Kodifikasi Klausul MFN oleh International Law Commision ILC

2. Kodifikasi Klausul MFN oleh International Law Commision ILC

Pada tahun 1964, International Law Commission ILC memulai sebuah proyek untuk mempersiapkan satu set rancangan undang-undang mengenai klausul MFN. Ide untuk proyek tersebut awalnya berasal dalam konteks karya ILC sebelumnya mengenai hukum perjanjian internasional, dan seperti yang tercantum dalam pendahuluan draft article, klausulMFN harus diinterpretasikan sehubungan dengan hukum perjanjian dalamVienna Convention on the Law of Treaties 1969 VCLT. Dalam menentukan kelanjutan proyek tersebut, ILC mengakui betapa pentingnya perlakuan MFN dalam hukum internasional dan dengan mempersiapkan “Draft on Most-Favoured-Nation” di tahun 1978, ILC merekomendasikan General Assembly of the United Nations UNGA untuk mengadopsi suatu Convention, yang belum pernah dilakukan atau dibuat sebelumnya. Instrumen ini dilakukan untuk mengkodifikasi dan mengembangkan penggunaan klausul MFN yang menghubungkan perjanjian-perjanjian antar negara. 43 Draft Article MFN, mengatur mengenai masalah-masalah seputar MFN, mulai dari definisi definition, lingkup aplikasi MFN scope of application, pengaruh atau akibat yang berasal dari klausul MFN effects deriving from the conditional or unconditional character of the clause, sumber perlakuan MFN source of treatment, dan pengakhiran termination ataupun penundaan suspension. 44 ILC bertujuan untuk, “apply to most-favoured-nation clauses contained in treaties between States” Article 1. Klausul MFN, sebaliknya, didefinisikan sebagai 43 UNCTAD MFN, op.cit., hal 12 44 Report of the Commission to the General Assembly on the work of its thirtieth Session” UN Doc. A3310 in Yearbook of the International Law Commission 1978, para. 62 “treaty provisions whereby a State undertakes an obligation towards another State to accord most-favoured-nation treatment in an agreed sphere of relations” Article 4 yang artinya, dalam pasal tersebut MFN merupakan salah satu klausul dalam perjanjian dimana suatu negara melalukan sebuah kewajiban terhadap negara lain dengan memberikan perlakuan MFN dalam hubungan yang telah disepakati. Yaitu dalam Pasal 5 dijelaskan “treatment accorded by the granting State to the beneficiary State, or to persons or things in a determined relationship with that State, not less favorable than treatment extended by the granting State to a third State or to persons or things in the same relationship with that third State” yang artinya perlakuan yang diberikan oleh granting state kepada beneficiary state atau kepada orang tertentu yang ditentukan dalam hubungan yang ditentukan dengan Negara tersebut, tidak kurang menguntungkan daripada perlakuan diperluas oleh granting states ke third states atau orang atau badan atau hal-hal dalam hubungan yang sama dengan third states. 45 Sesuai dengan putusan ICJ dalam kasus Anglo-Iranian Oil Company, Draft Article MFN mengklafikasikan dasar hukum dari perlakuan MFN, “arises only from the most-favoured-nation clause ... in force between the granting State and the beneficiary” dan “the most-favoured-nation treatment to which the beneficiary State, for itself or for the benefit of persons or things in determined relationship with it, is entitled under a clause ... is determined by the treatment extended by the granting State to a third State or persons or things in the same relationship with that third State” Article 8. “The 45 Stephan W, Schill, op.cit., hal 135 right arises at the moment the more favorable treatment is extended to the third State” Article 20 Pasal 9 dan 10 menjabarkan aturan-aturan akan interpretasi dalam hal menentukan apakah perlakuan tertentu oleh granting states jatuh dalam lingkup dari aplikasi klausul MFN. Maka, Article 91 mengklarifikasikan bahwa “the beneficiary State acquires, for itself or for the benefit of persons or things in a determined relationship with it, only those rights which fall within the limits of the subject-matter of the clause.” Sementara Article 101 menegaskan bahwa “only if the granting State extends to the third State treatment within the limits of the subject matter of the clause” yang artinya, hanya apabila granting states memperluas MFN sampai ke third states dalam batas perihal-perihal yang diatur dalam klausul. Maka, begitu beneficiary state memperoleh perlakuan yang lebih menguntungkan dalam klausul MFN. Setelah ILC merekomendasikan adopsi dari Draft Article sebagai konvensi multilateral kepada Majelis Umum PBB, dimana keputusan tersebut diadopsi pada tanggal 9 Desember 1991, menyebabkan Draft Article mendapatkan perhatian dari negara-negara anggota dan organisasi-organisasi antar-pemerintah untuk menjadi pertimbangan mereka dalam kasus tersebut dan sejauh mana mereka anggap tepat. Namun, aturan-aturan MFN tersebut tidak mendapat dukungan untuk menjadi suatu instrumen hukum yang mengikat. Draft Article memiliki nilai tersendiri sebagai bantuan untuk penafsiran klausul MFN, termasuk juga dalam perjanjian investasi. Draft Article dipahami oleh ILC berlaku untuk klausul MFN pada umumnya. Dengan demikian, studi ILC memahami bahwa klausul MFN merupakan sebagai lembaga hukum yang melampaui lingkup perdagangan internasional, khususnya untuk pengoperasian klausul di bidang lain sebanyak mungkin. 46 Selanjutnya, Draft Article akan dianggap sebagai pedoman untuk penafsiran klausul MFN. Jadi, bahkan jika Draft Article telah resmi diadopsi oleh negara-negara sebagai perjanjian internasional,maka perjanjian ini hanya akan sebagai suatu intrsumen mengenai intrepretasi klausul MFN agar berkontribusi, dalam konteks ini, lebih stabilitas hukum dan prediktabilitas. 47 Akhirnya, alasan utama mengapa Draft Articles tidak pernah diambil lebih lanjut berkaitan dengan perbedaan pendapat bukan tentang penafsiran prinsip umum yang Draft Article tetapkan, namun lebih kedua isu yang lebih sempit. Perselisihan tersebut, di satu sisi, mengenai hubungan antara klausul dan kebiasaan perjanjian perdagangan masing-masing daerah, dan, di sisi lain, hubungan antara klausul MFN dan sistem pilihan terhadap negara berkembang. Mengingat fakta bahwa kedua isu terkait perdagangan ini sementara ditangani dalam kerangka WTO, ILC memutuskan pada tahun 2007 untuk membentuk Working Group untuk meneliti kemungkinan kembali mengingat topik, khususnya masalah interpretasi klausul MFN dalam perjanjian investasi. 48 Working Group, selanjutnya, menyimpulkan bahwa the Commission could play a useful role in providing clarification on the meaning and effect of the most-favored- nation clause in the field of investment agreements ... building on the past work of the Commission on the most-favoured- nation clause.” Artinya, ILC bisa memainkan peran 46 Ibid, hal 137 47 Report on the Most-Favoured-Nation Clause, 30 ILC Ybk., vol. II, Part One, p. 1, para. 328 1978. 48 Stephan W. Schill, op.cit.,hal.138 yang berguna dalam memberikan klarifikasi tentang arti dan akibat dari klausul MFN di bidang perjanjian investasi. “therefore recommend[ed] that the topic of the most- favoured-nation clause be included in the long-term programme of work of the Commission” artinya, oleh karena itu, merekomendasikan topik klausul MFN dimasukkan dalam program jangka panjang kerja ILC melalui pendirian Working Group yang akan mempelajari, antara lain, State practice dan yurisprudensi dalam klausul MFN sejak tahun 1978 dan masalah yang timbul dari perjanjian investasi. 49 Working Group menekankan karya sebelumnya ILC mengenai klausul MFN, sebagai informasi, pemahaman dan bagaimana interpretasi dari klausul MFN terutama dalam perjanjian investasi internasional. Konsekuensinya, Draft ArticlesMFNumumnya dianggap menjadi sebagai suatu penunjuk atau menjadi State Practice dan opinio juris dalam pemahaman umum dan penafsiran akan klausul MFN dalam perjanjian internasional. Mengabadikan apa yang dianggap sebagai makna sebenarnya dari klausul MFN dalam Article 31 VCLT. Singkatnya, Draft Articles mendukung pemahaman klausul MFN seperti biasanya meliputi perlakuan MFN yang tak bersyarat, dimulai melalui fungsi umum dan secara langsung menggabungkan perlakuan yang lebih baik ke dalam basic treaty, dan membuang beberapa argumen sering digunakan untuk melawan penerapan klausul MFN, yang tidak berperan dalam penerapan dan interpretasi klausul. Selain itu, sebagai pengembangan dari klausul MFN dalam State practice serta Draft Articles umumnya dipahami secara luas dan mendukung multilateralisme sebagai paradigma atas hubungan internasional. Dorongan ini 49 Report on the Most-Favoured-Nation Clause, op.cit., para 6 merupakan aplikasi dan interpretasi dari klausul MFN dalam perjanjian investasi internasional. 50

3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum yang Mengatur Prinisp MFN a. Prinsip Res Inter Alios Acta