Kejengkelan Pembeli pada Penjual

55 55 Karena marah si penjual melakukan alih kode pada penggalan percakapan menunjukkan bahwa penjual sudah merata “melayani” pembeli dengan baik melalui tuturan krama dengan harapan pembeli mau membeli dagangannya. Akan tetapi pembeli membandingkannya dengan penjual yang lainnya, maka penjual marah dengan cara beralih kode dan intonasinya tinggi.

4.2.2 Kejengkelan Pembeli pada Penjual

Kemarahan ternyata tidak hanya menjadi monopoli para penjual, para pembeli pun bisa marah. Akibat rasa jengkel ini pula yang menyebabkan para pembeli melakukan alih kode. Perubahan penggunaan satu kode lain sejalan dengan perubahan emosi seseorang ke perasaan. Pembeli dapat merasa jengkel jika penjual menawarkan barang dengan harga yang menurut penilaian pembeli terlalu mahal. Bisa juga karena pelayanan penjual terhadap pembeli dirasa kurang baik. Percakapan penggalan alih kode yang disebabkan pembeli merasa jengkel terhadap penjual. Pembeli merasa jengkel karena kesabaran yang dimiliki pembeli habis setelah beberapa kali menawar, tetapi tidak berhasil. Penggalan percakapan berikut mengandung tuturan yang berupa alih kode yang disebabkan kejengkelan pembeli terhadap penjual, pada saat tawar–menawar pakaian. 16 PENJUAL : “Nggih dereng saged” “Ya belum bisa boleh” PEMBELI : “Lha terus pinten?” : “Lha terus berapa?’ PENJUAL : “Wah, nek ngaten niki kulo mboten isa kirang.” “Wah, jika begini ini saya tidak dapat kurang.” PEMBELI : “Moso ora iso. Kae mau ya mung separone.” PENJUAL : “Oh ... nggih tetep mboten pareng.” “Masa tidak bisa. Tadi juga hanya separuhnya. “ ‘Oh ... ya tetep tidak boleh” 56 56 PEMBELI : “Yo wis nek ora entuk” sambil pergi meninggalkan lokasi ‘Ya, sudah jika tidak boleh’ Penggalan percakapan 16 menunjukkan si pembeli melakukan alih kode karena merasa jengkel kepada penjual. Alih kode yang di maksud adalah dari bahasa Jawa dalam tingkat madya ke dalam bahasa Jawa dalam tingkat ngoko, seperti pada percakapan : Masa ora iso Kae mau yo mung separone, dan Yo wis nek ora entuk. Penggalan alih kode yang disebabkan oleh faktor kejengkelan pembeli misalnya terjadi pada saat antara si penjual dengan si pembeli tidak terjadi kesepakatan harga dan si penjual mengatakan bahwa harga yang ditawar pembeli itu merupakan harga dari barang yang lebih rendah kualitasnya, lebih kecil ukurannya. Pada saat yang demikian si pembeli dapat juga merasa jengkel kepada si penjual karena terkesan disepelekan. Penggalan percakapan 17 mengandung tuturan - yang berupa alih kode yang disebabkan kejengkelan pembeli pada penjual, pada saat tawar – menawar jahe rempah-rempah 17 PEMBELI : “Mbah, jahe Mbah” “Nek, jahe, Nek” PENJUAL : “Pinten, Nok” ‘Berapa, nok ?” panggilan terhadap wanita yang masih gadiskecil PEMBELI 1 : “Piro” bertanya kepada temannya Berapa?’ PEMBELI 1 : “Limang atos mawon, Mbah.” Lima ratus rupiah saja, Nek’ PENJUAL : “Tuku jahe kok limang atus. Apa ora ngerti rego to nok?” “Beli jahe kok lima ratus rupiah. Apa kamu tidak tahu harga to nok?” 57 57 PEMBELI : “Kuwi nek entuk. Nek ora entuk yow is ” sambil bergegas meninggalkan tempat si penjual rempah- rempah. ‘Itu kalau boleh. Kalau tidak ya sudah.” Penggalan percakapan 17 menggambarkan bahwa pembeli jengkel. Akibat dikatakan sebagai orang yang tidak tahu perkembangan harga jahe, pembeli merasa jengkel. Pembeli merasa bahwa dia mempunyai hak untuk membeli, menawar, termasuk menentukan jumlah barang yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan. Puncak kejengkelan pembeli dengan bergegas meninggalkan tempat tersebut. Penggalan percakapan 18 mengandung tuturan yang berupa alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang disebabkan penjual merasa jengkel terhadap pembeli karena faktor kejengkelan penjual pada pembeli pada saat tawar-menawar. 18 PEMBELI : “Ini sama dengan yang ini ?” ‘Nek, jahe, Nek’ PENJUAL : “ya, sama” PEMBELI : “Iki limang ewu ya pak ya ?” “Ini Rp. 5.000,- ya pak ya ?” PENJUAL : “Arep tuku piro ?” “Mau beli berapa ?” Penggalan percakapan 18 yang berbunyi arep tuku piro ? artinya akan membeli berapa dalam percakapan tersebut merupakan alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. si penjual beralih kode demikian karena pembeli terkesan tidak benar-benar ingin membeli barangnya.

4.2.3 Maksud tertentu Pembeli