Latar Belakang dan Masalah .1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola–Mandailing. Tiap–tiap suku mempunyai bahasanya masing-masing seperti bahasa Toba, bahasa Karo, bahasa Simalungun, bahasa Dairi, dan bahasa Mandailing. Masyarakat Batak Toba mendiami daerah pinggiran Danau Toba, Pulau Samosir, daratan tinggi Toba, Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga, pegunungan Pahae, Humbang Hasundutan dan Habinsaran. Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari masyarakat Batak Toba menggunakan logat Batak Toba Koetjaraningrat, 1980:95. Bahasa Batak Toba cukup dikenal dengan ciri-ciri intonasi bahasa Batak yang keras dan tegas, sehingga mempunyai keunikan tersendiri di antara bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia. Pembinaan dan perkembangan bahasa-bahasa daerah sangat penting karena disamping sebagai pemerkaya kebudayaan nasional, nilai-nilai kebudayaan tradisional juga diungkapkan di dalam bahasa-bahasa daerah. Konsep kebudayaan tradisional hanya dapat dimengerti melalui ungkapan bahasa daerah masyarakatnya Sibarani, 2003:1. Oleh karena itu, bahasa daerah harus tetap dipelihara, dibina agar tetap berkembang. Humbang Hasundutan adalah daerah pemakai bahasa Batak Toba yang baru dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara, pada tanggal 28 Juli 2003 sesuai dengan UU No.9 tahun 2003. Yang terletak ditengah wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah : 2.335, 33 1 Universitas Sumatera Utara Km² terdiri dari 10 kecamatan, 1 kelurahan dan 117 desa. Jumlah penduduknya adalah 155.222 Jiwa. Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 330-2075 meter di atas permukaan laut, dengan perincian : 1. Datar = 260,95 Km² 0 sd 2 2. Landai = 459,60 Km² 2 sd 15 3. Miring = 993,68 Km² 15 sd 40 4. Terjal = 621,10 Km² 40 sd 44 Bahasa Batak Toba untuk selanjutnya disingkat dengan BBT merupakan bahasa yang paling dominan digunakan masyarakat yang tinggal di daerah Humbang Hasundutan selain pemakaian bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia, bahasa Pakpak, bahasa Simalungun, bahasa Nias, bahasa Jawa dan bahasa Mandailing. Hal ini terjadi karena keanekaragaman penduduk yang terdiri dari beberapa suku di antaranya adalah Batak Toba, Pakpak, Simalungun, Nias, Jawa, dan Mandailing yang menyebar hampir diseluruh kecamatan. Humbang Hasundutan dipilih sebagai objek penelitian karena daerah tersebut merupakan masyarakat tutur, yaitu masyarakat yang menghormati interaksi antara penutur dengan mitra tutur yang dilandasi norma-norma adat-istiadat masyarakatnya. Dalam hal ini, kesantunan berbahasa khususnya pemakaian kalimat imperatif. Dalam berkomunikasi, norma-norma itu tampak dari perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Perilaku verbal dalam fungsi imperatif adalah cara yang dilakukan oleh penutur mengungkapkan perintah, keharusan, atau larangan sesuatu kepada mitra tutur, sedangkan perilaku nonverbalnya adalah gerak-gerik fisik penutur saat mengungkapkan perintah. Humbang Hasundutan menjaga sopan santun yang dapat ditunjukkan dalam bentuk tindakan dan bentuk tuturan. Sopan santun dalam bentuk tuturan atau 2 Universitas Sumatera Utara kesantunan berbahasa setidaknya bukan semata-mata untuk memotivasi penutur untuk berbicara, melainkan faktor penjaga agar percakapan berlangsung dengan lancar, menyenangkan, dan tidak sia-sia. Leech 1993:38 menyatakan bahwa manusia pada umumnya lebih senang menungkapkan pendapat-pendapat yang sopan daripada yang tidak sopan. Masyarakat Humbang Hasundutan menjaga kerukunan dan saling menghormati dengan bersikap damai dengan sesama. Kesantunan adalah aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan biasanya disebut dengan “tatakrama” Sibarani, 2004:170. Di dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan yaitu; tolong, coba, silahkan, biarlah, hendaklah, ayo yo, harap, anda, saudara sekalian, saudara, harus, mari, boleh, jangan, semoga, sebaiknya dan lain-lain. Kesantunan berbahasa dalam mengungkapkan kalimat imperatif terpusat pada mitra tutur, yaitu orang yang mendapat perintah; sehingga kesantunan pada masyarakat Batak Toba dapat juga dilihat berdasarkan pemakaian tuturan. Oleh karena itu, masyarakat Batak Toba memiliki kesantunan dalam bertutur antaralain: 1. Bapa adalah sapaan untuk orang tua laki-laki. 2. Uma adalah sapaan untuk orang tua perempuan. 3. Ompung adalah sapaan untuk orang tua dari bapa dan ibu. 4. Tulang adalah sapaan untuk saudara laki-laki dari ibu berada pada pihak tondong. 5. Nantulang adalah sapaan untuk istri tulang. 6. Amangboru adalah sapaan untuk suami saudara perempuan dari ayahbapak. 3 Universitas Sumatera Utara 7. Namboru adalah sapaan untuk saudara perempuan dari ayahbapak atau istri dari amangboru. 8. Eda adalah sapaan untuk isteri saudaranya laki-laki dan saudara perempuan suaminya, saudara sepupu perempuan, sapaan kekerabatan antara sesama perempuan yang beripar. 9. Lae adalah sapaan untuk saudara laki-laki dari istri, suami saudara perempuan, anak laki- laki dari tulang, anak laki-laki amangboru. 10. Raja adalah panggilan kepada orang yang kedudukannya lebih tinggi dalam adat untuk sopan santun. 11. Ho adalah panggilan kepada orang yang lebih mudah dan sebaya. 12. Ampara adalah panggilan kepada orang sebaya dan teman semarga. Brown dan Levinson dalam Sibarani 2004:179 menjelaskan kesantunan berbahasa berkisar atas nosi muka face. Semua orang yang rasional memiliki muka dalam arti kiasan dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dihormati, dan sebagainya. Bahwa ada ungkapan- ungkapan seperti kehilangan muka, menyembunyikan muka, menyelamatkan muka, mukanya jatuh. Hal ini mendukung konsepsi Brown dan Levinson tentang muka tersebut, yang terdiri atas muka positif dan muka negatif. Muka positif mengacu ke citra diri setiap orang yang rasional, yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau yang dimilikinya itu diakui orang lain sebagai sesuatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, dan seterusnya. Demikian sebaliknya, muka negatif mengacu kecitra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar ia dihargai orang dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindakannya dan membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Namun dalam 4 Universitas Sumatera Utara penelitian ini, peneliti tidak menggunakan teori Brown dan Levinson tetapi menggunakan teori Fraser dalam menjelaskan kesantunan imperatif dalam BBT. Fraser dalam Kaswanti 1994:88 mendefenisikan kesantunan berbahasa adalah sikap yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya. Maksud dari pendapat Fraser tersebut yaitu pertama, kesantunan itu adalah bagian dari ujaran; jadi bukan hanya ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu ujaran. Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si penutur, tetapi bagi si pendengar ujaran itu ternyata tidak santun, dan demikian pula sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi. Artinya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak diukur berdasarkan 1 apakah si penutur tidak melampaui haknya kepada lawan bicaranya dan 2 apakah si penutur memenuhi kewajibannya kepada lawan bicaranya itu. Tutur sapaan merupakan sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa Kridalaksana, 2008:14. Kalimat dalam bahasa Indonesia memiliki kedudukan penting, sebagai rentetan kata-kata yang mempunyai arti dan maksud tertentu. Jenis kalimat berdasarkan fungsinya meliputi kalimat deklaratif atau kalimat berita, introgratif atau kalimat tanya, dan kalimat imperatif atau kalimat perintah. Ramlan dalam Rahardi, 2005:2 menyatakan kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian, seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kalimat tanya berfungsi menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat perintah mengharapkan tanggapan berupa tindakan tertentu dari orang yang diajak berbicara. 5 Universitas Sumatera Utara Rahardi 2005:71 mengungkapkan kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan banyak variasinya. Penelitian BBT sudah banyak dilakukan oleh sarjana asing atau ahli bahasa asing maupun ahli bahasa dalam negeri. Namun, dari penelitian tersebut belum ada yang meneliti bagaimana kesantunan imperatif dalam bahasa Batak Toba. Jadi peneliti tertarik meneliti bagaimana kesantunan imperatif dalam bahasa Batak Toba. Selain itu, peneliti sendiri beretnis Batak Toba, sehingga penulis sebagai sumber data dengan sadar dan aktif memanfaatkan kemampuannya sebagai informan. Menurut Sudaryanto dalam Mahsun 2005:75 bahwa penelitian yang baik adalah peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya.

1.1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka pokok masalah yang akan dibicarakan adalah: 1. Bagaimanakah wujud formal kesantunan imperatif dalam bahasa Batak Toba? 2. Bagaimanakah wujud pragmatik kesantunan imperatif dalam bahasa Batak Toba? 6 Universitas Sumatera Utara

1.2 Batasan Masalah