1.5.1 Studi Pustaka
Sebelum mengerjakan tulisan ini, penulis terlebih dahulu mencari data-data yang berkaitan dengan judul atau topik yang akan ditulis dan mempelajari literatur-
literatur yang berkaitan dengan objek pembahasan. Studi ini diperlukan untuk mendapatkan teori, konsep dan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan atau
perbandingan dalam tulisan. Sumber bacaan dapat diperoleh dengan membaca skripsi yang pernah
membahas tentang kebudayaan Angkola dan juga tentang nyanyian onang-onang. Selain itu penulis juga mencari bacaan lain yang mendukung tulisan ini dengan
mencari buku-buku yang relevan, dan mencari informasi dari situs internet. Dalam mencari data melalui literatur penulis masih mengalami kesulitan karena buku yang
tersedia tentang onang-onang masih terbatas, namun penulis berusaha untuk mendapatkannya melalui wawancara kepada informan.
1.5.2 Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi objek dalam tulisan ini adalah kelurahan Bunga Bondar. Alasan penulis dalam menentukan daerah ini adalah karena daerah ini masih belum
mendapatkan perubahan dalam pesta perkawinan dan masih memegang teguh adat Angkola. Selain itu Bunga Bondar adalah salah satu daerah dimana terdapat banyak
keturunan raja. Sementara grup yang memainkan gondang adalah grup “Gondang Saraban” dari daerah Bunga Bondar sendiri.
1.5.3 Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang mendukung tentang kasus dalam peneltian ini, penulis melakukan pengumpulan data-data dengan melalui wawancara, observasi,
rekaman audio visualvideo, kamera, dan menganalisis semua data yang diperoleh.
1.5.3.1 Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terfokus focused interview yaitu terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu
terpusat pada satu pokok Koenjtaraningrat 1976:175. Selain itu penulis juga mengadakan wawancara bebas free interview yaitu dengan bertanya tidak hanya
berpusat pada suatu pokok permsalahan namun tidak beralih dari suatu hal ke hal lain. Sebagai informan pokok penulis menetapkan bapak Mangaraja Tunggal sebagai
penatua adat dan termasuk salah satu raja dan kepada bapak Mangaraja Endar sebagai paronang-onang. Dan informan lain yang berasal dari beberapa pemain musik dan
penatua adat yang lainnya.
1.5.3.2 Observasi
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis melakukan studi lapangan dengan cara observasi langsung dan penulis berusaha dapat mengamati dan
mengikuti bagaimana persiapan dan pelaksaan upacara ketika berlangsung. Untuk membantu data yang masih kurang di lapangan, maka penulis mencari
data tersebut dari alat audio visual, yaitu video yang berisi tentang perkawinan Angkola-Sipirok.
1.5.3.3 Rekaman
Untuk merekam hasil wawancara pada upacara adat perkawinan, penulis menggunakan microcassette recorder merk Panasonic RN-202, sementara dalam
merekam suara paronang-onang dan pemain gondang penulis menggunakan tape recorder merk sony TP-S350 dengan kaset Maxell UE-60, dan dalam merekam
berjalannya upacara perkawinan dan memotret penulis menggunakan digital video camera merk Spectra vertex Dx1. Semua gambar berupa foto dan video merupakan
dokumentasi penulis.
1.5.4 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium semua data akan dianalisis untuk mengoreksi data- data sehingga dapat ditulis dengan baik oleh penulis. Data-data yang didapatkan akan
didengar secara berulang-ulang untuk mendapatkan tekstual secara benar dan mengetahui lebih tepat setiap kata demi kata yang dinyanyikan oleh paronang-onang,
kemudian dicatat dan diklasifikasikan. Setelah dicatat, penulis meminta bantuan kepada informan untuk menyampaikan terjemahan dan menganalisis bagaimana makna
tekstual pada onang-onang.
BAB II IDENTIFIKASI LOKASI PENELITIAN
2.1 Sejarah Terbentuknya Kampung Desa
Siregar 1977:111 menuliskan bahwa daerah Sipirok dahulu terdiri dari kesatuan tiga daerah yaitu Sipirok, Baringin-Bunga Bondar dan Parau Sorat yang
akhirnya menjadi suatu kecamatan dengan ibukota kecamatan Sipirok. Ketiga daerah tersebut merupakan daerah yang terdiri dari wilayah perkebunan dan sawah. Menurut
sejarah atau keterangan-keterangan dari orang-orang tua, kalau hendak mendirikan suatu huta kampung pada waktu dahulu ialah dengan berangkatnya suatu kelompok
yang terdiri dari tiga unsur yang dikenal pada orang Batak Angkola-Sipirok ialah: 1.
Suhut Marhamaranggi 2.
Anakboru, yaitu pihak pemberian boru 3.
Mora, yaitu pihak pengambilan boru Sesampainya mereka ke tempat yang dituju untuk mendirikan kampung
tersebut, mereka menanam tiga macam tanaman yang merupakan lambang suatu huta atau desa. Adapun tanaman yang dimaksud ialah:
1. Pohon Beringin, yang dalam Bahasa Daerah disebut namanya haruaya tambang baringin.
2. Pohon Bambu, yang disebut dalam Bahasa Daerahnya bulu hait madungdung. 3.
Sirih, yang disebut burangir na naharpean na marjungjungkon hayu jalakan.