Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
“…kaliau tut siang, nang be mig kia tut bo mesti be khi nang e ui, inang tut esai si sua keng inang ai, jadi nang
besai maksa lo…” Red : ...semua tuh sama, orang itu beli barang gak harus
selalu di toko ini. Jadi kita gak boleh maksa lo...
Selain itu pedagang yang bijak akan menggunakan sistem perdagangan yang dapat menarik minat para pembeli agar terus berkunjung ketempatnya.
Sistem yang digunakan oleh pedagang di Kampung Baru adalah mereka mengizinkan para pelanggannya membuat pilihan sendiri tanpa ada tekanan dari
pemilik toko. Pembeli bebas memilih dan membuat keputusan atas barang yang mereka inginkan. Pembeli tetap di berikan kebebasan dan pelayanan yang
istimewa dalam mendapatkan layanan yang ada. Sementara bagi mereka yang baru pertama kali membeli di toko tersebut akan diiming-imingi dengan potongan
harga yang menarik. Pembeli yang baru tersebut bukan saja dianggap penting, mereka juga dianggap berpotensi untuk menarik lebih banyak pembeli
ketempatnya. Faktor interaksi sosial sendiri memiliki unsur yang mesti dipenuhi dalam
berhubungan antar pedagang maupun antara pedagang dan pembeli, yaitu :
a. Prinsip Kepercayaan
Trust atau rasa saling mempercayai adalah bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan
yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung
Hasbullah,2006:11. Perilaku saling percaya di antara pedagang Tionghoa juga membuat
jalinan bisnis mareka bertambah kuat. Banyak orang mengatakan bahwa orang
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
Tionghoa khususnya sangat menjunjung tinggi suatu kepercayaan. Setiap orang Tionghoa menaruh kepercayaan kepada sesama mereka melebihi kepercayaan
mereka kepada non-Tionghoa. Ini berlaku bagi mereka yang bisa dan terbukti dapat dipercaya. Sehingga, tradisi saling percaya ini membuat hubungan sesama
mereka semakin dekat. Contoh paling nyata yang merupakan hasil observasi adalah mereka jarang sekali terlihat membawa uang dalam jumlah yang banyak
karena para pedagang di Kampung Baru sudah biasa membeli barang dagangan dengan cara memesan dulu dan membayar pada waktu lain yang biasanya dalam
kurung waktu yang mereka sepakati. Berikut paparan At lk, 42 thn : “…kalo mig kia ai liau, wa kha tien wai peng iu gia mig
kia lo. Kalo ie lui khaq ban si b o ancua…” Red : …Kalau barang sudah mau habis, saya langsung
telpon teman saya untuk ambil barang, kalau uang agak lambat gak apa-apa…
Ini hanya mereka lakukan dengan orang-orang yang sudah cukup lama di kenal dan benar-benar di percaya. Menjunjung kepercayaan bagi para pedagang
spare part di Kampung Baru sangat di utamakan. Dalam soal menjaga kepercayaan orang, di mana suatu kepercayaan itu bisa menjadi modal utama
dalam berdagang. Hal ini sesuai dengan penuturan seorang informan A lk, 49 thn yaitu :
“...tengnan Tionghoa itu menanam kepercayaan, pinjam sana pinjam sini sesama Tionghoa itu gak masalah dan
sudah biasa kalau dalam usaha…”
Kepercayaan dalam suatu perdagangan tidak timbul begitu saja, melainkan hasil akumulasi pengalaman demi pengalaman. Orang suka berdagang dengan
Tionghoa terutama karena ada rasa percayanya itu, kendati pun kita tahu ada juga pedagang Tionghoa yang brengsek dan suka melarikan uang orang.
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
Coleman, dalam Kristina, 2003:60 menegaskan “ bahwa kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust Amanah =
kepercayaan dari pihak-pihak yang terlibat”. Artinya hubungan transaksi antara manusia sebagai individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun
non ekonomi, hanya mungkin terjadi da berkelanjutan apabila ada trust atau rasa saling percaya dari pihak-pihak yang melalukan interaksi. Individu-individu yang
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, memungkinkan terciptanya organisasi- organisasi bisnis dagang yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi
global. Hubungan persaudaraan di dalam etnis Tionghoa terkenal sangat kuat. Hal
itu bisa dilihat bagaimana mereka lebih mementingkan saudara mereka daripada orang lain. Etnis Tionghoa terlebih mereka yang terdidik baik budi pekertinya
langsung tergugah membantu saudara mereka yang mengalami kesusahan. Sifat ini merupakan sifat yang umum dan wajar bagi etnis Tionghoa karena memang
dari dahulu selalu diingatkan oleh orang tua mereka agar selalu mendahulukan saudara. Hal ini juga yang merupakan tiang utama dari terbangunnya rasa
kepercayaan yang tinggi antara sesama mereka.
Seperti penuturan seorang informan K lk, 33 thn : “...saudara itu harus di utamakan karena mereka adalah
orang yang bagaimanapun tetap paling dekat dengan kita. membuka usaha dengan keluarga itu jauh lebih baik,
karena kita bisa sama-sama merasa senang...”
Dalam perspektif yang lebih luas, persaudaraan dapat mencakup semua etnis keturunan Tionghoa di manapun mereka berada. Hal ini hendaknya
dipandang sebagai rasialismerasisme atau nasionalisme dalam konteks sempit,
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
karena rasa persaudaraan dapat timbul berdasarkan kesamaan ras Lie Charlie, 2005:45. Contoh lain yang bisa perhatikan, perusahaan-perusahaan yang dimiliki
oleh etnis Tionghoa lebih banyak mempekerjakan sesama etnisnya, yang juga mempunyai hubungan persaudaraan dengan mereka. Hal ini agar keuntungan dari
usaha tidak jauh-jauh dari lingkaran dalam keluarga. Walaupun demikian hal ini tidak selamanya kuat. Etnis Tionghoa yang begitu mengandalkan sinergi
lingkaran dalam keluarga tersebut tidak jarang menghadapi kenyataan bahwa kepercayaan yang terlalu berlebih kepada saudara sendiri bisa mencelakakan
usahanya. Ada saja beberapa saudaranya yang mungkin melakukan praktek “jeruk makan jeruk” yang mana terhadap saudara sendiri pun tega melakukan
kecurangan demi kepentingan pribadi. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu informan At lk, 42 thn:
“…kaq ho bo cho kang kaq hia kaqi nang, nang kaq song, bo ciak sim koq bo cho nang e sim thia…”
Red : ...lebih baik tidak bekerja dengan saudara sendiri, karena akan lebih banyak makan hati, tidak nyaman dan
susah jadi orang...
Etnis Tionghoa dewasa ini pada umumnya sudah lebih berwawasan. Intinya, mereka memang masih mementingkan tali persaudaraan, tetapi juga
membuka mata lebar-lebar terhadap saudaranya sendiri agar lebih waspada meskipun tetap masih memberi kepercayaan lebih.
b. Peranan Jaringan Sosial Etnis Tionghoa dalam Bisnis Satu