110
bersaing dalam masyarakat yang bekerja, sedangkan wanita menjadi istri dan ibu dalam keluarganya, sehingga memungkinkan laki-laki mudah terserang gangguan
mental emosional atau gangguan jantung penyakit kronis akibat kondisi tersebut. Akan tetapi dalam era saat ini, wanita tidak lagi hana melakukan peran yang bersifat
ekspresif domestic oriented namun juga dituntut oleh keadaan untuk melakukan peran yang bersifat task oriented seperti laki-laki. Oleh karena itu gangguan diatas
proporsinya menjadi lebih tinggi pada wanita. Selain itu pada penelitian Ediawati 2012 mengenai tingkat kemandirian lansia menunjukkan persentase responden
berjenis kelamin perempuan lebih tinggi daripada jumlah lansia laki-laki.
5.1.7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Disabilitas Fisik
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian disabilitas fisik pada lansia di 13 desa
di Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. Hal ini didasarkan pada analisis dengan uji chi-square diperoleh nilai p value = 0,084. Hasil ini lebih besar dari 0,05
0,0840,05, artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian disabilitas fisik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rinajumita 2011 bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan kemandirian lansia
p=0,166. Menurut penelitian yang dilakukan Sugiharti dan Heny 2011 diperoleh bahwa peluang terbesar mengalami disabilitas adalah lansia dengan pendidikan
kurang OR=1,961, yang artinya lansia dengan pendidikan kurang mempunyai peluang 1,961 kali mengalami disabilitas dibandingkan dengan lansia
berpendidikan cukup. Pendidikan kurang menurut penelitian Sugiharti dan Heny
111
adalah responden yang tidak pernah sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD, sedangkan tingkat pendidikan cukup adalah responden yang tamat SLTP, tamat
SLTA dan perguruan tinggi. Menurut Notoatmodjo 2007: 108, pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari serta memproses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang, usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan proses, dan cara. Hal ini menjadikan pendidikan yang tinggi dipandang perlu karena tingkat pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf
hidup dan membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan kejadian disabilitas fisik
disebabkan semakin tingginya tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap perilaku pola hidup sehat seseorang. Seperti konsumsi makanan sehat dan aktivitas
fisik. Sesorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi biasanya mempunyai beban pekerjaan yang tinggi sehingga tidak sempat untuk berolahraga
dan cenderung mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti junk food dan fast food.
5.1.8. Hubungan Status Perkawinan dengan Kejadian Disabiitas Fisik