Alih Kode yang Berwujud Alih Bahasa Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa

42

BAB IV BENTUK, FAKTOR, DAN FUNGSI ALIH KODE

Pada bab ini dipaparkan bentuk, faktor, dan fungsi alih kode yang terdapat pada wacana interaksi jual-beli di pasar Johar Semarang. Pengertian bentuk dalam penelitian ini menunjuk pada kode yang berupa bahasa atau yang berupa ragam.

4.1 Bentuk Alih Kode

Dalam data penelitian yang dianalisis diperoleh hasil bahwa bentuk alih kode pada wacana interaksi jual-beli di Pasar Johar Semarang lebih banyak terjadi pada tataran tingkat tutur dan bahasa. Hal ini dapat dimengerti karena bahasa Jawa merupakan bahasa ibu sebagian masyarakat Kota Semarang. Selain itu bahasa Jawa mempunyai “kekuasaan” yang cukup tinggi dibandingkan dengan bahasa lainnya, seperti bahasa Arab atau bahasa Tionghoa. Bentuk alih kode dalam wacana interaksi jual beli di pasar Johar Semarang ada dua yaitu 1 alih kode yang berwujud alih bahasa dan 2 alih tingkat tutur ngoko ke tataran krama dan alih tingkat tutur krama ke ngoko.

4.1.1 Alih Kode yang Berwujud Alih Bahasa

Alih kode yang berwujud alih bahasa cukup banyak terdapat dalam wacana interaksi jual-beli di Pasar Johar Semarang. Alih kode tesebut dapat berupa alih bahasa yang meliputi peralihan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, dapat pula dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. 43 43

4.1.2 Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa

Alih kode dan bahasa Indonesia ke bahasa Jawa cukup banyak terdapat dalam wacana interaksi jual-beli di Pasar Johar Semarang. Peristiwa tawar menawar antara penjual dan pembeli penunjukkan adanya alih kode yang berupa perpindahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Berikut ini penggalan percakapan yang mengandung alih kode yang dipakai oleh penjual terhadap pembeli dalam tawar-menawar kerudung. 1 PENJUAL : “Makanya yang putih saja, Mba. Nggak mahal”. PEMBELI : “Cik, benar nggak boleh?” PENJUAL : memanggil pelayan “Yu, jupukna contone kudhung bordir putih.” “Yu, ambil contoh kerudung bordir warna putih.” PELAYAN : “Manggone tumpukan ngisor apa nduwur?” “Tempatnya di raktumpukan bawah atau atas?” PEMBELI : “Aku kadhung seneng banget karo kudhung iki. Yo wis lah” “Aku sudah terlanjur senang sama kudhung ini. Ya sudahlah” Penggalan percakapan di atas menampakkan peralihan kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Awalnya, penjual menggunakan tuturan bahasa Indonesia saat menjajakan dagangannya, tetapi kemudian beralih ke bahasa Jawa terutama ketika berbicara dengan pelayannya. Ini dilakukan karena keduanya memang sudah akrab sehingga tidak berjarak. Melihat penjual menggunakan bahasa Jawa, si pembelipun akhirnya mengikuti menggunakan bahasa yang sama. Ini dilakukan tentu saja untuk menyesuaikan kode yang telah digunakan lawan bicaranya agar komunikasi tetap berjalan. Penggalan percakapan 2 berikut ini mengandung peralihan alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, antara penjual dan pembeli pada saat tawar-menawar pakaian. 44 44 2 PEMBELI : “Kalau yang ini menunjuk salah satu merek setelah bertanya tentang harga dari merek-merek lain berapa pasnya?” PENJUAL : “Bu, ndak usah tonya-tanya terus soal harga. Ibu nawar dulu berapa?” PEMBELI : “Menawi sewidak pikantuk mboten?” “Kalau enam puluh ribu boleh tidak?” PENJUAL : “Tambah seprapat malih, Bu” “Tambah seperempat dua ribu lima ratus lagi, Bu” Peralihan kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dilakukan pembeli lebih disebabkan pembeli melihat gelagat “tanda-tanda“ si penjual marah yaitu dengan tuturan tidak usah tanya-tanya terus... dengan disertai intonasi yang tinggi. Melihat hal itu, pembeli menggunakan strategi tutur bahasa Jawa ragam krama sebagai alat untuk meredam kemarahan penjual. Hal ini ternyata berhasil terbukti si penjual menggunakan kode yang sama yaitu bahasa Jawa ragam krama. Berikut ini penggalan percakapan 3 yang dilakukan penjual kepada pembeli. di dalam terhadap peralihan alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Dimana penjual menawarkan dagangan kepada pembeli pada saat tawar- menawar. 3 PEMBELI 1 : “Dua ribu ya, Pak?” PENJUAL : “Wah, ya belum dapat to Mas” PEMBELI 1 : “Mbok, jangan mahal-mahal amat. Satu sepuluh ribu ya? “ PENJUAL : “Ngga ada harga segitu jaman sekarang.” PEMBELI 1 : “Mosok ora entuk pak?” “Masak tidak boleh?” PENJUAL : “Isih rugi.” “Masih rugi” Dalam percakapan itu dapat dilihat bahwa alih kode dilakukan oleh penjual dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa dalam tingkat tutur ngoko yang berbunyi isih rugi yang maknanya adalah ‘masih rugi’. Dari sejak awal cuplikan terlihat bahwa penjual menggunakan peralihan alih kode bahasa Indonesia dengan cukup 45 45 konsisten, namun demikian beralih kode pada akhir penggalan percakapan itu setelah sebelumnya pembeli menggunakan bahasa Jawa.

4.1.3 Alih Kode dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia