67
67 berlangsungnya antara pembeli dan penjual sebelumnya, karena terdapat orang
baru yang hadir.
4.2.7 Bercanda pada Pembeli
Kadang-kadang dalam wacana interaksi terdapat alih kode yang disebabkan oleh keinginan untuk menciptakan suasana humor agar komunikasi keakraban
tersebut digunakanlah pilihan-pilihan kata yang memungkinkan berkesan santai dan lucu. Biasanya keinginan untuk bergurau dengan pembeli ini
dimungkinkan bila diantara si penjual dan si pembeli sudah tidak terdapat lagi jarak hubungannya.
Seringkali ditemukan bahwa si penjual bersifat cepat akrab dengan si pembeli. Keakraban yang demikian sering pula menumbuhkan keberanian baik
penjual maupun pembeli itu untuk sedikit bergurau. Penggalan percakapan 31 mengandung tuturan yang berupa alih kode
yang dilakukan dengan bercanda oleh penjual dan pembeli dalam tawar-menawar. Penjual dan pembeli kadang-kadang menggunakan humor seakan-akan pembeli
sudah kenal baik dengan penjual pada saat tawar-menawar sepatu anak. 31
PEMBELI : “Lha pase pinten?”
: “Lha pasnya berapa ?’ PENJUAL :
“Nggih pun kalih njenengan satus kalih, Bu. ‘Ya sudah kepada Anda seratus dua, Bu.’
PEMBELI : “Wis, siji telung puluh, Pak”
‘Sudah, satu tiga puluh ribu, Pak” PENJUAL : “Waah, nek mung siji mengko putrane njenengan
malah repot. Nganggo sepatu mung siji.” ‘Waah, kalau hanya satu nanti anak Anda malah
repot.” “Masak pakai sepatu hanya satu maksudnya sebelah’
68
68 Gurauan penjual sepatu Waah, nek mung siji mengko putrane njenengan malah
repot. Nganggo sepatu kok mung siji’ yang maknanya kurang lebih adalah ‘Nanti anak ibu repot kalau memakai sepatu hanya satu sebelah’ adalah alih kode yang
dilakukan oleh penjual. Penjual mengungkapkan kode itu semata mata karena is ingin bergurau dengan si pembeli karena penggalan percakapan yang telah
terbangun selama terjadi percakapan sudah cukup baik. Dengan beralih kode ke dalam bahasa Jawa dalam tingkat tutur ngoko yang dilakukan oleh si pembeli,
maka si penjual menyesuaikan pula dengan beralih kode ke dalam bahasa Jawa dalam tingkat tutur ngoko.
Penggalan percakapan 32 berikut mengandung tuturan yang berupa alih kode dipakai oleh penjual dengan bercanda pada pembeli agar pembeli tertarik
dengan dagangan yang ditawarkan oleh penjual pada saat tawar-menawar barang berupa pakaian.
32 PEMBELI : “Naik? Kemarin saja masih boleh. Barangnya sama
dengan yang ini.” PENJUAL : “Wingi rak dinten Setu Mbak, saniki kan dinten Minggu
dadose nggih pun beda.” PEMBELI : “Ini sama dengan yang ini ?”
PENJUAL : “Ya. Sama” Penggalan percakapan penjual yang bernada canda adalah Wingi rak dinten setu
Mbak, sak niki dinten Minggu dadose nggih pun beda adalah alih kode yang dilakukan oleh penjual karena ia bermaksud ingin bergurau dengan mitra tuturnya
penjual sebagai ajakan untuk berhumor saja. Penggalan percakapan 33 berikut mengandung tuturan yang berupa alih
kode yang disebabkan penjual bercanda dengan pembeli dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh kedua belah pihak pada saat tawar-menawar celana.
69
69 33
PEMBELI : “Celana pendek iki regane piro, pak ?”
“Celana pendek ini harganya berapa Pak ? dengan
yang ini.”
PENJUAL : “Rong puluh ?” “Dua puluh ribu ?”
PEMBELI : “Ora entuk kurang” “Apa nggak boleh kurang”
PENJUAL : “Tak kurangi sithik ?”
“Nanti ku kasih korting sedikit ?” PEMBELI :
“Lha pase pinten ?” “Lha pasnya berapa ?”
PENJUAL : “Nek ngaten mboten saged tawa, Bu ?” “Kalau begini tidak bisa dapat menjajakan, Bu”
PEMBELI : “Ya isa wae, Kolo wau ya mung separo” “Ya dapat saja. Tadi juga hanya separo”
PENJUAL : “Nek paronan mengko malah sowek” “Kalau separuh manti bisa sobek”
Penggalan percakapan yang berbunyi nek paronan mengko malah sowek di mana makna tersebut berbunyi kalau separoh nanti bisa sobek, merupakan alih kode
yang dilakukan penjual semata-mata karena ingin bergurau dengan pembeli.
4.2.8 Basa-Basi Penjual pada Pembeli