangan yang didasarkan pada etika budaya Batak Toba. Apabila seseorang melanggar perintah larangan yang menggunakan tongka, dia dianggap orang yang tidak sopan. Imperatif dengan menggunakan tongka lebih cenderung pada ajaran etika; imperatif larangan dengan menggunakan unang merupakan saran dari penutur, yang mungkin tidak begitu berakibat jelek jika dilanggar; imperatif larangan dengan menggunakan na so jadi merupakan keharusan yang tidak boleh dilanggar. Penanda tongka dan penanda na so jadi, hampir mirip tetapi penanda na so jadi lebih didasarkan pada aturan umum sedangkan imperatif dengan penanda unang dan so tung lebih didasarkan pada keinginan penutur. Jadi urutan penanda larangan pada masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut. tongka → unang → so tung → na so jadi. Untuk memperjelas hal tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini. Tuturan 37 disampaikan seorang ibu kepada anaknya, ketika duduk santai di depan rumah. Contoh : 37a. tongka luluan jea tu dirim sandiri Jangan mencari petaka untuk dirimu-sendiri 37b. Unang luluan jea tu dirim sandiri Jangan mencari petaka untuk dirimu-sendiri 37c. na so jadi luluan jea tu dirim sandiri Jangan mencari petaka untuk dirimu-sendiri 37d. na so jadi luluan jea tu dirim sandiri Jangan mencari petaka untuk dirimu-sendiri Di dalam tuturan-tuturan di atas tampak jelas bahwa setiap tuturan tersebut sama-sama- sama menyatakan imperatif yang bermakna larangan. Namun dari tuturan-tuturan tersebut dapat 49 Universitas Sumatera Utara dilihat perbedaan tingkat larangan sekaligus tingkatan kesantunan yang terkandung didalam setiap tuturan itu. Tuturan 37a tongka luluan jea tu dirim sandiri dikatakan lebih santun daripada tuturan 37b Unang luluan jea tu dirim sandiri dan tuturan 37d na so jadi luluan jea tu dirim sandiri lebih santun daripada tuturan 37c na so jadi luluan jea tu dirim sandiri. Dikatakan demikian, karena perbedaan makna berdasarkan tingkatan larangan seperti yang dijelaskan di atas. Penanda tongka pada tuturan 37a memiliki kadar kesantunan yang lebih tinggi dan kadar imperatifnya lebih tinggi dibandingkan penanda unang pada tuturan 37b karena penanda unang lebih keras dan hanya merupakan sebuah saran larangan dari penutur, maka kesantunannya lebih rendah dan kadar imperatifnya rendah. Demikian juga dengan penanda na so jadi pada tuturan 37d lebih santun atau lebih sopan daripada penanda So tung pada tuturan 37c karena penanda na so jadi memiliki tingkat kesantunan yang lebih tinggi yaitu aturan umum dan kadar imperatifnya rendah sedangkan penanda So tung lebih mengacu pada saran si penutur dan lebih keras, maka kadar kesantunannya rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan imperatif larangan di dalam BBT memiliki perbedaan makna berdasarkan tingkat larangan. Penanda tongka dan na so jadi mempunyai tingkat larangan yang lebih tinggi dan kadar kesantunan yang lebih tinggi pula, daripada unang dan so tung mempunyai tingkat larangan yang lebih rendah dan kadar kesantunan yang lebih rendah pula karena kedua penanda tersebut lebih didasarkan saran penutur. Selain wujud tuturan imperatif dalam BBT, juga dapat ditemukan wujud tuturan nonimperatif. Seperti pada contoh berikut ini. Tuturan tersebut berupa peringatan yang tertulis bagi orang yang tidak bersangkutan dengan pemilik ladang. Contoh : 38. masuk tu bagas porlak on berarti panakko 50 Universitas Sumatera Utara masuk ke dalam ladang ini berarti pencuri Tuturan tersebut dapat dikatakan kalimat berita deklaratif, namun bagi sebagian orang, tuturan tersebut dapat mengadung maksud imperatif yang menyatakan larangan.

4.2.13 Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Harapan