PERAMALAN DAYA SAING EKSPOR

Peningkatan pendapatan per kapita domestik Indonesia akan menyebabkan daya beli masyarakat atau konsumen dalam negeri semakin meningkat sehingga penduduk Indonesia dapat membeli komoditas tuna kualitas ekspor. Hasilnya adalah tercipta pasar dalam negeri yang cukup menjanjikan sehingga produsen lokal lebih memilih untuk memasok kebutuhan dalam negeri dibandingkan untuk ekspor. Hal ini dapat dilihat pada kecenderungan nelayan-nelayan tradisional penangkap ikan tuna yang menjual hasil tangkapannya bukan kepada industri pengolahan seperti pengalengan ikan maupun industri cold storage tetapi kepada pedagang besar yang memasok kebutuhan tuna bagi kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar dan Medan. Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut adalah industri pengolahan perikanan dalam negeri mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku sehingga terkadang harus mengimpor bahan baku tuna dari India dan China. Kekurangan bahan baku menyebabkan produksi tuna olahan dalam negeri mengalami penurunan sehingga tingkat daya saing ekspor di luar negeri akan menurun.

C. PERAMALAN DAYA SAING EKSPOR

Peramalan daya saing ekspor produk agroindustri perikanan Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode kausal. Pada metode ini, peramalan dilakukan dengan menggunakan model ekonometrik yang didapatkan. Nilai dari masing-masing variabel penjelas disubstitusikan dengan angka-angka yang diperoleh dari asumsi-asumsi berdasarkan skenario kondisi yang ditetapkan. Tujuan dari peramalan ini adalah sebagai analisis kebijakan mengingat saat ini industri pengolahan perikanan dalam negeri menghadapi situasi yang dilematis. Kondisi yang terjadi adalah lemahnya sistem agribisnis dan agroindustri antara sektor penangkapan dan pengolahan yang mengakibatkan industri pengolahan dan industri cold storage mengalami kesulitan bahan baku. Disamping itu perhatian pemerintah dalam masalah ini dirasakan kurang, karena hingga kini pemerintah masih memberikan perizinan kepada nelayan asing untuk melakukan penangkapan ikan di Indonesia. Hal lain yang turut menyebabkan perkembangan industri perikanan menjadi tidak optimal adalah ketidakkonsistenan antara kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal tersebut menyebabkan iklim usaha yang tidak kondusif bagi usaha perikanan dan bahkan beberpa industri pengalengan ikan mengurangi 50 persen produksinya. Salah satu penyebabnya adalah diskriminasi terhadap pengenaan Pajak Pertambahan Nilai PPn bahan baku kaleng sebesar 15 persen, sedangkan pajak impor kaleng hanya 5 persen. Produk nelayan yang dijual di dalam negeri hingga kini masih dikenakan pajak PPn sebesar 10 persen, sehingga nelayan lebih memilih untuk mengekspor produknya dalam keadaan mentah atau belum diolah lebih lanjut. Akibatnya industri pengolahan hasil perikanan tidak mendapat jaminan kepastian bahan baku dari dalam negeri. Pelaku industri pengolahan lebih memilih mengambil bahan baku dengan impor karena hanya dikenakan pajak sebesar 5 persen. Faktor kebijakan pemerintah lainnya seperti tingkat sukubunga juga kurang mendukung perkembangan industri perikanan dalam negeri. Hingga mei 2005 saja, tingkat sukubunga masih bertahan pada level 12,50 persen. Tingkat sukubunga yang tinggi ini akan memberatkan bagi para pengusaha yang ingin mengajukan kredit permodalan pada bank karena tingkat bunga efektif yang terjadi akan berada pada kisaran 20 – 30 persen. Faktor tingkat upah juga memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan industri perikanan dalam negeri. Pemerintah terus berupaya untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk masalah tingkat upah ini. Akan tetapi kaum buruh tetap berpegang teguh untuk menolak revisi Undang- undang Ketenagakerjaan tahun 2003 karena mereka khawatir revisi yang diajukan akan merugikan buruh.

a. Udang

Peramalan dengan menggunakan metode kausal dilakukan dengan menggunakan model ekonometri yang diperoleh dari analisis regresi linier berganda multi variabel dengan model semi-logaritma natural RCA dalam bentuk logaritma natural. Nilai variabel-variabel penjelas yang signifikan pada model tersebut disubstitusikan oleh angka-angka hasil perhitungan berdasarkan asumsi-asumsi dari skenario yang ditetapkan. Skenario pertama yang dijalankan untuk meramalkan daya saing adalah keadaaan ekonomi stabil sebelum terjadinya krisis ekonomi periode tahun 1993-1996. Pada skenario ini diasumsikan bahwa keadaaan ekonomi Indonesia yang stabil pada kurun waktu tersebut akan dialami kembali setelah tahun 2004 dan selanjutnya. Untuk memperkirakan nilai variabel penjelas digunakan angka rata-rata tingkat pertumbuhan variabel penjelas yang signifikan pada model sebagai nilai pertumbuhan yang akan dialami pada tahun 2004 dan selanjutnya. Daya saing ekspor diramalkan berdasarkan nilai dasar pada tahun 2003 tahun akhir. Tingkat perubahan variabel penjelas pada periode 1993-1996 adalah sebagai berikut : Perubahan tingkat sukubunga meningkat sebesar 18,3 per tahun. Perubahan tingkat upah rata-rata pekerja sektor makanan meningkat sebesar 11,7 per tahun. Peningkatan indeks pendapatan per kapita Indonesia sebesar 11,6 per tahun. Peningkatan indeks pendapatan perkapita negara pengimpor sebesar 7,2 per tahun. Penurunan harga pakan udang impor sebesar 9,2 per tahun. Penurunan anggaran untuk diferensiasi produk oleh industri yang bergerak di sektor perikanan sebesar 15,2 per tahun. Skenario kedua meramalkan daya saing ekspor pada kondisi perekonomian pasca krisis ekonomi dalam kurun waktu 2000-2003. Nilai RCA diperkirakan berdasarkan asumsi keadaan ekonomi pasca krisis masih akan dialami oleh Indonesia pada tahun 2004 dan selanjutnya. Tingkat perubahan variabel penjelas pada periode 2000-2003 adalah sebagai berikut : ♠ Perubahan tingkat sukubunga menurun sebesar 10,7 per tahun. ♠ Perubahan tingkat upah rata-rata pekerja sektor makanan meningkat sebesar 18,4 per tahun. ♠ Penurunan indeks pendapatan per kapita Indonesia sebesar 0,5 per tahun. ♠ Peningkatan indeks pendapatan perkapita negara pengimpor sebesar 1,4 per tahun. ♠ Penurunan harga pakan udang impor sebesar 15,4 per tahun. ♠ Peningkatan anggaran untuk diferensiasi produk oleh industri yang bergerak di sektor perikanan sebesar 3,7 per tahun. Skenario ketiga meramalkan daya saing ekspor pada kondisi perekonomian ideal. Nilai RCA diperkirakan berdasarkan asumsi keadaan ekonomi optimistis, yang mendukung perkembangan industri perikanan dalam negeri akan dialami oleh Indonesia pada tahun 2004 dan selanjutnya. Tingkat perubahan variabel penjelas yang digunakan adalah : ™ Perubahan tingkat sukubunga menurun sebesar 10,7 per tahun. ™ Perubahan tingkat upah rata-rata pekerja sektor makanan meningkat sebesar 11,7 per tahun. ™ Penurunan indeks pendapatan per kapita Indonesia sebesar 0,5 per tahun. ™ Peningkatan indeks pendapatan perkapita negara pengimpor sebesar 1,4 per tahun. ™ Penurunan harga pakan udang impor sebesar 15,4 per tahun. ™ Peningkatan anggaran untuk diferensiasi produk oleh industri yang bergerak di sektor perikanan sebesar 20,7 per tahun. Peramalan Daya Saing Komoditas Udang 3 5 8 10 13 15 18 20 23 25 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun N ila i In d e k s stabil pasca krisis optimis Gambar 18. Hasil peramalan daya saing ekspor agroindustri komoditas udang Indonesia Hasil peramalan dengan metode kausal, daya saing ekspor agroindustri komoditas udang pada skenario perekonomian stabil diperkirakan akan mengalami penurunan hingga tahun 2013 dengan nilai terbesar yaitu 10,580 pada tahun 2004 dan 2,820 pada tahun 2013 dengan persentase penurunan per tahun sebesar 13,4 . Hasil peramalan dengan skenario ini didapatkan nilai indeks RCA 1 hingga 10 tahun mendatang. Hal ini berarti komoditas udang masih memiliki daya saing ekspor dipasar dunia, tetapi mengalami penurunan. Pada skenario kedua dengan kondisi perekonomian pasca krisis, nilai indeks daya saing tertinggi didapatkan pada tahun 2004 sebesar 10,055. Setelah tahun 2004 nilai indeks mengalami penurunan hingga tahun 2011 dengan nilai pada tahun tersebut sebesar 1,192. Setelah tahun 2011, nilai indeks menurun hingga RCA 1. Persentase penurunan per tahun yang terjadi adalah sebesar 31,2 . Berdasarkan skenario ini, daya saing ekspor hanya mampu bertahan hingga tahun 2011. Skenario ketiga meramalkan daya saing ekspor dengan kondisi perekonomian ideal dan optimistis. Nilai indeks mengalami kenaikan hingga tahun 2013 dengan nilai tertinggi pada tahun 2013 sebesar 18,413. Pada kurun waktu 2004 hingga 2006, nilai indeks cenderung stabil pada kisaran 11,348-11,920. Persentase kenaikan indeks daya saing ekspor yang terjadi berdasarkan skenario ini sebesar 5,6 per tahun. Hasil peramalan daya saing ekspor menunjukkan bahwa produk agroindustri komoditas udang tetap memiliki daya saing ekspor, hal tersebut dapat dilihat dari nilai indeks RCA 1, akan tetapi terjadi penurunan. Daya saing ekspor akan tetap meningkat apabila dilakukan berbagai perbaikan dan pengembangan sesuai dengan kondisi yang diasumsikan pada skenario ketiga.

b. Tuna

Peramalan dengan menggunakan metode kausal dilakukan dengan menggunakan model ekonometri yang didapat dari analisis regresi linier berganda multi variabel dengan model double-logaritma natural RCA dan variabel penjelas dalam bentuk logaritma natural. Nilai variabel- variabel penjelas yang signifikan pada model tersebut disubstitusikan oleh angka-angka hasil perhitungan berdasarkan asumsi-asumsi dari skenario yang ditetapkan. Skenario pertama yang dijalankan untuk meramalkan daya saing adalah keadaaan ekonomi stabil sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1993-1996. Pada skenario ini diasumsikan bahwa keadaaan ekonomi Indonesia yang stabil pada kurun waktu tersebut akan dialami kembali setelah tahun 2004 dan selanjutnya. Untuk memperkirakan nilai RCA digunakan angka rata-rata tingkat pertumbuhan variabel penjelas yang signifikan pada model sebagai nilai pertumbuhan yang akan dialami pada tahun 2004 dan selanjutnya. Daya saing ekspor diramalkan berdasarkan nilai dasar pada tahun 2003 tahun akhir. Tingkat perubahan variabel penjelas pada periode 1993-1996 adalah sebagai berikut : ♦ Peningkatan tingkat sukubunga sebesar 7 per tahun. ♦ Peningkatan tingkat upah rata-rata pekerja sektor makanan sebesar 0,8 per tahun. ♦ Peningkatan harga produk terkait tuna yaitu ikan olahan sebesar 0,3 per tahun. ♦ Peningkatan indeks pendapatan per kapita Indonesia sebesar 2,2 per tahun. ♦ Peningkatan indeks pendapatan per kapita negara pengimpor sebesar 1,3 per tahun. ♦ Penurunan anggaran untuk diferensiasi produk oleh industri yang bergerak di sektor perikanan sebesar 46 per tahun. Skenario kedua meramalkan daya saing ekspor pada kondisi perekonomian pasca krisis ekonomi dalam kurun waktu 2000-2003. Nilai RCA diperkirakan berdasarkan asumsi keadaan ekonomi pasca krisis masih akan dialami oleh Indonesia pada tahun 2004 dan selanjutnya. Tingkat perubahan variabel penjelas yang digunakan adalah : • Penurunan tingkat sukubunga sebesar 4,7 per tahun. • Peningkatan tingkat upah rata-rata pekerja sektor makanan sebesar 1,3 per tahun. • Peningkatan harga produk terkait tuna yaitu ikan olahan sebesar 0,5 per tahun. • Penurunan indeks pendapatan per kapita Indonesia sebesar 0,1 per tahun. • Peningkatan indeks pendapatan per kapita negara pengimpor sebesar 0,2 per tahun. • Penurunan anggaran untuk diferensiasi produk oleh industri yang bergerak di sektor perikanan sebesar 6,6 per tahun. Skenario ketiga meramalkan daya saing ekspor pada kondisi perekonomian ideal. Nilai RCA diperkirakan berdasarkan asumsi keadaan ekonomi optimistis, yang mendukung perkembangan industri perikanan dalam negeri akan dialami oleh Indonesia pada tahun 2004 dan selanjutnya. Tingkat perubahan variabel penjelas yang digunakan adalah : 9 Penurunan tingkat sukubunga sebesar 4,7 per tahun. 9 Peningkatan tingkat upah rata-rata pekerja sektor makanan sebesar 0,8 per tahun. 9 Peningkatan harga produk terkait tuna yaitu ikan olahan sebesar 0,3 per tahun. 9 Peningkatan indeks pendapatan per kapita Indonesia sebesar 2,2 per tahun. 9 Peningkatan indeks pendapatan per kapita negara pengimpor sebesar 1,3 per tahun. 9 Peningkatan anggaran untuk diferensiasi produk oleh industri yang bergerak di sektor perikanan sebesar 0,5 per tahun. Peramalan Daya Saing Ekspor Komoditas Tuna 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun N il a i In d e k s stabil pasca krisis optimis Gambar 19. Hasil peramalan daya saing ekspor agroindustri komoditas tuna Indonesia Hasil peramalan dengan menggunakan metode kausal, daya saing ekspor komoditas tuna pada skenario perekonomian stabil diperkirakan akan mengalami kenaikan hingga tahun 2007 dengan persentase kenaikan per tahun sebesar 0,1 , setelah tahun 2008 terjadi penurunan daya saing ekspor hingga tahun 2013 dengan persentase penurunan yang terjadi sebesar 1,8 per tahun. Nilai indeks terbesar diperoleh pada tahun 2007 yaitu sebesar 5, 391 dan tahun 2013 merupak nilai indeks terkecil yaitu sebesar 4,826. Hasil peramalan dengan skenario ini didapatkan nilai indeks hingga tahun 2013 lebih besar dari 1,00. Hal tersebut berarti peramalan dengan skenario kondisi perekonomian stabil menunjukkan komoditas tuna tetap mampu bersaing di pasar luar negeri. Pada skenario kedua dengan kondisi perekonomian pasca krisis, nilai indeks daya saing tertinggi didapatkan pada tahun 2004 sebesar 5,283. setelah tahun 2004 nilai indeks mengalami penurunan hingga tahun 2013 dengan nilai pada tahun terakhir atau tahun 2013 sebesar 3,79. Untuk skenario perekonomian pasca krisis, daya saing ekspor produk tuna mengalami penurunan mulai tahun 2004 hingga tahun 2013. Persentase penurunan yang terjadi sebesar 3,6 per tahun. Pada skenario ini, komoditas tuna juga tetap mampu bertahan dalam bersaing di pasar luar negeri. Daya saing ekspor produk tuna diramalkan meningkat untuk periode 2004-2013 berdasarkan skenario kondisi perekonomian ideal optimistis. Persentase peningkatan daya saing yang terjadi sebesar 15,1 per tahun. Hasil peramalan yang menunjukkan peningkatan terhadap daya saing ekspor dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat sehingga daya saing produk-produk agroindustri perikanan yang diekspor dapat terus dipertahankan mengingat saat ini industri hasil perikanan yang memproduksi komoditas tuna mengalami permasalahan dalam hal jaminan pasokan bahan baku.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Perkembangan tingkat kompetisi ekspor komoditas udang menunjukkan peningkatan pada periode waktu 1981-1990. Pada tahun 1981 nilai indeks tingkat kompetisi ekspor komoditas udang sebesar 6,84 dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 sebesar 14,69. Setelah tahun 1990 hingga tahun 1993 nilai RCA komoditas udang Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan menurun, dan kecenderungan stabil pada periode 1994-2003 rata-rata nilai RCA selama periode tersebut sebesar 10,93. Tingkat kompetisi ekspor komoditas udang secara signifikan dipengaruhi oleh faktor sukubunga, tingkat upah, pendapatan perkapita negara produsen, pendapatan perkapita negara importir, harga bahan baku pakan udang dan prosentase anggaran untuk diferensiasi produk. Tingkat kompetisi ekspor komoditas tuna Indonesia mengalami kenaikan mulai tahun 1981 hingga tahun 1991. Pada tahun 1981 nilai indeks tingkat kompetisi ekspor komoditas tuna Indonesia sebesar 1,105 dan mencapai puncaknya pada tahun 1991 sebesar 7,491. Setelah tahun 1991, tingkat kompetisi ekspor komoditas tuna Indonesia mengalami penurunan hingga tahun 1997. Kemudian pada periode 1998-2003, perkembangan tingkat kompetisi ekspor cenderung stabil. Pada tahun 1998 angka indeks RCA sebesar 4,783 dan tahun 2003 indeks RCA mencapai 4,966. Rata-rata nilai indeks RCA selama periode tersebut adalah sebesar 4,051. Hasil pemodelan ekonometrik untuk komoditas tuna menunjukkan bahwa faktor sukubunga, tingkat upah, pendapatan perkapita negara produsen, pendapatan perkapita negara importir, dan prosentase anggaran untuk diferensiasi produk signifikan secara statistik, sementara koefisien variabel yang lain, harga produk ikan olahan dan produktivitas modal tidak signifikan.