Pengertian Amr Ma’ruf Dan Nahi Munkar

munkar hanya menjadi ucapan saja di kalangan umat Islam sendiri, atau di saat yang lain amr ma’ruf dan nahi munkar diselewengkan secara pemahaman sehingga terdengar dan terlihat bahwa amr ma’ruf dan nahi munkar adalah hal yang sangat mengerikan. Amr ma’ruf dan nahi munkar adalah sebuah perintah yang ditetapkan oleh Allah dan menjadi sebuah alasan kenapa Islam bisa dikenal di dunia ini khusunya di bumi Indonesia yang kita cintai ini. Seharusnya amr ma’ruf dan nahi munkar bukan hanya menjadi sebuah definisi yang dijadikan hiasan dan penambah ilmu pengetahuan saja, akan tetapi diperlukan juga action oleh kita yang mengaku beragama Islam. Penulis menuangkan prolog amr ma’ruf dan nahi munkar bukan untuk mendiskriditkan Islam, melainkan karena rasa cinta terhadap Islam. Di antara alasan penulis menuangkan ini pula adalah karena penulis jenuh dengan fakta yang terjadi yang justru menjadikan amr ma’ruf dan nahi munkar dianggap suatu hal yang salah di hadapan khalayak umum. Marilah kita perbaiki citra Islam ini dengan melaksanakan amr ma’ruf dan nahi munkar sesuai pada tempatnya.

a. Pengertian Amr Ma’ruf Dan Nahi Munkar

Sebelum masuk pada pengertian amr ma’ruf dan nahi munkar, sebaiknya kita pahami dahulu apa itu amr dan nahi. Menurut Ensiklopedi al- Qur’an, amr ma’ruf nahi munkar merupakan istilah yang terdiri dari empat kata: amr, ma’ruf, nahi, dan munkar. 23 Istilah amr ma’ruf nahi munkar cukup populer di Indonesia. Sebenarnya istilah itu terdiri dari dua pengertian penting, yakni ma’ruf dan munkar. Tetapi sebagai kata yang berdiri sendiri, dua kata itu kurang dikenal. 24 Makanya dalam penggunaan sehari-hari, ia lebih populer dengan ungkapan yang menyatu, yaitu amr ma’ruf nahi munkar. 23 Munawir Sjadzali dan Chamamah Soeratno eds., Ensiklopedi al- Qur’an; Dunia Islam Modern, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002, h. 157. 24 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al- Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 1996, Cet. I, h. 618. Kata amr berakar pada kata kerja amara- ya’muru- amran yang artinya menyuruh, memerintah, dan mengajak. Kata ma’ruf berasal dari kata „arafa- ya’rifu yang artinya mengetahui. Ma’ruf berarti yang dikenal, yang diketahui, yang dapat dimengerti dan dapat dipahami serta dapat diterima oleh masyarakat dan yang diketahui manfaat dan kebaikannya. 25 Di dalam al- Qur’an, kata ma’ruf cukup banyak disebut. Misalnya saja, dalam surat al-Baqarah disebut 15 kali. 26 Contoh ayat yang hanya mencantumkan amr ma’ruf:         “Jadilah Engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. ” Q.S. al- A’raf7: 199. Sedangkan kata nahi berasal dari kata naha- yanha- nahyan, artinya melarang dan mencegah. Kata munkar berasal dari kata ankara- yunkiru, yang artinya mengingkari dan menolak. Munkar berarti sesuatu yang tidak disenangi, yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patuh, tidak pantas dan tidak selayaknya dilakukan oleh manusia berakal. 27 Sedangkan perkataan munkar disebut sebanyak 37 kali di dalam al- Qur’an, antara lain disebut dalam surat al-Maidah5: 78-79. 28 Ayat yang khusus memuat nahi munkar adalah sebagai berikut:                                25 Ensiklopedi al- Qur’an; Dunia Islam Modern..., h. 157. 26 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al- Qur’an..., h. 626. 27 Ensiklopedi al- Qur’an; Dunia Islam Modern..., h. 157 28 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al- Qur’an..., h. 634. “Telah dilanati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. ” Q.S. al-Maidah5: 78-79 Secara umum definisi amr dan nahi adalah sebagaimana yang dituliskan oleh al-Imam Jalaluddin al-Mahally dalam kitabnya al- Waraqât sebagai berikut: 29 “ Tuntutan yang sifatnya wajib untuk melaksanakan sebuah perbuatan dari yang posisinya lebih tinggi kepada yang posisinya lebih rendah”. 30 “ Tuntutan yang sifatnya wajib untuk meninggalkan sebuah perbuatan dari yang posisinya lebih tinggi kepada yang posisinya lebih rendah”. Dari kedua definisi di atas mungkin terlintas di dalam pikiran kita bahwa kalimat “posisi” menggambarkan dalam Islam tertanam doktrin penindasan terhadap yang lebih rendah derajatnya. Padahal jika kita pahami lebih mendalam, kita dapat memahami apa arti dari kalimat “posisi” tersebut. Sebenarnya kalimat tersebut lebih menunjukkan tentang perbuatan yang diperintah atau dilarang tersebut bukan dari mana perintah itu dan ke mana perintah itu diberikan. Al- ‘alim al-Allâmah ‘Alâ’uddin ‘Ali bin Muhammad bin Ibrohim Al-Baghdady atau yang terkenal dengan al-Khozin mendefinisikan ma’ruf adalah “sebutan atau nama untuk setiap perbuatan yang dimengerti oleh akal dan syari’at pun menganggap perbuatan itu baik, sedangkan munkar apa saja yang dimengerti akal dan dianggap jelek oleh syari’at.” 31 29 Al-Imam Jalâluddin Al-mahally, Al-Waraqât,T.tp: Dâr Ihya Al-kutub Al- ’Arobiyyah, t.t, h. 9. 30 Al-Imam Jalâluddin Al-mahally, Al-Waraqât..., h. 10. 31 Al- ‘alim Al-allâmah ‘Alâ’uddin ‘Ali bin Muhammad bin Ibrohim Al-Baghdady, Tafsir Khozin, Beirut: Darul Fikri, 1979, Jilid I, h. 399. Dari definisi al-Baghdady, bahwa amr ma’ruf dan nahi munkar adalah perintah atau larangan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang sudah dimengerti oleh akal, baik perbuatan itu benar ataupun salah. Dan yang menganggap benar atau salah tersebut itupun bukan hak akal saja melainkan melalui penentuan dari syari’at. Sedangkan Wahbah Azzuhaily dalam Tafsir Munirnya mendefinisikan ma’ruf “dengan apa saja yang disepakati baiknya oleh akal yang sehat dan jiwa yang bersih, dan hal itu pun harus sesuai dengan yang diperintahkan menurut syara’.” Sedangkan munkar “apa saja yang diingk ari olah jiwa dan syari’at karena bertentangan dengan fitrah dan kemaslahatan manusia.” 32 Jika Al- Baghdady menggunakan kalimat “akal” saja tanpa ada qoyyid lagi, berbeda halnya dengan Wahbah Azzuhaily yang lebih menspesifikasikannya lagi dengan akal yang sehat dan jiwa yang bersih. Sehingga dapat diartikan bahwa amr ma’ruf dan nahi munkar perintah atau larangan terhadap apa pun yang memerlukan pertimbangan akal sehat dan jiwa yang bersih serta melalui penetapan hukum dari syara’. Menurut al-Imam al-Fakhrurrâzy dalam tafsirnya, beliau mendefinisikan bahwa yang disebut dengan ma’ruf adalah “tentang mengenal Allah serta meyakini adanya Allah tanpa sekutu, sedangkan munkar adalah meyakini bahwa Allah mempunyai sekutu.” 33 Berbeda dari kedua ulama yang telah disebutkan sebelum al-Imam al-Fakhrurroozy di atas. Al-Imam al-Fakhrurrâzy mempunyai pendapat tersendiri dalam menafsirkan ma’ruf dan munkar, sehingga membuat pembaca kitabnya lebih leluasa untuk menelaah penafsirannya. Dari definisi tentang ma’ruf dan munkar yang beliau kemukakan dapat dipahami bahwa amr ma’ruf dan nahi munkar adalah perintah untuk meyakini kewujudan dan keesaan Allah swt dan larangan untuk 32 Wahbah al-Zuhayly, TafsirMunir, Damaskus: Darul Fikri, t.t , Juz IX, h. 117. 33 Al-imam Al-Fakhrurrâzy, Tafsir Ar-roozy, Beirut: Darul Ihya Atturoots, t.t, Juz XXV, h. 148. menyekutukan Allah dengan apapun. Jadi, definisi dari al-Imam al- Fakhrurroozy lebih cenderung pada ketauhidan.

b. Kedudukan Amr Ma’ruf dan Nahi Munkar