II. TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia dengan luas laut 5,8 juta km
2
memiliki sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun keragamannya.
Berdasarkan perhitungan harga di tingkat produsen tahun 2000, nilai produksi ikan tangkap mencapai Rp. 18, 46 triliun. Untuk harga benih ikan laut mencapai
Rp. 8,07 milyar, sedangkan untuk budidaya laut yang meliputi ikan, rumput laut, kerang-kerangan, tiram, teripang dan mutiara mencapai produksi Rp. 1,36 triliun
di tingkat produsen pada tahun 2002 Dahuri, 2004. Konsumsi ikan perkapita di Indonesia masih relatif rendah, yaitu sekitar
18 kilogramkapita pada tahun 1999 sebelum adanya Departemen Kelautan dan Perikanan dan 23 kilogramkapita pada tahun 2003. Sementara itu, negara lain
seperti Jepang sudah mencapai 100 kg, Korea Selatan 80 kg, Malaysia 40 kg, dan Thailand 35 kg per tahun Osa, 2004. Namun konsumsi ikan perkapita secara
nasional menunjukkan kenaikan sebesar 4,61 pada kurun waktu antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Angka konsumsi ikan tahun 2000 mencapai
21,57 kgkapita, sedangkan pada tahun 2003 terus mengalami peningkatan menjadi 24,67 kgkapita Wawa, 2004.
Kendala yang dihadapi ekspor perikanan Indonesia saat ini adalah sejumlah negara importir cenderung memperketat persyaratan, termasuk
memasukkan persyaratan baru yang terkait dengan mutu dan isu lingkungan. Adapula negara yang memberlakukan tarif impor cukup tinggi. Kendala lain
adalah variasi jenis produk yang beragam, harga rata-rata produk perikanan menurun dan lain sebagainya Jan, 2004.
A. SISTEM PERDAGANGAN
1. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa antar negara. Hal ini terjadi karena sebuah negara mampu untuk membeli barang
dari negara lain dengan harga lebih murah daripada negara itu
memproduksinya sendiri. Hasil dari perdagangan ini adalah peningkatan tingkat kehidupan negara tersebut. Ketersediaan faktor produksi yang
berbeda di setiap negara menentukan kegiatan ekonomi diberbagai wilayah dunia. Setiap negara memiliki jumlah faktor produksi yang
berbeda sehingga memiliki keunggulan yang berbeda pula. Adam Smith dalam Hady 2001 mengemukakan teori absolute
advantage keunggulan mutlak, di mana setiap negara akan memperoleh
manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak,
serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak absolute disadvantage.
David Ricardo dalam Hady 2001 mengatakan bahwa perdagangan internasional terjadi berdasarkan pada nilai tenaga kerja
labour value. Nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu dan jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut
teori cost comparative advantage labour efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien labour efficiency serta mengimpor
barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien labour inefficiency.
Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki endowment factor masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya
perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing- masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut
memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya Gandolfo, 1987.
2. Tingkat Liberalisasi Perdagangan