penyebarannya dan seberapa besar pengaruh berita-berita headline mempengaruhi opini  publik    ditindak  lanjuti  pemberitaannya  oleh  media  massa  lain  tv,  radio,
koran, online dan pihak-pihak pemegang kebijakan.
Kedua,  Ekstrinsik  commodification  komodifikasi  ekstrinsik  atau komodifikasi  khalayak  yakni  proses  modifikasi  peran  media  massa  oleh
perusahaan  media  dan  pengiklan  dari  fungsi  awal  sebagai  konsumen  media kepada  konsumen  produk  yang  bukan  media  di  mana  perusahaan  media
memproduksi  kahlayak  dan  kemudian  menyerahkannya  pada  pengiklan.  Jadi komodifikasi  ekstrinsik  adalah  khalayak  atau  pembaca  yang  bisa  menjadi  nilai
jual.  Kaitannya  dengan  berita  satu  tahun  pesmerintahan  SBY  -  Budiono  adalah dengan proses komodifikasi isi seperti yang diatas dan akhirnya menyajikan berita
yang  menarik  perhatian  publik  seperti  momen  satu  tahun  pemerintahan  SBY  - Budiono,  tentu  Media  Indonesia  mendapatkan  keuntungan  dengan  jumlah
pembaca yang banyak. Dengan jumlah pembaca dan wilayah sebaran koran  yang berskala nasional, tentu dapat menjadi nilai jual kepada pengiklan karena dengan
jumlah  tersebut  tentu  pengiklan  tidak  akan  ragu  mengeluarkan  dana  untuk memasang iklan di Media Indonesia.
Ketiga, Cybernetic commodification komodifikasi cibernetik yakni yakni proses mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua, yaitu:
a.  Komodifikasi  intrinsik  adalah  khalayak  sebagai  media  yang  berpusat pada  pelayanan  jasa  rating  khalayak.  Media  cetak  bukan  dari  rating
khalayak  namun  dari  banyaknya  oplah  karena  banyak  segmen  pada
cetak  diukur  dengan  oplah  dan  luas  wilayah  koran  Media  Indonesia. Kaitannya  dengan  berita  satu  tahun  pemerintahan  SBY  -  Budiono
yakni pada momen tersebut tentu menyedot perhatian publik sehingga Media  Indonesia  mendapatkan  keuntungan  dengan  oplah  perhari  dan
sebaran  luas wilayah koran Media  Indonesia  yang berskala Nasional Karena  nilai  keuntungan  koran  ditentukan  dari  oplah  perhari,  luas
penyebarannya  dan  seberapa  besar  pengaruh  berita-berita  headline mempengaruhi  opini  publik    ditindak  lanjuti  pemberitaannya  oleh
media massa lain tv, radio, koran, online dan pihak-pihak pemegang kebijakan.
b.  Komodifikasi  ekstensif adalah proses komodifikasi  yang menjangkau seluruh  kelembagaan  pendidikan,  informasi  pemerintah,  media,  dan
budaya  yang  menjadi  motif  atau  pendorong  sehingga  tidak  semua orang  dapat  mengakses.  Jadi  komodifikasi  ekstensif  adalah  sama
dengan komodifikasi pekerja namun yang berasal dari luar. Jadi dalam hal  ini,  SBY  dan  Budino  lah  yang  menjadi  alat  untuk  menjadi  nilai
jual  dalam  pemberitaan  ini  karena  sosok  SBY  merupakan  presiden dan  selama  satu  tahun  ini  banyak  kasus-kasus  yang  bermunculan
seperti  kasus  century  yang  menyedot  perhatian  publik  sehingga mendorong  media  baik  media  cetak  maupun  elektronik  untuk
menjadikan  berita  satu  tahun  pemerintahan  SBY  Budiono  menjadi headline.
B. Bahasa Jurnalistik dan Bentuk Pesan Dakwah Terhadap pemerintahan
SBY
Seperti  diketahui,  bahasa  jurnalistik    dapat  dibedakan  berdasarkan bentuknya  yaitu  bahasa  jurnalistik  surat  kabar,  bahasa  jurnalistik  tabloid,  bahasa
jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio  siaran, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa  jurnalistik  media  on  line  internet.  Dalam  penelitian  ini  menggunakan
Bahasa  jurnalistik  surat  kabar.  Seperti  diketahui,  karakteristik  bahasa  jurnalistik ada 17 yang telah dijelaskan di BAB sebelumnya.
Pada  penelitian  ini,  membahas  tentang  pemberitaan  satu  tahun pemerintahan  SBY  Budiono  di  Harian  Media  Indonesia.  Seperti  yang  telah  di
analaisis di atas, terdapat bahasa – bahasa yang digunakan oleh Media Indonesia
yang melenceng berdasarkan karakteristik bahasa Jurnalisitk yang telah dikutip di BAB sebelumnya.
Seperti  contoh  kata “mendepak”  yang  terdapat  dalam  berita  di  edisi  20
Oktober  2010.  Bahasa  tersebut  melenceng  dari  kaidah  bahasa  jurnalistik,  yakni tidak  tunduk  kepada  kaidah  etika.  Salah  satu  utama  fungsi  pers  adalah  edukasi,
mendidik,  dengan  penggunaan  bahasa  tersebut  mencerminkan  Media  Indonesia tidak menunjukan etika dalam pemilihan kata-kata di setiap berita. Dalam konteks
dakwah,  terdapat  bentuk  pesan  dakwah  dimana  pengertian  tersebut  membahas tentang  pemilihan  kata  yang  tepat.  Secara  qoulan  karimah  atau  perkataan  yang
mulia, kata “mendepak” sama sekali tidak mencerminkan kata-kata  yang mulia. Berita ini membahasa tentang satu tahun pemerintahan SBY Budiono, seharusnya
media  lebih  memilih  kata-kata  yang  pantas  untuk  memberitakan  seorang pemimpin agar secara etika tidak melenceng.
Ada  pula  kata  “penggulingan”  yang  digunakan  Media  Indonesia,  kata tersebut  juga  melenceng  secara  kaidah  bahasa  jurnalistik.  Yakni  tidak  tunduk
kepada etika dalam setiap penulisan kata-kata dalam berita. Secara dakwah, tidak termasuk  kedalam  qoulan  karima  karena  kata  ini  tidak  termasuk  kata-kata  yang
mulia    dan  tidak  pantas  digunakan  untuk  pemberitaan  seorang  pemimpin  di sebuah Negara.
Namun  tidak  semua  kata-kata  yang  digunakan  Media  Indonesia  dalam menyusun  berita  melenceng  dari  kaidah  bahasa  jurnalistik  dan  bentuk  pesan
dakwah. Seperti kata “diplomatis, mesra, rapor” kata – kata tersebut lebih halus dan lebih tepat dalam penulisan berita. Kata “diplomatis”, secara jurnalistik kata
tersebut  memenuhi  kaidah  bahasa  jurnalistik  yakni  tunduk  kepada  etika  dan populis. Secara bentuk pesan dakwah juga lebih cocok dan ini termasuk kedalam
qoulan  karima  karena  kata  ini  termasuk  kata  yang  mulia  dan  sangat  pas penggunaannya  ketika  dalam  penulisan  berita  yang  membahas  pemimpin  dalam
sebuah Negara. Penggunaan  kata  “mesra”  dalam  penulisan  berita  di  Media  Indonesia,
sangat  pas  dalam  pemberitaan  ini  karena  secara  kaidah  bahasa  jurnalistik, pemilihan kata ini agar lebih menarik pembaca. Secara dakwah, kata ini termasuk
qoulan  karimah  karena  kata  ini  termasuk  kata  yang  mulia  dan  pantas  digunakan untuk pemberitaan seorang pemimpin di sebuah Negara.
Penggunaan  kata  “rapor”  dalam  penulisan  berita  di  Media  Indonesia, adalah untuk lebih menarik perhatian pembaca karena dalam berita tersebut terkait
evaluasi.  Kata  rapor  sendiri  berarti  buku  hasil  prestasi  belajar,  namun  Media Indonesia memilih kata ini bukan dari pengertian tersebut, tetapi lebih kepada kata
ganti  sebagai  hasil  dari  pemerintahan  selama  satu  tahun  pemerintahan  SBY. Secara  jurnalistik,  kata  ini  termasuk  kaidah  bahasa  jurnalistik  yakni  menarik.
Secara  dakwah,  kata  ini  juga  termasuk  qoulan  karimah  atau  kata –  kata  yang
mulia.
C. Interpretasi
Berita satu tahun pemerintahan SBY - Budiono tentu menyedot perhatian publik.  Karena  menyangkut  perkembangan  selama  satu  tahun  pemerintahan  di
bawah  pimpinan  SBY  di  periode  yang  kedua  dengan  wakilnya  Budiono.  Pada penelitian ini, Media cetak yang digunakan adalah Media Indonesia karena Media
Indonesia memang dikenal kritis mengenai pemerintahan, terlebih kini berita yang diangkat mengenai satu tahun pemerintahan SBY -  Budiono walaupun pada saat
yang  bersamaan  ada  bencana  alam  di  Wasior  tetapi  Media  ini  tetap  mengangkat berita satu tahun pemerintahan SBY- Budiono di bagian Headline.
Media  Indonesia  mengangkat  berita  satu  tahun  pemerintahan  SBY  - Budiono  di  tiga  edisi,  yakni  19,  20  dan  21  Oktober  2010.  Berita  yang  diangkat
pada  edisi  19  Oktober  2010,  seputar  para  pemimpin  lembaga  Negara  yang kembali  bertemu  untuk  berkonsolidasi.  Media  Indonesia  tentu  punya
pertimbangan kenapa mengangkat berita ini, karena bagi Media Indonesia bukan