Ruang lingkup Penelitian Pengembangan Teknologi Perbanyakan Dendrobium Melalui Embriogenesis Somatik Berbasis Bioreaktor

15 Secara morfologis dan fisiologis embrio somatik hampir sama dengan embrio zigotik yaitu bipolar walaupun berkembang melalui cara yang berbeda. Embrio somatik dan zigotik memiliki kesamaan yang kuat dalam hal keseluruhan morfologi, ukuran dan organisasi seluler internal Arnold et al. 2002. Selain itu embrio somatik mengalami tahapan perkembangan yang mirip dengan perkembangan embrio zigotik. Secara spesifik tahap perkembangan tersebut di mulai dari tahap pro-embrio, globular, hati, torpedo dan kotiledonkecambah pada dikotil Gaj 2001; Mandal Gupta 2002; Gray 2005 dan tahap globular, memanjang, skutellar dan koleoptilar pada monokotil Gambar 2.4 Godbole et al . 2002. Pada monocotyledoneae seperti anggrek, embrio somatik tahap globular berkembang menjadi embrio yang mempunyai suspensor. Skutelum dibentuk pada bagian lateral dari embrio, primordia akar dan tunas berkembang pada bagian ujung-ujung aksis embrio. Skutelum kemudian berkembang menjadi kotiledon tunggal. Selanjutnya perkembangan embrio somatik secara morfologis dari tahap globular dan seterusnya mirip dengan perkembangan embrio zigotik. Embrio somatik tanaman anggrek lebih dikenal dengan nama Protocorm- likebodies atau plbs Martin Madassery 2006; Kong et al. 2007; Julkiflee et al. 2014. Embrio somatik dapat terbentuk secara langsung dan tidak langsung Molina et al. 2002. Embrio somatik yang terbentuk secara langsung meliputi pembentukan embrio dari sel tunggal atau kelompok sel yang menyusun jaringan eksplan tanpa melalui pembentukan kalus, sedangkan embrio yang terbentuk secara tidak langsung adalah pembentukan embrio melalui fase kalus Slater et al. 2003; Quiroz-Figueroa et al. 2006; Lee et al. 2009. Keberhasilan embriogenesis somatik secara tidak langsung akan tercapai apabila kalus yang digunakan bersifat embriogenik meristemoid dengan ciri-ciri: sel berukuran kecil, dinding selnya tipis, isodiometrik, sitoplasma padat, inti besar dan jelas, vakuola kecil, mengandung butir pati, ruang antar sel lebih rapat, berkelompokagregatclump, menyerap warna kuat, dan aktivitas pembelahan sel tinggi Arnold et al. 2002; Purnamaningsih 2002; Kasi Sumaryono 2008; Fu et al. 2012 Keberhasilan perbanyakan tanaman melalui jalur embriogenesis somatik sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya yaitu: 1 genotipe tanaman donor Jimenez 2001; Kim Kim 2003; Hoque et al. 2007; 2 jenis dan ukuran eksplan Haliloglu 2002; Gow et al. 2009; Kuo et al. 2005; Martin Madassery 2006; Chen et al. 2007; Anbari et al. 2007; Rianawati et al. 2009; Manzilla et al. 2010; Sinha Jahan 2011; Rachmawati et al. 2014; 3 Kondisi fisiologi tanaman donor Jimenez 2001; 4 jenis media dan kondisi fisik media Zegzouti et al. 2001; Chen et al. 2007; Ferreira et al. 2011; Tao et al. 2011; Ori et al. 2014; Julkiflee et al. 2014; 5 zat pengatur tumbuh zpt Jiménez 2001; Jiménez Bangerth 2001; Panaia et al. 2004; Vargas et al. 2005; Chough Khurana 2002; Chithra et al. 2005; Chung et al. 2005; 6 lingkungan kultur pH, cahaya, suhu, dan kelembaban Chen et al. 2007; 7 sumber karbon Percy et al. 2000; Bogunia Przywara 2000; Gerdakaneh et al. 2009; Zha et al. 2007; 8 sumber nitrogen Vesco Guerra 2001; Zha et al. 2007; 9 bahan kimia lain asam amino dan poliamin Jiménez Bangerth 2001; Deo et al. 2010; 10 periode kultur dan subkultur Chen et al. 2007; Rachmawati et al. 2014; dan 11 sistem kultur Winarto et al. 2013a. Kesesuaian antar berbagai faktor tersebut menjadi faktor penentu keberhasilan embriogenesis. 16 Pengembangan teknologi somatik embriogenesis pada beberapa jenis tanaman telah dilaporkan. Teknologi somatik embriogenesis pada anggrek dilaporkan oleh Ishii et al. 1998, Tokuhara Mii 2003, Kuo et al. 2005, Chen Chang 2006 pada Phalaenopsis; Chen et al. 1999, Nayak et al. 2002 pada Oncidium; Meesawat Kanchanapoom 2002, Roy Banerjee 2003, Chung et al. 2005 dan 2007, Zhao et al. 2008, Khosravi et al. 2008, Hoesen et al. 2008, Utami Ginting 2007, Rachmawati et al. 2014, Winarto et al. 2013a, Winarto 2012, Winarto Rachmawati 2013, Winarto Teixera 2015 pada Dendrobium. Keberhasilan tersebut ternyata juga berdampak terhadap tersedianya benih bermutu yang dihasilkannya.

2.4 Tahapan Embriogenesis Somatik

Regenerasi tanaman melalui somatik embriogenesis mempunyai tahapan spesifik yang terjadi secara berurutan, yaitu: 1 inisiasi pro-embriokalus embriogenik KE dari jaringan vegetatif atau sel, 2 proliferasi dan pemeliharaan galur sel embriogenik, 3 pra-pendewasaan embrio somatik, 4 pendewasaan embrio somatik, dan 5 perkecambahan embrio somatik menjadi plantlet Zegzouti et al. 2001; Arnold et al. 2002.

2.4.1 Inisiasi kalus embriogenik

Inisiasi kalus memerlukan komponen zpt dan karbon yang lebih banyak dibanding proses proliferasi dan regenerasi Chung et al. 2005. Induksi KE umumnya dilakukan dengan cara menumbuhkan eksplan pada media yang mengandung zpt seperti auksin dengan konsentrasi tinggi Haq Zafar 2004. Arnold et al. 2002 menyatakan bahwa untuk inisiasi KE dibutuhkan program ekpresi gen embriogenik. Arus ekspresi gen tersebut dikendalikan oleh auksin terkait dengan reaktivasi siklus sel dan inisiasi pembentukan embrio somatik. Auksin mampu mengaktivasi sinyal tranduksi sehingga sel dapat melakukan pemograman kembali ekspresi gen yang diperlukan untuk menginduksi KE. Berbeda dengan inisiasi embrio somatik secara langsung yang berkembang dari embriogenically predetermined cells yang secara alami memiliki kemampuan atau kompetensi untuk membentuk sel proembriogenik. Pembentukan embrio somatik secara tidak langsung melalui fase kalus berkembang dari induced embriogenically determined cells yang secara alami tidak memiliki kompetensi untuk membentuk sel pro-embriogenik, sehingga pembentukan sel pro- embriogeniknya harus diinduksi dengan bantuan zpt eksogen Dodeman et al. 1997. Di samping auksin, pada beberapa spesies tanaman lain, induksi KE berhasil dilakukan pada media dengan penambahan sitokinin seperti N6- benzyladenin BA, thidiazuron TDZ atau kinetin danatau kombinasi antara auksin dan sitokinin Arunyanart Chaitrayagun 2005; Te-chato et al. 2006; Manzila 2010; Thengane et al. 2006; Malabadi et al. 2011; Carimi et al. 2005; Utami Ginting 2007; Setyawati et al. 2012; Winarto et al. 2013a; Rachmawati et al. 2014. Zpt yang sering digunakan untuk pembentukan KE adalah α- naphthalene acetic acid NAA Akter et al. 2008; Niknejad et al. 2011; Julkiflee et al. 2014, TDZ Ferreira et al. 2006; Chung et al. 2007, 2,4-dichlorophenoxy 17 acetic acid 2,4-D Hoesen et al. 2008; Shroti Upadhyay 2014 dan kinetin Luo et al. 2009.

2.4.2 Proliferasi dan pemeliharaan sel embriogenik

Proliferasi dan pemeliharaan sel embriogenik dapat dilakukan pada media padat atau cair yang mengandung zpt yang sama dengan konsentrasi yang sama atau lebih rendah dibandingkan untuk tahap inisiasi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa media proliferasi kalus sangat bervariasi untuk setiap jenis tanaman, diantaranya: 1 ½ MS + 13.62 mM TDZ atau 0.5 mg L -1 N6- benzylaminopurine BAP pada Phalaenopsis Chen Chang 2004; Gow et al. 2009, 2 MS + 1.5-2.0 mg L -1 2,4-D pada krisan Manil Senthil 2011, 3 ½ MS medium yang ditambah 3 mg L -1 TDZ dengan 1 mg L -1 NAA pada D. ‘ C hiengmai Pink’ Chung et al. 2005 2007, dan 4 ½ MS + 0.3 mg L -1 TDZ + 0.1 mg L -1 NAA pada D. ‘Gradita 31’ dan D. ‘Zahra FR 62’ Winarto Rachmawati 2013; Winarto et al. 2013a. Secara umum hasil-hasil penelitian tersebut menginformasikan bahwa pada tahap proliferasi kalus, kehadiran auksin masih diperlukan. Auksin pada tahap ini berfungsi untuk mencegah terjadinya diferensiasi sel ke tahap berikutnya, yaitu: pendewasaan atau pembentukan embrio dewasa.

2.4.3 Pra-pendewasaan Konversi pro-embrio menjadi embrio somatik

Pra-pendewasaan merupakan tahap transisi dari pro-embrio menjadi embrio somatik. Tahap ini mencegah proses proliferasi KE dan menstimulasi tahap awal pembentukan embrio somatik. Kalus umumnya disubkultur pada media tanpa hormon atau media yang mengandung sitokinin seperti BAP tanpa penambahan auksin. Penambahan auksin pada media menyebabkan kalus terus melakukan proliferasi, sehingga konversi kalus menjadi embrio menjadi terhambat. Pada krisan pra pendewasaan embrio somatik dilakukan pada media MS + 1 mg L -1 BAP Manil Senthil 2011. Gow et al. 2009 melaporkan bahwa untuk pra pendewasaan embrio pada Phalaenopsis dilakukan pada media ½ MS + 0.5 mg L -1 BAP. Konversi KE menjadi embrio somatik pada D. Gradita 31’ dan D. Gradita 10’ dilakukan pada media ½ MS yang mengandung 0.05 mg L -1 BA Winarto Rachmawati 2013; Rachmawati et al. 2014.

2.4.4 Pendewasaan maturation embrio somatik

Pendewasaan dianggap sebagai tahap penting dari embriogenesis. Tahap ini adalah puncak dari akumulasi cadangan karbohidrat, lipid dan protein, dehidrasi embrio dan penurunan respirasi selular Trigiano Gray 1996. Dengan demikian, pematangan adalah tahap persiapan embrio untuk berkecambah secara efektif. Etienne et al. 2006 menyatakan bahwa pendewasaan adalah tahap peralihan dari fase perkembangan embrio menuju perkecambahan embrio. Tahap ini bertujuan untuk menyeragamkan perkembangan embrio dan mencegah terjadinya perkecambahan dini. Menghilangkan tahap pendewasaan akan menghasilkan perkecambahan dini embrio dan menghasilkan plantlet yang kurang berkualitas. Dehidrasi diduga penting dalam proses pendewasaan Etienne et al. 2006. Pembatasan penyerapan air menggunakan osmotikum mampu mendukung 18 perkembangan embrio tanaman dan pada saat yang sama menekan perkecambahan dini Etienne et al. 2006; Attree et al. 1995. Biasanya dilakukan dengan penambahan asam absisik ABA dan sukrosa konsentrasi tinggi ke dalam media Rai et al. 2008; Malabadi et al. 2011. Permeating osmotikum, seperti sukrosa, sering digunakan untuk mengurangi potensi air dari media kultur yang mengakibatkan stres air sehingga meningkatkan perkembangan embrio selama kultur in vitro. Namun, Attree et al. 1995 menyatakan bahwa pada kultur yang berkepanjangan, osmotikum akan diambil oleh sel tanaman mengarah ke pemulihan osmotik. Laju pengeringan berdampak pada perkecambahan dan konversi embrio somatik menjadi plantlet. Misalnya pengeringan cepat pada immature embrio somatik dapat meningkatkan kapasitas perkecambahan Hevea, namun perkembangan lebih lanjut menjadi plantlet rendah. Sebaliknya, pengeringan lambat menyebabkan peningkatan perkecambahan dan lebih efektif dalam merangsang konversi embrio menjadi plantlet Etienne et al. 2006. Pengeringan lambat mengakibatkan akumulasi besar cadangan pati dan protein yang diperlukan untuk perkembangan lanjutan dari embrio yang belum matang dibandingkan dengan dehidrasi cepat. Oleh karena itu, pengeringan dapat digunakan untuk meningkatkan perkecambahan ketika embrio mendekati masak fisiologis Etienne et al . 2006. Selain itu, Attree et al. 1995 menekankan bahwa kemampuan untuk mengeringkan embrio somatik mengurangi biaya produksi secara besar-besaran dengan menyediakan sarana penyimpanan embrio somatik yang diproduksi secara terus menerus sepanjang tahun. Embrio somatik kemudian dapat dikecambahkan serempak untuk menyediakan benih tanaman dengan usia dan ukuran yang seragam dan kemudian menanam sesuai musim.

2.4.5 Perkecambahan embrio somatik menjadi plantlet

Perkecambahan adalah fase dimana embrio somatik tumbuh dan berkembang membentuk tunas dan akar. Umumnya dilakukan pada media dengan kandungan zpt yang sangat rendah atau bahkan pada media tanpa hormon Purnamaningsih 2002; Arnold et al. 2002. Setiap jenis tanaman membutuhkan media perkecambahan yang berbeda-beda. Pada beberapa jenis tanaman, perkecambahan embrio dapat dilakukan pada media tanpa zpt Chen Chang 2004; Gow et al. 2009; Nhut et al. 2006; Chung et al. 2007; Malabadi et al. 2011. Pada beberapa kultivar Dendrobium perkecambahan dapat dilakukan pada medium ½ MS tanpa zpt seperti pada D. ‘Chiangmai Pink’ Chung et al. 2007 maupun pada media dengan penambahan hormon tertentu, seperti : 1 VW dengan penambahan 100 ml L -1 air kelapa pada D. crumenatum Sw. Meesawat Kanchanapoom 2002; 2 MS yang mengandung 2.7 µM NAA pada D. candidum Zhao et al. 2008; 3 ½ MS + 2.5-5.0 µM NAA + 2.5-5.0 µM IBA pada D. nobile Song et al. 2007; 4 MS + 1.5 mg L -1 kinetin pada D. ’Serdang Beauty’ Khosravi et al. 2008; 5 ½ MS + 1 mg L -1 TDZ pada D. lineale Rolfe Hoesen et al . 2008 ; 6 ½ MS yang ditambah dengan 0.05 mg L -1 BA atau ½ MS yang ditambah dengan 150 mL L -1 air kelapa pada D. ’Gradita 31’ Winarto Rachmawati 2013; dan 7 media GM-6 1.6 g L -1 32N:10P:10K pada D. ’Zahra FR 62’ Winarto et al. 2013a.