Hubungan Kejadian Jatuh dengan Kejadian Disabilitas Fisik

114 Oyen et al 2013 prevalensi disabilitas dan angka mortalitas lebih tinggi pada mantan perokok dan perokok berat dibandingkan dengan yang tidak pernah merokok, prevalensi rasio pada mantan perokok adalah 1,17 kali dan perokok berat 1,34 kali lebih besar dibandingkan bukan mantan perokok. Meskipun banyak penelitian yang menyatakan bahwa perilaku merokok berhubungan dengan kejadian disabilitas, variabel merokok dan disabilitas fisik lansia pada penelitian ini tidak bermakna. Menurut Cahyati 2003:128 rokok tidak berhubungan secara langsung dengan kejadian disabilitas fisik tetapi harus melalui fungsi jantung. Nikotin yang ada dalam rokok merupakan coronary vasoconstructor dan mengiritasi otot jantung. Reaksi ini diikuti dengan meningkatnya karbon monoksida dalam darah dan mengurangi suplai oksigen ke otot jantung dan dysrhytmia jantung.

5.1.10. Hubungan Kejadian Jatuh dengan Kejadian Disabilitas Fisik

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian jatuh dengan kejadian disabilitas fisik pada lansia di 13 desa di Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. Hal ini didasarkan pada analisis dengan uji chi-square diperoleh nilai p value = 0,043. Hasil ini lebih kecil dari 0,05 0,0430,05, artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu ada hubungan antara kejadian jatuh dengan kejadian disabilitas fisik. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=2,914, artinya responden yang pernah mengalami kejadian jatuh pada usia lanjut memiliki risiko 2,914 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami kejadian jatuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, lansia 115 yang mengalami kejadian jatuh adalah akibat kondisi lingkungan yang licin, pusing, kejadian mendadak tanpa disadari, dan penurunan fungsi visual. Penelitian Kane et al 1994 dalam Azizah 2011 di Amerika Serikat, lanjut usia yang mengalami patah tulang pangkal paha fractura columna femoris dan 5 akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan yang lunak yang sering yaitu subdural haematoma, memar, dan keseleo otot. Dinyatakan pula 5 lanjut usia yang jatuh akan mengalami patah tulang iga sterm, humerus tulang lengan, dan pelvis. Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah yang pendek-pendek, penurunan irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung gampang goyah, susahterlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan, seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba- tiba sehingga mudah jatuh. Penelitian ini juga memperkuat teori Azizah 2011 bahwa jatuh pada lanjut usia biasanya menimbulkan komplikasi-komplikasi, antara lain: rusaknya jaringan lunak yang terasa sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arterivena, patah tulang, hematoma, disabilitas, dan meninggal. Dalam Nugroho 2008, mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari adalah usia, imobilitas, dan mudah jatuh. Penelitian yang dilakukan oleh Krishnaswamy 2006 di India bahwa distribusi kejadian jatuh pada lansia adalah 51,5 dari total populasi sampel, kemudian 21,3 dilaporkan fraktur, dan 79,6 mengalami perlukaan pada mereka yang jatuh. Kejadian fraktur dilaporkan lebih sering terjadi pada perempuan 116 26,4 dibandingkan dengan laki-laki 16 juga pada lansia di daerah perkotaan 29,4 dibandingkan lansia di pedesaan 13,4.

5.1.11. Hubungan Medical Check Up dengan Kejadian Disabilitas Fisik