105
Menurut penelitian yang dilakukan Sugiharti dan Heny 2011, lansia dengan gangguan sendi mempunyai peluang 1,477 kali untuk mengalami disabilitas
dibandingkan dengan lansia yang tidak menderita gangguan. Kelenturan, kekuatan otot, dan daya tahan sistem muskuloskeletal pada lansia umumnya berkurang,
namun pengurangan ini tidak ditemukan pada lansia yang masih sering menggerakkan tubuhnya. Hanya saja, lansia umumnya mengurangi aktivitas fisik
seiring dengan pertambahan usianya. Penurunan sistem muskuloskeletal pada lansia dapat diperparah oleh penyakit-penyakit seperti osteoartritis, reumatik, dan
penyakit yang menyerang sistem muskuloskeletal pada lansia. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa, tidak ada hubungan antara status
gangguan sendi dan tulang dengan kejadian disabilitas pada lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian Haryono 2008 bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara gangguan sendi dan disabilitas p=0,306, selain itu menurut penelitian Susanti 2010, gangguan sendi ini terbukti berpengaruh negatif terhadap kejadian
disabilitas fisik tingkat berat. Tidak ada hubungan antara gangguan sendi dan tulang dengan kejadian disabilitas fisik pada penelitian ini, disebabkan proses degenerasi
sendi cenderung mengenai sendi tertentu dan nyeri sendi yang tidak selalu timbul. Hal tersebut menyebabkan responden hanya mengeluh sedikit nyeri dan bahkan
tidak ada keluhan. Selain itu dimungkinkan karena tingkat keparahan dari responden berbeda-beda.
5.1.5. Hubungan Status Stroke dengan Kejadian Disabilitas Fisik
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status stroke dengan kejadian disabilitas fisik pada lansia di
106
13 desa di Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. Hal ini didasarkan pada analisis dengan uji chi-square diperoleh nilai p value = 0,003. Hasil ini lebih kecil dari 0,05
0,0030,05, artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu ada hubungan antara status stroke dengan kejadian disabilitas fisik. Dari hasil analisis diperoleh nilai
OR=8,585 artinya responden yang memiliki penyakit stroke memiliki risiko 8,585 kali lebih tinggi untuk mengalami kejadian disabilitas fisik dibandingkan dengan
responden yang tidak mempunyai penyakit stroke. Stroke merupakan suatu manifestasi klinik gangguan peredaran darah otak
yang menyebabkan defisit neurologik. Kelainan utama yang menyertai stroke adalah kelainan ada pembuluh darah di otak, yang mengganggu peredaran darah
sistemik tubuh. Sejalan dengan penelitian Susanti 2010 bahwa pengaruh stroke sangat nyata dalam menyebabkan terjadinya disabilitas sedang hingga berat pada
penduduk lanjut usia, yaitu peluang penduduk lansia yang mengalami stroke adalah 2,226 kali lebih besar dari penduduk lanjut usia yang tidak mengalami stroke.
Menurut Ginsberg 2005: 89, stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju namun merupakan penyebab kecacatan nomor satu.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 16 responden penderita stroke 3,0 diantaranya tidak mengalami kejadian disabilitas, hal ini disebabkan penderita
mengalami TIA Transient Ischemic Attack yaitu stroke yang berlangsung sesaat dan tidak menyebabkan gejala sisa apapun. Gejala berlangsung kurang dari 24 jam
sehingga fungsi otak yang terganggu dapat kembali normal dan mendapat penanganan medis dalam waktu kurang dari 3 jam golden period. Pada 20,9
responden yang menderita stroke dan mengalami disabilitas fisik, didapati bahwa
107
responden sudah tidak dapat beraktivitas dan banyak mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas dasar, seperti berjalan, mandi, dan makan. Saat ditemui, rata-
rata responden banyak didapati menggunakan alat bantu seperti kursi roda, kruk, bahkan bedrest.
5.1.6. Hubungan Usia dengan Kejadian Disabilitas Fisik