Perkecambahan embrio somatik menjadi plantlet

25 Celiktas et al. 2010; Devi Yulianti 2010; Fulzele 2000; Su 2006; Esyanti Muspiah 2006. Klasifikasi bioreaktor digolongkan berdasarkan metode agitasi dan konstruksinya. Tipe bioreaktor yang banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman adalah unstirred buble bioreactors, buble column bioreactors, temporary immersion system dan airlift bioreactor. Tipe bioreaktor modern hanya memiliki tiga lubang, yaitu untuk inokulasi eksplan, sirkulasi udara, dan saluran media Gambar 2.7 Takayama Akita 2006; Dewir et al. 2010. Aplikasi berbagai tipe bioreaktor telah berhasil digunakan pada berbagai tanaman, seperti yang dilaporkan pada Spathiphyllum cannifolium Dewir et al. 2006, Fragaria ananassa Duch Debnath 2009, Limau madu Citrus reticula Blanco Agisimanto et al. 2012, Oncidium ‘Sugar Sweet’ Yang et al. 2010 dan Phalaenopsis Young et al. 2000 menggunakan airlift bioreactor; Nanas Escalona et al. 2003, Musa spp Aragón et al. 2010, Lessertia frutescens Shaik et al . 2010 menggunakan temporary immersion system; kentang dalam continuous immersion system Piao et al. 2003; dan Coffea canephora Robusta dalam technicall agitated bioreactor Etienne et al. 2006; Ducos et al. 2007. Berbagai tipe dan sistem bioreaktor tersebut telah mampu menghasilkan benih bermutu, dalam jumlah yang besar, lebih efektif dan efisien dibandingkan teknologi lain. a kompresor udara air compressor; b penyimpanan udara air reservoir; c perangkat pendingin udara air cooling device; d sistem penyaring udara air filter system; e pengering udara air dryer; f pengukur aliran udara air flow meter; g filter membran membrane filter; h glass sparger; i saluran media medium feeding port; j lubang udara vent; dan k pre- filter Dewir et al. 2010 Gambar 2.6. Diagram skematis komponen airlift bioreactor Salah satu sistem bioreaktor yang banyak diaplikasikan adalah airlift bioreactor Gambar 2.6. Airlift bioreactor memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya yaitu: 1 mekanismeprotokol alat lebih sederhana; 2 agitasi pengadukan merata menghasilkan pola-pola pengadukan yang seragam dan cocok untuk kultur suspensi sel tanaman; 3 pencampuran antara propagul dan media bersifat terus menerus, sehingga menyebabkan stress oksidatif 26 malformasiabnormalitas; browning, dan vitrifikasi; 4 kemungkinan propagul mengendap di bawah jika tingkat aerasi terlalu rendah; dan 5 jika kepadatan inokulum terlalu tinggi, terjadi gesekan antar sel yang menyebabkan terjadinya browning Esyanti Muspiah 2006; Dewir et al. 2010. Yang et al. 2010 menemukan bahwa airlift bioreactor lebih efisien dalam proliferasi plbs Oncidium ‘Sugar Sweet’ dibandingkan kultur cair pada tabung erlenmeyer. Pada S. cannifolium sistem ini mampu menghasilkan multiplikasi tunas terbanyak dibandingkan temporary immersion system menggunakan media MS yang mengandung 13.32 μM BA and 4.9 μM IBA Dewir et al. 2006. Aplikasi bioreaktor dilakukan untuk meningkatkan kecepatan proliferasi sel melalui aplikasi aerasi udara yang berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel. Menurut Takayama Akita 2005 pertumbuhan dan kecepatan proliferasi eksplan lebih baik dalam bioreaktor dibandingkan sistem kultur yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh penyerapan nutrisi yang optimal, ketersediaan O 2 yang cukup dan pergerakan eksplanplb yang aktif berpengaruh optimal. Oleh karena itu, sistem bioreaktor mampu menghasilkan benih bermutu dalam jumlah yang sangat besar. Selain itu, perbanyakan embrio somatik dengan sistem bioreaktor dapat menurunkan biaya produksi hingga 24 Ziv 2000. Keberhasilan perbanyakan masal tanaman menggunakan bioreaktor sangat dipengaruhi oleh: 1 tingkat aerasi, yang berpengaruh terhadap pengadukan agitasi, sirkulasi udara, dan oksigen terlarut dissolved oxygen; 2 kepadatan kulturinokulum; 3 viskositaskekentalan media; 4 komposisi media sumber karbon, zpt, dll; 5 kondisi fisik kultur pH, cahaya, suhu, dll; 6 kondisi sel fase pertumbuhan sel umur sel sejarah sel; 7 morfologi dan jenis selkalus; dan 8 genotipe Ziv 2000; Celiktas et al. 2010; Esyanti Muspiah 2006. Keberhasilan aplikasi bioreaktor dalam perbanyakan plbs ternyata juga dilaporkan pada Phalaenopsis dengan media Hyponex Young et al. 2000 dan Oncidium ‘Sugar Sweet’ pada media MS Yang et al. 2010. Selain media, kepadatan eksplan dan aerasi oksigen juga berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan proliferasi plbs. Kepadatan eksplan 15 g L -1 plbs dengan tingkat aerasi 5 vvm atau 10 g L -1 plbs dengan 10 vvm ternyata mampu meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan proliferasi plbs D. ‘Zahra FR-62’ dengan penampilan plbs yang hijau tua, segar dan remah Winarto et al. 2013a. Pada penelitian lain dilaporkan bahwa kepadatan 20 g L -1 plbs optimal untuk Oncidium ‘Sugar Sweet’ Yang et al. 2000 dan 20 g L -1 plbs dengan tingkat aerasi 2 vvm pada Phalaenopsis Young et al. 2000, sedangkan pada C. canephora 0.5-1.0 g L -1 embrio dengan 5 vvm Ducos et al. 2007.

2.8 Permasalahan Penggunaan Sistem Kultur Cair dalam Bioreaktor

Keberhasilan produksi masal benih menggunakan sistem bioreaktor juga tidak luput dari adanya masalah. Fenomena yang sering muncul adalah: 1 Pencoklatan Browning, pencoklatan kalus diduga karena adanya metabolit sekunder yang diproduksi oleh kalus. Selain itu pencoklatan juga diduga terjadi karena adanya sintesaoksidasi senyawa fenolik oleh aksi polifenol oksidase dan tirosinase yang disintesa akibat dari oksidasi jaringan akibat adanya cekaman berupa pelukaan, sebagai dampak benturan antar kaluskelompok kalus Pirttila et al. 2008; Rittirat et al. 2012