Pengertian Zakat Nilai Pendidikan Zakat

Pendekatan ini biasanya lebih menyentuh kepada jiwa si pendengar, karena pada umumnya seorang Muslim tak akan ingin mendapatkan sesuatu yang dibenci diakibatkan karena meninggalkan sesuatu yang diperintah, serta berusaha mendapatkan sesuatu yang sama dengan orang yang telah mendapatkannya berupa kebahagiaan dan kesenangan sebagaimana yang telah didapatkan orang yang melaksanakan sesuatu yang diperintah, yang dimaksud dalam hal ini adalah salat. Berdasarkan uraian di atas maka pendekatan pendidikan salat terhadap kaum Muslimin dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu: pendekatan kisah, pendekatan targhib dan pendekatan tarhib.

2. Nilai Pendidikan Zakat

Zakat merupakan ibadah maliyah, yakni ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam, Hadits Nabi saw menjelaskan bahwa Islam dibangun di atas lima pilar, yakni: syahadat, salat, zakat, puasa dan ibadah haji. Zakat merupakan ibadah yang selain memiliki dimensi vertikal, juga memiliki dimensi horizontal, yakni ibadah yang langsung berhubungan dengan manusia. Dalam dimensi vertikal, pelaksanaan zakat merupakan salah satu bentuk ketaatan seseorang kepada Allah, sedangkan dalam dimensi horizontal, ia merupakan salah satu bentuk kepedulian dan tanggung jawab seorang muslim kepada masyarakat lainnya. Kata “zakat” dalam al-Qur’an disebutkan secara ma’rifat sebanyak 30 kali. Delapan kali di antaranya terdapat dalam surat Makkiyyah, dan selainnya terdapat dalam surat-surat Madaniyah. Zakat dalam al- Qur’an selalu disandingkan dengan pelaksanaan ibadah salat. Hal ini menandakan bahwa pelaksanaan zakat sama kedudukannya dengan pelaksanaan salat. Ada kurang lebih 27 ayat yang menyandingkan perintah salat dengan perintah zakat.

a. Pengertian Zakat

Ditinjau dari etimologinya, kata zakat berarti tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zaka al-zar adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakat al-nafaqah, artinya nafkah tumbuh dan berkembang jika diberkati. 15 Abul Hasan Al- Wahidi mengatakan zakat “mensucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya.” Menurut pendapat yang lebih nyata, zakat itu bermakna kesuburan dan penambahan serta perbaikan, asal maknanya, penambahan kebajikan. 16 Dari segi etimologi saja kalimat “zakat” sudah dapat diartikan dengan banyak arti. Hal ini mengindikasikan bahwa zakat mempunyai efek positif bagi yang mengeluarkan, menerima, maupun harta yang dikeluarkan. Di samping itu pula ada beberapa definisi zakat yang dikemukakan oleh beberapa mazhab fiqh. Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan “mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nisab batas kualitas yang mewajibkan zakat kepada orang yang berhak menerimanya mustahiq- nya.” Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl setahun, bukan barang tambang dan bukan pertanian. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan “menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus yang ditentukan oleh syariat karena Allah swt. ” Kata “menjadikan sebagian harta sebagai milik” tamlik dalam definisi di atas dimaksudkan sebagai penghindaran dari kata ibahah pembolehan. Menurut Mazhab Syafi’i mendefinisikan zakat adalah “sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh, sesuai dengan cara khusus. ” 15 Wahbah al-Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, penerjemah. Agus Effendi dan Bahruddin Fananny, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, cet. 6, hal. 82. 16 Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1987, cet. ke- I, hal. 1. Sementara Mazhab Hambali memberikan pengertian zakat ialah “hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk dikelompokan ke yang khusus pula. ” Yang dimaksud dengan kelompok khusus adalah delapan kelompok yang diisyaratkan oleh Allah swt. 17 Dari pendapat para imam yang telah disebutkan dapat diambil kesimpulan bahwa zakat adalah kewajiban mengeluarkan harta yang dimiliki secara penuh milkun tâm dengan tata cara yang khusus serta diberikan kepada kelompok yang dikhususkan pula sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah didalam al- Qur’an. Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang telah ditentukan dalam penerimaan zakat dapat dilihat didalam al- Qur’an surat at-Taubah9 ayat: 60:                          “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana .” Q.S. at-Taubah9 : 60 Dari ayat tersebut disimpulkan bahwa kelompok-kelompok yang berhak menerima zakat terdiri dari 8 kelompok ashnaf, Yaitu: a. Orang-orang fakir. Fakir di sini adalah orang-orang yang tidak mempunyai harta dan usaha yang bisa menutup keperluan hidupnya. b. Orang-orang miskin. Miskin yang dimaksud adalah orang yang pada dasarnya mempunyai harta dan usaha yang bisa digunakan untuk keperluan sebagian hidupnya, akan tetapi tidak mencukupi untuk keseluruhannya. 17 Wahbah al-Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab..., h. 83-84. c. ‘Amil pengurus zakat adalah orang yang dipekerjakan oleh imam pemerintah untuk mengambil zakat serta memberikan kepada mustahiqnya. d. Muallaf baru memeluk Islam yag masih lemah kadar keimanannya. Kelompok ini diberikan jika masih ada kemungkinan kembali kepada kekufuran, tetapi jika kadar keimanannya telah kuat tidak perlu untuk diberikan zakat. e. Riqob budak. Budak dalam kategori ini adalah budak mukatab budak yang diberikan kewenangan memerdekakan dirinya dengan cara menebus dirinya dengan harga yang telah ditentukan tuannya. f. Ghorim orang yang berhutang. Yang dimaksud dengan Ghorim di sini adalah orang yang berhutang untuk meredam ketegangan yang terjadi di antara dua kelompok yang berseteru dalam masalah pembunuhan yang pembunuhnya tidak diketahui. g. Sabiilillah. Yang dimaksud di sini adalah para tentara perang yang berjuang di jalan Allah karena mendermakan dirinya di jalan Allah, akan tetapi nama mereka tidak terdaftar sebagai tentara di catatan murtaziqoh bagian pemberi kesejahteraan kepada tentara. h. Ibn Sabil dalam perjalanan. Adalah orang yang melakukan perjalanan dari tempat pembagian zakat atau melewati tempat pembagian zakat ke tempat yang akan dituju. Pemberian bagian ini pun disyaratkan dengan hanya sekedar keperluan sampai ke tempat yang akan dituju dan bukan untuk tujuan maksiat. 18

b. Tujuan zakat