Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Skripsi yang penulis ajukan ini membahas tentang eksistensi bisnis etnis Tionghoa yang berada di kawasan Kampung Baru, Medan. Adapun alasan penulis
mengkaji hal ini dikarenakan adanya pertanyaan yang essensial bagaimana orang Tionghoa atau yang biasa disebut orang China bisa begitu sukses dalam bidang
perdagangan dan ekonomi. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa roda perekonomian
khususnya dunia bisnis telah menjadi lahan yang tumbuh subur bagi etnis Tionghoa. Hampir setiap jenis-jenis bisnis tidak luput dari campur tangan etnis
yang terkenal ulet dan gigih ini. Mulai dari bisnis properti, perhotelan, bank, ritel, hingga pada aktiffitas distribusi. Bahkan mendominasi, walau secara jumlah
populasi terbilang minoritas di Indonesia. Padahal, banyak dikalangan pedagang etnis Tionghoa yang berasal dari
keluarga miskin. Kebanyakan dari mereka bermigrasi dari negara asalnya hanya dengan membawa baju yang melekat dibadan dan tidak mempunyai apa-apa
termasuk harta benda, bahkan ada yang tidak pernah merasakan pendidikan secara formal. Walau demikian, mereka berhasil muncul sebagai pedagang yang sukses
dan kaya. Banyak etnis Tionghoa menjadi kaya raya di luar negeri tetapi tidak di negara asalnya sendiri. perekonomian Asia Tenggara rata-rata dikuasai dan
didominasi oleh etnis Tionghoa. Kedatangan mereka pada awalnya bertujuan
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
mencari makan, namun pada akhirnya mereka yang memberi makan dan membuka kesempatan kepada penduduk setempat Wan Seng, 2007:69.
Berdasarkan sejarahnya orang-orang Tionghoa hidup jauh lebih menderita dari pada kita saat sekarang ini. Karena mereka harus menghadapi alam dengan
teknologi yang terbatas. Khusus tentang etnis Tionghoa pada masa itu, hidup mereka juga tidak gampang. Di daratan China yang mengenal 4 musim,
kehidupan serba berkekurangan terutama pada musim dingin. Selain daripada itu, sepanjang abad 19 sistem politik di daratan China tidak efektif, banyak
bermunculan “raja-raja kecil“ Wan Seng, 2007 yang bersifat bengis dan menindas daripada mensejahterakan rakyatnya sehingga lebih banyak rakyat
miskin yang menderita. Hal ini diakibatkan karena ketidaksanggupan pemerintahan dalam menjangkau dan mengendalikan wilayah yang relatif sangat
luas. Inilah faktor penyebab etnis Tionghoa di daratan China lebih memilih untuk meninggalkan negerinya daripada bertahan meskipun hanya bisa mengandalkan
sepasang kaki atau sebuah perahu kecil untuk menyebar atau bermigrasi ke banyak wilayah yang khususnya ke bagian selatan negara China.
Ada beberapa faktor yang melatar belakangi etnis Tionghoa memilih untuk bermigrasi Charlie, 2004 : 3 :
1. Ilmu geografi yang paling sederhana pada zaman itu mengajarkan bahwa,
bagi etnis Tionghoa di pesisir timur daratan China yang paling banyak melakukan eksodus ke utara berarti menuju ke Mongolia melalui jalur
darat atau menuju kepulauan JepangKorea melalui jalur laut dimana keduanya merupakan wilayah pesaing negeri mereka.
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
2. Daratan China bagian utara lebih dingin daripada bagian selatan.
Kenyataan ini mengajari mereka untuk hijrah menuju ke daerah yang lebih hangat yaitu ke arah selatan, baik melalui jalur darat maupun jalur laut.
3. Ajakan-ajakan dan kabar yang terdengar dari sesama etnis mereka yang
telah berhasil yang menemukan hidup baru di wilayah selatan menggugah mereka yang masih tinggal di daratan China untuk ikut merantau ke
selatan sebagai arah tujuan. Demikianlah alasan mengapa arus emigrasi etnis Tionghoa di daratan
China lebih banyak mengalir ke arah selatan yakni ke wilayah tropis yang relatif beriklim lebih bersahabat dan kebetulan pada masa tersebut sedang membutuhkan
banyak tenaga kerja serta tengah membuka diri tidak menolak terhadap arus kedatangan warga baru.
Sebagai pendatang, kaum imigran etnis Tionghoa menjadi kelompok minoritas diantara penduduk lokal setempat. Mereka cuma dianggap sebagai
“orang asing yang menetap” alias warga kelas dua. Tanpa keahlian berarti dan karena statusnya sebagai pendatang, pilihan mata pencaharian pertama bagi
sebagian besar imigran Tionghoa juga terbatas, antara lain adalah menjadi buruh di pelabuhan atau berdagang kecil-kecilan dengan modal secukupnya. Mereka
tidak mungkin bertani karena tidak memiliki tanah, tidak mungkin menjadi pegawai negeri sipil karena orang asing, dan tidak mungkin pula menyentuh
politik karena kurangnya pendidikan yang mereka miliki. Sebagai minoritas, etnis Tionghoa menjadi lebih waspada dan senantiasa mempersiapkan diri. Mereka
sangat beresiko menjadi korban amukan oleh golongan mayoritas atau menjadi target diskriminasi dan intimidasi. Celakanya, posisi kaum imigran Tionghoa pada
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
masa lalu berada pada sebuah point of no return, sehingga terpaksa berjuang menghadapi kemungkinan terburuk atau gugur tetapi tidak bisa mundur. Jelas bagi
imigran Tionghoa menjadi minoritas dan akhirnya hidup sebagai pedagang karena paksaan sejak awal. Bertepatan dengan pesatnya perkembangan perdagangan di
nusantara pada abad-20, maka imigran Tionghoa yang memang menggeluti bidang perdagangan menemukan momentum maju. Semakin lama posisi mereka
sebagai pedagang menjadi semakin kuat dan penting. Status dan peran sebagai pedagang yang menguntungkan, mendorong kaum imigran Tionghoa tumbuh
menjadi pedagang kaya seperti efek bola salju yang bereskalasi dengan cepat dan pesat.
Memanfaatkan kekayaannya untuk memutar roda ekonomi rakyat seperti mengoperasikan penggilangan padi, berjual hasil bumi di pasar, atau mendirikan
pabrik kecap, lambat laun posisi imigran Tionghoa semakin diperhitungkan dalam tata kehidupan sosial masyarakat setempat. Walau demikian, secara
kwantitas mereka tetap menjadi kaum minoritas. Di kota Medan khususnya, etnis etnis Tionghoa secara umum menguasai
sebagian besar perdagangan yang berada di pusat kota. Bentuk perdagangan yang dilakukan meliputi penjualan bahan makanan, tekstil, elektronik, mobil dan
sepeda motor maupun onderdil atau spare part dan sebagainya. Hal ini merupakan praktek kegiatan ekonomi yang cenderung didominasi oleh etnis
Tionghoa. Salah satu cara mereka berdagang adalah dengan menghadirkan bentuk-bentuk Ruko Rumah Toko yang memiliki fungsi sebagai tempat usaha
sekaligus sebagai tempat tinggal.
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
Bentuk unik yang menyertai dominasi etnis Tionghoa kota Medan dalam bidang ekonomi ini selanjutnya dapat dilihat pada pola-pola persebaran mereka
yang terus bertahan hingga sekarang dalam hal penerapan kegiatan perdagangannya melalui bentuk-bentuk berupa ruko tersebut. Alhasil, sering
ditemuka n kawasan-kawasan tertentu yang memiliki karakter tersendiri atas bahan-bahan atau barang-barang yang diperdagangkan. Sebagai contoh, kawasan
di sekitar jalan Asia yang dipadati oleh sederetan ruko-ruko yang khusus menjual peralatan elektronik seperti televisi, radio, mesin cuci, sampai kepada komponen-
komponen kecil peralatan elektronik tersebut. Untuk kawasan Jalan Thamrin dipadati oleh sederetan ruko-ruko yang khusus menjual ikan hias dan peralatan
aquarium. Keseragaman barang-barang dagangan di dalam suatu kawasan pada
akhirnya menciptakan semacam karakter atau identitas untuk tempat-tempat tertentu di kota Medan. Sebagai contoh, ketika seorang warga kota Medan ingin
membeli peralatan aksesoris mobil, maka dengan segera ia akan menuju jalan Guru Patimpus
untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginannya tersebut. Hal ini juga berlaku untuk orang-orang di luar kota Medan yang
berkunjung ke kota ini. Jika mereka menginginkan untuk membeli suatu produk tertentu, dengan segera warga setempat akan memberikan petunjuk berupa
kawasan tertentu yang khusus menjual produk-produk yang diinginkan. Dalam realitanya, etnis Tionghoa sering membentuk suatu kelompok
bisnis dengan memperluas jaringan-jaringan pemasaran yang bertujuan untuk menguasai pasar. Terdapat keunikan dari pola bisnis yang dijalankan dibanding
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
pelaku-pelaku ekonomi lainnya, terutama dalam hal ikatan dan etika berbisnis dalam kelompok yang dibangun pada suatu kawasan tertentu.
Terlepas dari dimensi ekonomi yang mendasari hubungan yang terjalin diantara pelaku bisnis etnis Tionghoa, penelitian ini bermaksud untuk melihat
bagaimana dimensi lain yaitu dimensi sosial yang memiliki pengaruh atau peran terhadap perputaran bisnis yang dijalankan oleh etnis Tionghoa. Dalam konteks
ini peneliti ingin melihat permasalahan penelitian itu terhadap para pedagang spare part kendaraan bermotor beretnis Tionghoa di kawasan Kampung Baru,
Medan.
I.2. Rumusan Masalah