Klausul MFN dalam Billateral Investment Treaty BIT

prinsip yang paling penting dalam GATT. 71 Kemudian, perlakuan MFN dibuat menjadi salah satu kewajiban dasar dari kebijakan komersial pada Havana Charter yang mewajibkan para negara anggotanya untuk mengambil tindakan–tindakan yang menghindari diskriminasi antar para investor asing. 72 Pencantuman klausul MFN kemudian menjadi praktek umum dalam perjanjian bilateral, regional dan multilateral yang berkaitan dengan investasi setelah Havana Charter gagal diberlakukan. 73

C. Klausul MFN dalam Billateral Investment Treaty BIT

Pandangan hukum modern dalam hukum investasi internasional dibentuk oleh jumlah impresif perjanjian bilateral antara negara-negara mengenai masalah investasi, yangmana disebut dengan Bilateral Investment Treaties BIT. BIT merupakan perjanjian antara dua negara mengenai kerja sama dan perlindungan investasi oleh individu ataupun pelaku bisnis dari pihak yang melakukan perjanjian. Dalam BIT secara umum menjelaskan mengenai investasi, prosedur-prosedur masuknya investasi ke suatu negara, menentukan bentuk kompensasi investasi yang layak untuk diambil alih, menyediakan bebas biaya transfer, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa baik untuk individu maupun negara dan prinsip-prinsip national treatment, MFN, dan fair-and equitable treatment. BIT merupakan sumber utama hukum investasi 71 World Trade Organization, Understanding the WTO: Basics: Principle of the Trading System, http:www.wto.orgenglishthewto_ewhatis_etif_efact2_e.htm terakhir kali dikunjungi 5 Maret 2015 72 Interim Commission for The International Trade Organization, Final Act and Related Documents United Nations Conference on Tra de and Employment held at Havana, Cuba, from November 21, 1947 to March 24, 1948, Art. 12 par. 2aii http:www.wto.orgenglishdocs_elegal_ehavana_e.pdf, diakses tanggal 26 Maret 2015. 73 Oganisation for Economic Co-operation and Development OECD Directorate for Financial and Enterprise Affairs,op.cit.,hal. 3 internasional. BIT bertujuan untuk menarik dan meningkatkan investasi asing di suatu negara. 74 menyediakan perlindungan bersamaterhadap investor. Misalnya, ketika negara A membuat perjanjian bilateral dengan negara B, investor dari negara A memiliki beberapa perlindungan akan investasinya di negara B, dan investor dari negara B juga memiliki perlindungan yang sama akan investasinya di negara A. sesuai dengan namanya, perjanjian bilateral dibuat oleh dua negara, tapi negara A boleh menjadi pihak dari 30 atau 40 BIT, di setiap negara yang berbeda. 75 Sebagai contoh, “Treaty between the United States of America and the Argentine Republic concerning the encouragement and reciprocal protection of investment.” Yaitu, perjanjian antara Amerika dengan Argentina mengenai perlindungan timbal balik FDI. BIT adalah dasar atau landasan dari perlindungan penanaman modal asing dalam hukum internasional. Pada akhir tahun 2009, 2750 BIT telah dibuat dan telah berlaku. 76 Menurut UNCTAD, sudah terdapat 179 negara yang telah menanda tangani setidaknya satu BIT. Hukum kebiasaan internasional tidak mengatur mengenai sejauh mana perlindungan penanaman modal asing. Ini berarti dalam melakukan interpretasi terhadap suatu BIT, maka hukum yang harus digunakan adalah hukum internasional, tepatnya Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 VCLT. Landasan hukum arbitrase dalam menginterpretasikan BIT terdapat dalam Pasal 31 VCLT menentukan aturan umum interpretasi perjanjian. Pasal 31 VCLT mewajibkan perjanjian di 74 Jeswald W. Salacuse Nicholas P. Sullivan, “Do BITs Really Work?: An Evaluation of Bilateral Investment Treaties and Their Grand Bargain”, 46 hArv. Int’l l.J. 67, 111–12 75 Margaret L. Moses, The Principles and Practice of International Commercial Arbitration, United Kingdom, Cambridge University Press, 2008, hal 229 76 Jan Peter Sasse, An Economic Analysis of Bilateral Investment Treaties, hal 48 interpretasikan tidak hanya sesuai dengan arti yang sebenarnya, tetapi juga harus di interpretasi sesuai dengan “objects and purpose” atau maksud dan tujuan dalam perjanjian tersebut. 77 Maksud dan tujuan umumnya terkandung dalam preambul, dimana memang ini tidak menekankan kewajiban, tapi ketika dilihat melalui pasal klausul MFN, dapat menjadi suatu kewajiban untuk memperlakukan negara pihak dalam perjanjian sama dengan negara pihak ketiga. 78 Sesuai dengan pasal 31 VCLTyang menyatakan: 79 1. A treaty shall be interpreted in good faith in accordance with the ordinary meaning to be given to the terms of the treaty in their context and in the light of its object and purpose. 2. The context for the purpose of the interpretation of a treaty shall comprise, in addition to the text, including its preamble and annexes: a any agreement relating to the treaty which was made between all the parties in connection with the conclusion of the treaty; b any instrument which was made by one or more parties in connection with the conclusion of the treaty and accepted by the other parties as an instrument related to the treaty. 3. There shall be taken into account, together with the context: a any subsequent agreement between the parties regarding the interpretation of the treaty or the application of its provisions; b any subsequent practice in the application of the treaty which establishes the agreement of the parties regarding its interpretation; c any relevant rules of international law applicable in the relations between the parties. 4. A special meaning shall be given to a term if it is established that the parties so intended. Maksud dari pasal diatas menyatakan bahwa suatu perjanjian harus diinterpretasikan dengan i’tikad baik sesuai dengan maksud yang sebenarnya dalam hal perjanjian dipandang dari tujuan dan maksud perjanjian tersebut. Terkait dengan klausul MFN, 77 Stephanie L. Parker, “ A BIT at a Time: The Proper Extension of the MFN Clause to Dispute Settlement Provisions in Bilateral Investment Treaties”, The Arbitration Brief 2, no. 1, 2012 hlm. 51 78 Ibid 79 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, Pasal 31 interpretasi klausul MFN harus diartikan sesuai dengan maksud dan tujuan sebenarnya klausul MFN tersebut. Pasal 32 VCLT: 80 “Recourse may be had to supplementary means of interpretation, including the preparatory work of the treaty and the circumstances of its conclusion, in order to confirm the meaning resulting from the application of article 31, or to determine the meaning when the interpretation according to article 31: a leaves the meaning ambiguous or obscure; or b leads to a result which is manifestly absurd or unreasonable.” Maksud dari Article 32 dari VCLT diatas yaitu mengatur adanya necessary “out” bagi arbitral tribunal untuk meghindari penggunaan klausul MFN demi menciptakan juridiksi. Pasal 32VCLT yaitu diperbolehkan melakukan analisis atas intention dari contracting States suatu perjanjian jika hasil dari penafsiran yang telah dilakukan sama dengan Pasal 31 VCLT masih belum jelas dan janggal atau meninggalkan hasil yang tidak masuk akal. Arbitral tribunal hanya perlu melihat Article 32 sebagai jalan keluar yang ideal jika timbul pertanyaan tentang klausa MFN untuk alasan yang tidak masuk diakal. 81 Perkembangan hukum investasi internasional di abad ke 20, telah membentuk lapangan baru untuk klausul MFN dimana pada saat itu klausul MFN baru saja memiliki peran yang penting dalam pengaturan mengenai tarif. Disaat perjanjian memakan waktu yang lama untuk renegosiasi, negara dengan perjanjian investasi yang tidak termasuk klausul MFN beresiko untuk menghambat para investornya akan perjanjian yang akan digantikan oleh perjanjian yang lebih menguntungkan yang telah 80 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, Pasal 32 81 Stephanie L. Parker, op.cit.,hal 53 di negosiasikan oleh negara-negara lainnya. 82 Tentunya, sebagaimana kewajiban untuk menyediakan perlakuan MFN hanya muncul dari perjanjian-perjanjian, itu tidak lagi sampai hukum investasi internasional datang yang di dominasi oleh perjanjian- perjanjian yang klausul MFN memperoleh kepentingannya dalam bidang tersebut. Biasanya, investor-investor asing sudah dilindungi melalui operasi hukum kebiasaan internasional yang memiliki kebebasan yang terbatas dari host states dalam perlakuan mereka terhadap investor-investor asing. MFN merupakan suatu klausul yang umumnya dimasukkan dalam BIT. 83 BIT yang pertama dibuat antara Jerman dan Pakistan di tahun 1959 dan dalam BIT tersebut termasuk klausul MFN di dalamnya.Klausul MFN merupakan variasi yang sangat besar dan luas. Terdapat empat tipe dari klausul MFN yang terkandung dalam BIT. Pertama, klausul yang secara eksplisit menegaskan bahwa perlakuan MFN dapat diterapkan ke ketentuan penyelesaian sengketa. 84 Kedua, klausul dengan arti yang luas Broad Clause yaitu mengacu secara umum dengan kata-kata “all matter,” “all rights”, atau “treatment,” tanda menyatakan ketentuan penyelesaian sengketa. 85 Ketiga, tipe klausul 82 Tony Cole, The Boundaries of Most Favoured Nation Treatment in International Investment Law, Michigan Journal of International Law volume 33, 2012 hal. 553-554 83 M Sornarajah, op.cit., hal 205 84 Agreement Between the Government of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland and The Government of [Country] for the Promotion and Protection of Investments, art. 33 2005 amended 2006 U.K. Model BIT, reprinted in zAchAry DouGlAs, the InternAtIonAl lAW oF Investment clAIms 559 2009 clarifying that the most-favored-nation clause applies to each article contained in the treaty. 85 Plama Consortium Ltd. v. Republic of Bulgaria, ICSID Case No. ARB0324, Decision on Jurisdiction Feb. 8, 2005, 20 ICSID rev. 262 2005 “treatment which is not less favorable”; Maffezini v. Kingdom of Spain, ICSID Case No. ARB977, Decision on Jurisdiction Jan. 25, 2000, 5 IcsID rep. 396 2002 “all matters relating to”. yang berarti sempit Narrow Clauseyang mungkin mengandung non-exhaustive lists - yang tanpa membuat acuan yang spesifik dalam hal ketentuan penyelesaian sengketa. 86 Meskipun di beberapa perjanjian klausul MFN akan dibatasi dalam pengoperasiannya terhadap pasal-pasal tertentu, sangat banyak klausul MFN dalam BITs yang di generalisasi janji-janji akan perlakuan MFN berkaitan dengan seluruh bidang yang di tangani oleh BIT, kadang dimodifikasi dengan batasan-batasan tertentu. MFN. 87 Berikut adalah contoh-contoh BIT yang mengandung MFN treatment: 88 Mexico-United Kingdom BIT 2006 Article 4 National Treatment and Most-Favoured-Nation Provision 1. Neither Contracting Party shall in its territory subject investments or returns of investors of the other Contracting Party to treatment less favourable than that which it accords, in like circumstances, to investments or returns of its own investors or to investments or returns of investors of any third State 2. Neither Contracting Party shall in its territory subject investors of the other Contracting Party, as regards the management, maintenance, use, enjoyment or disposal of their investments, to treatment less favourable than that which it accords, in like circumstances, to its own investors or to investors of any third State. Australia-Uruguay BIT 2002 Article 4 Most-favoured-nation provision Each Party shall at all times treat investments in its own territory on a basis no less favourable than that accorded to investments of investors of any third country, provided that a Party shall not be 86 North American Free Trade Agreement NAFTA art. 11031–2, U.S.-Can.-Mex.,Dec. 17, 1992, 107 Stat. 2057, 32 I.L.M. 289 1993 providing non-exhaustive lists of specific situations in which most-favored-nation treatment should be accorded to investors and investments, without mentioning dispute settlement mechanisms. 87 Tony Cole,op.cit., hal. 557 88 UNCTAD MFN,op.cit., hal. 39,40,45 47 obliged to extend to investments any treatment, preference or privilege resulting from: [...]. [Emphasis added] Czech Republic-Paraguay BIT 2000 Article 4 National and Most-Favoured-Nation Treatment [...] 3. The treatment of the most favored nation, shall not be applied to the privileges which one Contracting Party grants to the investor of a third State in pursuance of its participation to a free trade zone, customs union, similar international agreements to such unions or institutions, common market, monetary unions or other forms of regional agreements to which each Contracting Party is a party or may become a party. 4. The treatment granted by this Article does not refer to the advantages that one of the Contracting Parties grants to the investor of a third State as a result of an agreement to avoid the double taxation or other agreements relating to taxation matters.[...]

BAB III PERSETUJUAN CONSENT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

INVESTASI MELALUI ICSID A. Persetujuan consent dalam Penyelesaian Sengketa Investasi melalui Arbitrase atau Pengadilan Internasional Dalam penyelesaian sengketa investasi, arbitrase selalu berdasarkan dari perjanjian yang dibuat antara para pihak. 89 Persetujuan consent dalam penyelesaian sengketa ke arbitrase internasional merupakan hal yang indispensable atau sangat dibutuhkan sebagai tribunal’s jurisdiction atau sebagai yuridiksi dalam arbitrase. Penyertaan dalam perjanjian investasi merupakan peran penting untuk tribunal’s jurisdiction tetapi tidak dapat satu pihak saja membuat suatu yuridiksi sendiri. Sebaliknya, kedua belah pihak harus menyatakan persetujuan mereka. 90 Sehingga, para pihak harus memberikan persetujuan mereka terlebih dahulu untuk memungkinkan arbitral tribunal mendengarkan dan memutuskan perkara mereka. 91 Didalam IIAs, perjanjian internasional yang dibuat diantara negara, hanya melibatkan negara saja bukan investor dalam memberikan persetujuan mereka ke arbitrase dalam perjanjian yang dibuat oleh negara. Menurut, universitas-universitas terkemuka, klausul dalam IIAs yang menunjukkan a unilateral offer of consent ke arbitrase oleh contracting States, hanya dapat diterima oleh pihak lain yang bersengketa yaitu dalam hal ini, investor. Investor umumnya menyatakan persetujuannya ke 89 UNCTAD consent,op.cit.,hal.5 90 Christoph Schreuer,op.cit.,hal 1 91 UNCTAD ISDS, op.cit.,hal.31