Embriogenesis Somatik Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium Melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor

20 Tabel 2.1. Beberapa hasil penelitian somatik embriogenesis pada Dendrobium Lanjutan No. Kultivar Perlakuan Respon Referensi 4. D. candidum Wall ex Lindl Mature seeds ; Segmen protocorm MS + 1.08 µM NAA MS dengan ½ makro dan full mikro; 2 sukrosa dan 8.8 µM BAP MS tanpa zpt MS yang mengandung 2.7 µM NAA Inkubasi gelap pada 25±2°C, Induksi protocorm Induksi kalus Induksi plbs Induksi plantlet Zhao et al. 2008 5. D. Jayakarta Mata tunas lateral VW cair + 1 mg L -1 NAA + 1.5 mg L -1 Kinetin VW cair + 1 mg L -1 NAA + 1.5 mg L -1 BAP +15 air kelapa Inkubasi terang 16-jam pada suhu pada 25±1°C Induksi kalus Proliferasi plbs 80-90 Utami Ginting 2007 6. D.densiflorum Lindl. Ex Wall Segmen tunas MS + 0.5 mg L -1 NAA + 0.5 mgl kinetin media padat; 25 ± 2 C dalam kondisi gelap ½ MS dengan penambahan 30 mM KNO 3 ; 2.5 mM Phosphate ; 30 g sukrosa; 0.6 nM Putresine; 25 ± 2 C di bawah cahaya 14 jam 85 µmol m -2 s -1 Induksi plbs Kultur suspensi Bobot kering plbs 33.2 gl dan tingkat pertumbuhan 0.056hari Luo et al. 2008; Wei et al. 2007 21 Tabel 2.1. Beberapa hasil penelitian somatik embriogenesis pada Dendrobium Lanjutan No. Kultivar Perlakuan Respon Referensi 7. D. huoshanense Segmen shoot MS + 0.5 mg L -1 NAA + 0.5 mg L -1 kinetin media padat 25 ± 2 C dalam kondisi gelap ½ MS dengan penambahan 15 g L -1 sukrosa 25 ± 2 C dengan siklus terang-gelap 16:8 jam 30 µmol m -2 s -1 Induksi plbs Regenerasi plantlet Zha et al. 2007 8. D. Nobile Nodus aksilar Axenic Secondary MS + 4.0 µM BA + 2.0 µM NAA MS + 4 µM NAA MS + 1.5 µM GA ½ MS + 2.5-5.0 µM NAA + 2.5-5.0 µM IBA Induksi plbs Induksi Kalus Differensiasi kalus Regenerasi tunas Song et al. 2007 9. D .‘Serdang Beauty’ Segmen plbs MS +1.5 mg L -1 IBA MS +1.5 mg L -1 kinetin 25 ± 1 C, 16 jam di bawah cahaya fluorescent 40 µmol m -2 s 1 Induksi kalus 100 dan bobot segar kalus 49.59 g Perkecambahan 80; 4-5 plantlet per eksplan; dan bobot basah plantlet 11.128 g Khosravi et al. 2008 22 Tabel 2.1. Beberapa hasil penelitian somatik embriogenesis pada Dendrobium Lanjutan No. Kultivar Perlakuan Respon Referensi 10. D. lineale Rolfe plbs MS dengan full mikro dan ½ makro dengan penambahan 1 mg L -1 TDZ dan 1-5 mg L -1 2,4-D; 26-27 C di inkubasi gelap ½ MS + 1 mg L -1 TDZ Induksi kalus 100 ; diameter kalus 3.5 cm; Regenerasi tunas Hoesen et al. 2008 11. D. ‘Zahra FR 62’ Segmen tunas; VW cair + 2 mg L -1 TDZ + 1 mg L -1 Kinetin + 1 mg L -1 thiamine; 25 ± 2 C, inkubasi terang; Induksi dan proliferasi plbs Setyawati et al. 2012 12. D. ‘Zahra FR 62’ Mata tunas lateral ½ MS + 1 mg L -1 TDZ + 0.5 mg L -1 BA 1.6 g L -1 Growmore 32N:10P:10K 25 ± 2 C, inkubasi terang Induksi kalus Proliferasi plbs Winarto et al. 2013a 13. D. ‘Gradita 10’ Mata tunas lateral dan daun plantlet ½ MS + 1 mg L -1 TDZ + 0.5 mg L -1 BA ½ MS + 0.3 mg L -1 TDZ + 0.1 mg L -1 NAA ½ MS + 0.05 mg L -1 BA ½ MS + 0.05 mg L -1 BA; atau ½ MS + 150 mL L -1 air kelapa 25 ± 2 C, inkubasi terang Induksi kalus Proliferasi kalus Konversi kalus menjadi embrio Perkecambahan embrio Rachmawati et al. 2014

2.6 Pola Pertumbuhan KalusSel Tanaman

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan yang tidak dapat dibalikkan dalam ukuran pada sistem biologi. Secara umum pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan yang tidak dapat dibalikkan irreversible pada sistem biologi. Pertumbuhan biologis terjadi dengan dua fenomena yang berbeda antara satu sama lain yang terjadi 23 secara bersama-sama, yaitu pertambahan volume sel dan pertambahan jumlah sel. Pertambahan volume sel merupakan hasil sintesa dan akumulasi protein, sedangkan pertambahan jumlah sel terjadi karena pembelahan sel Kaufman 1975. Besarnya pertumbuhan per satuan waktu disebut laju tumbuh. Laju tumbuh suatu tumbuhan atau bagiannya berubah secara signifikan seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya umur. Pertumbuhan biologis mula-mula lambat fase adaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya, kemudian berangsur- angsur lebih cepat sampai tercapai titik maksimum, kemudian laju tumbuh menurun. Jika laju pertumbuhan digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh pada koordinat dan waktu pada absisi, maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk S atau kurva sigmoid. Kurva sigmoid pertumbuhan ini berlaku bagi tumbuhan lengkap, bagian-bagiannya ataupun sel-selnya Latunra 2012. Menurut Salisbury Ross 1992 kurva pertumbuhan berbentuk S sigmoid yang ideal memiliki tiga fase utama yang mudah dikenali, yaitu: fase logaritmik eksponensial, fase linier, dan fase penuaan. Pada fase logaritmik, ukuran v bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu t. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan dvdt lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus sampai mencapai puncaknya. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan. Sedangkan fase penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua. Sedangkan pada tingkat sel, Phillips et al. 1995 membagi lima fase pertumbuhan kalussel yang mengikuti fase sigmoid, yaitu: 1 fase lag pertumbuhan lambat, dimana sel-sel mulai membelah; 2 fase eksponensial logaritmik, dimana laju pembelahan sel tertinggiberada pada puncaknya; 3 fase linear, dimana pembelahan sel mengalami perlambatan tetapi laju ekspansi sel meningkat; 4 fase deselerasi, dimana laju pembelahan dan pemanjangan sel menurun; dan 5 fase stationer, dimana jumlah dan ukuran sel tetap konstan Gambar 2.5. Gambar 2.5. Pola pertumbuhan kalussel tanaman Fase pertumbuhan berkorelasi dengan umur dan tahapan pertumbuhan tanaman. Selain itu, pola pertumbuhan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a faktor internal gen dan hormon dan b faktor eksternal nutrisi, air,