Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Suruhan

Tuturan berikut disampaikan seorang isteri kepada suaminya, ketika mereka berada di dalam rumah sedang duduk santai sambil menunggu kedatangan ibu dari isteri. Contoh : 8. Isteri : pak ucok nga sahat halak uma di loket ate Pak bayi laki-laki, sudah sampe orang mama di stasiun ya ‘pak sudah sampe orang mama di stasiun ya’ Suami : olo… Yah… Tuturan di atas dapat ditafsirkan mengandung beberapa macam-macam kemungkinan makna. Secara linguistik, di dalam BBT tuturan tersebut dapat ditafsirkan sebagai kalimat deklaratif berita kepada mitra tutur. Namun, bagi sebagian orang yang lain tuturan tersebut dapat ditafsirkan sebagai sebuah perintah walaupun tidak secara langsung di dalamnya terkandung makna imperatif. Si suami mitra tutur menanggapi tuturan si penutur sebagai perintah supaya cepat menjemput mertuanya ke stasiun. Dengan demikian, jelas bahwa terdapat tuturan di sekitar masyarakat Batak Toba yang sebenarnya mengandung makna pragmatik imperatif namun wujud konstruksinya bukan tuturan imperatif. Hanya konteks situasi tuturlah yang dapat menentukan kapan sebuah tuturan akan ditafsirkan sebagai kalimat imperatif perintah dan kapan pula sebuah tuturan akan dapat ditafsirkan dengan makna pragmatik yang lainnya.

4.2.2 Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Suruhan

Secara struktural, imperatif yang bermakna suruhan dapat ditandai oleh pemakaian penanda kesantunan soba seperti yang terdapat pada contoh berikut. Tuturan berikut ini 33 Universitas Sumatera Utara dituturkan seorang ayah kepada anaknya, supaya anaknya mencoba mesin mobil. Karena si ayah baru membeli mesin mobil yang baru. Contoh: 9. soba tes masin motor i coba tes mesin mobil itu 10. hu suru ho asa mansoba masin motor i aku suruh kamu untuk mencoba mesin mobil itu Tuturan 9 soba tes mesin motor i dapat diparafrasakan menjadi tuturan 10 hu suru ho amang lao mansoba masin motor i, untuk mengetahui secara pasti apakah benar tutur tersebut merupakan imperatif dengan makna suruhan. Selain itu, tuturan 10 lebih santun dibandingkan tuturan 9, karena pada tuturan 10 terdapat penanda kesantunan soba dan amang yang berfungsi sebagai pemerhalus tuturan dan menunjukkan keakrab- an bagi penutur dan mitra tutur sedangkan tuturan 9 menunjukkan tuturan yang bermakna paksaan sehingga tuturan tersebut memiliki kadar kesantunan rendah. Pada kegiatan bertutur sesungguhnya, makna pragmatik suruhan itu tidak selalu diungkapkan dengan konstruksi imperatif seperti di atas. Seperti yang terdapat pada wujud- wujud imperatif lain, makna imperatif suruhan dapat diungkapkan dengan bentuk tuturan deklaratif pernyataan ringkas dan jelas dan tuturan interogatif menunjukkan pertanyaan. Seperti pada contoh berikut ini. Tuturan tersebut antara paman dan keponakannya, ketika si tulang berkunjung ke kampung keponakannya yang berada di desa. Contoh : 11. Tulang : ehe, lam leleng tamba ngali do huta muna on bah? aduh, semakin lama makin dingin kampung kalian ini yah? 34 Universitas Sumatera Utara Bere : olo tulang, hu bahen pe kopi asa las tulang ya tulang, ku buat pun kopi supaya hangat tulang Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa tuturan 11 menyatakan maksud bertanya ditandai pertikal bah- yang terletak dibelakang kalimat dan di dalam kalimat interogatif BBT dapat berfungsi sebagai pemerhalus tuturan. Dengan kata lain, partikel bah- dapat dianggap sebagai salah satu penanda kesantunan. Namun , mitra tutur menanggapinya sebagai sebuah perintah yang bermakna suruhan, agar mitra tutur melakukan sesuatu kepada si penutur untuk menghangatkan badanya. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat imperatif suruhan dapat dibentuk dengan dua cara yaitu dengan cara konstruksi imperatif ditandai penanda kesantunan soba dan pemakaian tutur sapa tulang, dan dapat dibentuk dengan tuturan interogatif seperti “ehe, lam leleng tamba ngali do huta muna on bah?” yang ditandai pertikal bah- sebagai penanda kesantunan.

4.2.3 Tuturan Bermakna Pragmatik Imperatif Permintaan