Pemodelan ekonometrik komoditas tuna

2. Pemodelan ekonometrik komoditas tuna

Untuk model tingkat kompetisi ekspor agroindustri komoditas tuna Indonesia didapatkan bahwa tiga variabel independen memiliki pengaruh signifikan pada variabel dependen RCA pada tingkat kepercayaan 99 . Satu variabel independen memiliki pengaruh signifikan pada tingkat kepercayaan 95 dan satu variabel independen memiliki pengaruh signifikan pada variabel dependen RCA pada tingkat kepercayaan 90 . Sementara terdapat dua buah variabel lain yang tidak signifikan. Pada tabel 4 berikut disajikan hasil empiris dari model daya saing ekspor komoditas tuna. Hasil dari regresi yang dilakukan terhadap data tingkat kompetisi ekspor dan variabel yang berpengaruh dengan metode regresi linear berganda Double logaritma natural didapatkan hasil persamaan : LnRCA Tuna = - 1.65 - 0.457 LnTSB - 0.540 LnTUP - 0.171 LnHPT2 - 0.385 LnPPD + 2.67 LnPPI3 + 0.226 LnDPR + 0.330 LnCPR Tabel 4. Hasil regresi dari faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor komoditas tuna Dependent : LnRCA Tuna Variabel Koefisien Tingkat Probabilitas VIF Konstanta -1.6514 0.093 LnTSB -0.45651 0.000 1.9 LnTUP -0.5399 0.001 10.6 LnHPT2 -0.17102 0.102 12.4 LnPPD -0.3850 0.017 2.4 LnPPI 2.6717 0.000 10.4 LnDPR 0.2258 0.066 1.7 LnCPR 0.3304 0.187 2.1 R-Sq = 92.7 R-Sqadj = 89.2 Durbin-Watson statistic = 1.44 F = 27.08 = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 Koefisien regresi model tingkat kompetisi ekspor komoditas tuna Indonesia faktor sukubunga LnTSB, tingkat upah LnTUP dan pendapatan perkapita negara konsumen LnPPI3 yaitu inggris signifikan pada tingkat kepercayaan 99 . Variabel prosentase anggaran untuk diferensiasi produk LnDPR signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . Untuk variabel pendapatan perkapita negara produsen PPD, signifikan pada tingkat kepercayaan 90 . Sementara koefisien variabel yang lain, harga produk ikan olahan LnHPT2 dan produktivitas modal LnCPR tidak signifikan. Untuk menduga kebenaran letak taksirannya goodness of fit dapat dilihat pada nilai R 2 . Berdasarkan regresi didapatkan R 2 sebesar 92,7 . Hal ini berarti bahwa variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel- variabel penjelas yang terdapat dalam model sebesar 92,7 . Hasil uji-F menunjukkan nilai nilai F-hitung sebesar 27,08 yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . Uji-F tersebut menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel dependen dan variabel independen bersifat nyata. Tingkat autokorelasi dapat dilihat dari hasil statistik Durbin- Watson yang memiliki nilai 1,44. Hal ini menunjukkan bahwa model tingkat kompetisi ekspor komoditas tuna Indonesia tidak memiliki masalah autokorelasi. Masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1,21 dan diatas 2,79. Pada interval 2,35 - 2,79 tidak dapat disimpulkan ada atau tidaknya autokorelasi Makridakis et al., 1995. Gejala multikolinearitas teramati pada variabel sukubunga LnTSB, tingkat upah LnTUP, dan pendapatan perkapita negara konsumen LnPPI3. Menurut Wolldrige 2000 umumnya nilai batas atas nilai VIF yang digunakan adalah sebesar 10 tetapi Chatterje 2000 mengatakan batas atas nilai VIF dapat sebesar 20 sehingga multikolinieritas yang terjadi masih dalam taraf yang dapat ditolerir. Promosi dan pendapatan perkapita negara konsumen memiliki keterkaitan yang positif dengan tingkat kompetisi ekspor komoditas tuna Indonesia, sementara tingkat upah, sukubunga, pendapatan perkapita domestik Indonesia memiliki keterkaitan yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan prosentase anggaran untuk diferensiasi produk dan pendapatan perkapita negara konsumen akan meningkatkan tingkat kompetisi ekspor, sementara peningkatan sukubunga, tingkat upah dan pendapatan perkapita domestik akan menurunkan tingkat kompetisi ekspor komoditas tuna Indonesia. Pengujian expected sign harapan tanda koefisien dimaksudkan agar model sesuai dengan logika sehingga validitas model dapat ditentukan. Variabel TSB memiliki tanda koefisien negatif-, hal ini berarti dengan semakin tingginya tingkat sukubunga maka daya saing ekspor semakin menurun. Tingkat sukubunga tinggi akan menambah beban bagi pengusaha karena harus membayar bunga kredit permodalan yang lebih besar. Pembayaran bunga ini akan menambah unsur dari biaya produksi yang harus dikeluarkan, sehingga biaya total akan bertambah dan implikasinya adalah harga jual produk akan lebih mahal. Harga produk tersebut akan tidak kompetitif untuk menembus pasar luar negeri. Variabel TUP memiliki koefisien tanda yang negatif - pula, hal ini berarti peningkatan tingkat upah akan menurunkan tingkat daya saing ekspor. Tingkat upah merupakan bagian dari biaya produksi, apabila terlampau tinggi maka peroduktivitas industri akan terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa kegagalan mencapai target produksi karena kurangnya sumber dana untuk membeli bahan baku akibat pembayaran upah. Bagi para pengusaha tingkat upah ini memang memberatkan tetapi apabila para pekerja mampu bekerja dengan cepat dan akurat sehingga produktivitas pekerja menjadi tinggi, maka peningkatan tingkat upah tidak terlalu menjadi masalah. Pemerintah juga telah berupaya untuk mencari solusi masalah tingkat upah tersebut dengan mengeluarkan sejumlah peraturan ketenagakerjaan, salah satunya adalah penetapan tingkat Upah Minimum Regional UMR. Peningkatan pendapatan per kapita domestik Indonesia akan menyebabkan daya beli masyarakat atau konsumen dalam negeri semakin meningkat sehingga penduduk Indonesia dapat membeli komoditas tuna kualitas ekspor. Hasilnya adalah tercipta pasar dalam negeri yang cukup menjanjikan sehingga produsen lokal lebih memilih untuk memasok kebutuhan dalam negeri dibandingkan untuk ekspor. Hal ini dapat dilihat pada kecenderungan nelayan-nelayan tradisional penangkap ikan tuna yang menjual hasil tangkapannya bukan kepada industri pengolahan seperti pengalengan ikan maupun industri cold storage tetapi kepada pedagang besar yang memasok kebutuhan tuna bagi kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar dan Medan. Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut adalah industri pengolahan perikanan dalam negeri mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku sehingga terkadang harus mengimpor bahan baku tuna dari India dan China. Kekurangan bahan baku menyebabkan produksi tuna olahan dalam negeri mengalami penurunan sehingga tingkat daya saing ekspor di luar negeri akan menurun.

C. PERAMALAN DAYA SAING EKSPOR