6. Tingkat Liberalisasi Perdagangan
Tingkat liberalisasi perdagangan agroindustri perikanan yang ditunjukkan oleh nilai NPC udang menunjukkan bahwa Indonesia masih
memberlakukan tarif pajak ekspor produk dan membatasi kuota impor dari luar negeri untuk melindungi produsen lokal. Pada tahun 2005 dimana
AFTA ASEAN Free Trade Association telah diberlakukan, maka liberalisasi perdagangan antara negara-negara dikawasan ASEAN telah
sepakat untuk menurunkan tarif impor sehingga produk dari negara ASEAN dapat memasuki pasar di negara lain dalam satu kawasan. Hal ini
mengharuskan produsen dalam negeri meningkatkan produktivitasnya dan mencapai efisisensi yang tinggi untuk dapat bersaing dipasar produk
agroindustri perikanan.
i. Tingkat liberalisasi perdagangan komoditas udang
Tingkat liberalisasi perdagangan suatu negara dapat dilihat dari nilai NPC Nominal Protective Coefficient negara tersebut. Untuk
menghitung nilai NPC ini digunakan harga rata-rata dunia komoditas udang dan harga rata-rata komoditas udang didalam negeri. Nilai NPC
ini mengalami fluktuasi pada periode 1981-2003 yang cenderung berada dibawah nilai 1. Hal ini menunjukkan bahwa produksi udang
dalam negeri telah mencapai tingkat efisiensi yang cukup baik dan adanya intervensi pemerintah dalam menjaga ketersediaan komoditas
udang untuk konsumsi domestik. Gambar 14 menunjukkan nilai NPC untuk udang Indonesia
berfluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata nilai NPC adalah sebesar 0,75. Nilai NPC tertinggi udang adalah sebesar 0,94 pada tahun 1998. NPC
terendah terjadi pada tahun 1986 yaitu sebesar 0,69. Rata-rata nilai indeks NPC untuk komoditas udang adalah sebesar 0,74.
Perkembangan Tingkat Proteksi NPC
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
1.60
19 81
19 83
19 85
19 87
19 89
19 91
19 93
19 95
19 97
19 99
20 01
20 03
Tahun N
ilai In d
e k
s
Indeks NPC Udang Indeks NPC Tuna
Sumber : Diolah dari database fishstat FAO dan Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 1981-2003
Gambar 14. Nilai indeks NPC produk komoditas udang dan tuna
ii. Tingkat liberalisasi perdagangan komoditas tuna
Komoditas tuna pada periode 1981-2003 turut pula mengalami fluktuasi dengan nilai tertinggi yaitu sebesar 1,405 pada tahun 1988.
Nilai terkecil terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar 1,016. Nilai rata- rata indeks NPC pada periode 1981-2003 adalah sebesar 1,170.
Nilai indeks NPC yang mendekati 1 menunjukkan bahwa telah terjadi intervensi pemerintah dalam perdagangan komoditas tuna.
Agroindustri perikanan dalam negeri cenderung lebih memilih untuk mengekspor produknya karena harga rata-rata dunia lebih tinggi
dibandingkan harga rata-rata dalam negeri. Untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas tuna untuk konsumsi dalam negeri,
pemerintah memberlakukan pajak ekspor yang meningkat apabila ketersediaan produk tuna menurun.
Sedangkan untuk melindungi produsen lokal apabila harga rata-rata dunia lebih rendah, maka pemerintah menurunkan pajak
ekspor dan membatasi impor produk agroindustri perikanan dari luar negeri. Negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk tuna adalah
Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Harga rata-rata diketiga negara tersebut lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata dalam negeri
sehingga membuat nelayan lebih memilih untuk mengekspor tuna dalam keadaan segardingin.
Apabila dibiarkan terus maka agroindustri perikanan tuna dalam negeri akan memperoleh kesulitan dalam memperoleh bahan
baku. Oleh karena itu, pemerintah berperan untuk menjaga stok dalam negeri dengan meningkatkan pajak ekspor bagi produk tuna
segardingin. Selain menaikkan pajak ekspor tuna segardingin, pemerintah diharapkan dapat membantu para produsen tuna dalam
negeri dalam hal kemudahan melakukan perdagangan dengan konsumen luar negeri bagi produk olahan perikanan berbahan dasar
tuna.
7. Situasi Makroekonomi