Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
karena rasa persaudaraan dapat timbul berdasarkan kesamaan ras Lie Charlie, 2005:45. Contoh lain yang bisa perhatikan, perusahaan-perusahaan yang dimiliki
oleh etnis Tionghoa lebih banyak mempekerjakan sesama etnisnya, yang juga mempunyai hubungan persaudaraan dengan mereka. Hal ini agar keuntungan dari
usaha tidak jauh-jauh dari lingkaran dalam keluarga. Walaupun demikian hal ini tidak selamanya kuat. Etnis Tionghoa yang begitu mengandalkan sinergi
lingkaran dalam keluarga tersebut tidak jarang menghadapi kenyataan bahwa kepercayaan yang terlalu berlebih kepada saudara sendiri bisa mencelakakan
usahanya. Ada saja beberapa saudaranya yang mungkin melakukan praktek “jeruk makan jeruk” yang mana terhadap saudara sendiri pun tega melakukan
kecurangan demi kepentingan pribadi. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu informan At lk, 42 thn:
“…kaq ho bo cho kang kaq hia kaqi nang, nang kaq song, bo ciak sim koq bo cho nang e sim thia…”
Red : ...lebih baik tidak bekerja dengan saudara sendiri, karena akan lebih banyak makan hati, tidak nyaman dan
susah jadi orang...
Etnis Tionghoa dewasa ini pada umumnya sudah lebih berwawasan. Intinya, mereka memang masih mementingkan tali persaudaraan, tetapi juga
membuka mata lebar-lebar terhadap saudaranya sendiri agar lebih waspada meskipun tetap masih memberi kepercayaan lebih.
b. Peranan Jaringan Sosial Etnis Tionghoa dalam Bisnis Satu
Kawasan Jaringan-jaringan sosial telah lama dilihat sangat penting bagi keberhasilan
bisnis. Terutama pada tingkat permulaan, fungsi jaringan-jaringan diterima
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
dengan luas sebagai suatu sumber informasi penting, yang sangat menentukan dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang bisnis. Jaringan-
jaringan itu dapat juga menyediakan akses finansial selain itu jaringan juga telah dianggap sebagai suatu aset berkenaan dengan pasar dan tenaga kerja Jhon Field,
2005:77. Ada banyak literatur umum, mengenai peranan jaringan-jaringan sosial
dalam tingkah laku ekonomi. Telah lama diketahui bahwa kontak-kontak personal membantu para pencari kerja dengan cara hal yang sangat efektif untuk
menemukan kedudukan-kedudukan dan promosi-promosi yang berdaya guna. Membludaknya jaringan-jaringan yang ada dianggap sebagai faktor yang
menentukan dalam mendorong inovasi dan penyempurnaan pelaksanaan persaingan. Putnam Jhon Field, 2005:72 mengatakan bahwa masyarakat yang
berhubungan dengan baik dan memiliki banyak jaringan dapat melaksanakan ekonomi secara menyeluruh daripada masyarakat yang tidak saling berhubungan
Putnam 1993b, 2000. Ilmu ekonomi sering menggunakan gagasan bahwa ada bermacam-macam
jenis modal. Bagi ahli ekonomi neo-klasik terkenal Gary Becker 1964, beliau melakukan pemikiran tentang modal manusia menjadi suatu alat untuk menilai
efektifitas jenis-jenis infestasi yang berbeda antara lain, training pekerjaan dan pendidikan secara umum. Sebagai contoh pada tahun 1980-an misalnya, para
orangtua di Inggris biasanya sang ayah menandatangani surat perjanjian yang menandakan permulaan usaha dalam waktu tertentu. Hal ini menandakan suatu
komitmen pihak antara orangtua dan tempat akan dilakukan bisnis dengan harapan yang jelas dari masing-masing pihak. Yang penting adalah batas di mana
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
keluarga dan jaringan-jaringan persahabatan terus mendominasi dalam penyuksesan bisnis dan hal ini disesuaikan dalam tiap tipe masyarakat yang
berbeda. Misalnya di Kampung Baru banyak dari mereka yang mengawali usahanya dengan bantuan dari keluarga dekat atau orangtua yang bantuan itu
berupa uang ataupun barang dagangannya. Khususnya etnis Tionghoa mereka memang sudah terbudaya untuk selalu memanfaatkan jaringan yang ada. Di
China, para pekerja yang keluar dari pekerjaannya, dapat menemukan pekerjaan baru karena banyak menggunakan modal sosial mereka, yang secara khusus terdiri
dari kerabat dan tetangga-tetangga dekat Zhao, 2002 : 563-4. Jaringan sosial etnis Tionghoa menurut Wan Seng ada dua , yaitu :
• Jaringan dalam bentuk formal adalah jaringan yang dibentuk melalui
pembentukan organisasi kelompok dan asosiasi perdagangan Tionghoa itu sendiri. Di Kampung baru jaringan sosial ini lebih mengarah di tujukan
kepada keamanan. Hal ini bisa di lihat dari nama-nama kelompok atau asosiasi yang biasa di perlihatkan oleh mereka misalnya Bankom bantuan
komunikasi dari TNI atau PUSKOPPOLDASU Pusat Koperasi Polisi Daerah Sumatera Utara dari kepolisian. Hal ini sesuai dengan yang
dituturkan oleh At lk, 42 thn: “...wa nang kaq che thoei bankom loo, che ni ce pai heng.
Biar bo nang chong ti..” Red : kami lebih banyak ikut bankom loo, sekali setahun
bayarnya. Biar gak ada orang yang ganggu...
• Bentuk nonformal adalah suatu jaringan yang sudah ada sejak turun-
temurun karena lamanya waktu atas berkuasanya suatu kelompok bangsa dalam bidang perdagangan tersebut. Dalam perkembangannya, fenomena
tersebut diistilahkan sebagai guanxi hubungan, di mana dalam praktiknya
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
tidak terbatas pada hubungan kekeluargaan saja, tetapi juga kesamaan asal daerah, kesamaan sekolah dan persahabatan.
Dalam kenyataannya jaringan bentuk formal sangatlah sulit diamati. Mereka biasa nya berkumpul berdasarkan perkerjaan dan tempat berkumpul
seperti warung-warung kopi yang biasa dijadikan tempat mereka berkumpul dan di dalamnya mereka jarang sekali berbicara tentang pekerjaannya. Mereka hanya
sibuk dengan kegiatan yang ada di warung tersebut seperti baca koran, main kartu dan terkadang terlihat hanya berbicara saja. Hal ini merupakan salah satu
pengamatan yang di lakukan oleh peneliti di Kawasan Kampung Baru. Kekuatan ekonomi etnis Tionghoa sebenarnya terletak pada jaringan yang
tercipta dikalangan pedagang. Mereka menguasai perdagangan bukan hanya urusan jual beli, melainkan juga pemasaran, distribusi dan promosi sampai
menentukan laku atau tidaknya produk itu. Hal ini terjadi karena keberanian mereka dalam melakukan spekulasi. Mereka berani melakukan ini karena mereka
berada dalam jaringan dan kelompok yang akan selalu saling membantu dan mendukung. Keadaan seperti ini dapat menguatkan ikatan kerja sama mereka di
dalam satu kawasan dan juga dapat menghalangi masuknya bangsa lain atau pendatang baru ke dalam bidang perdagangan ini. ikatan yang kuat ini
memungkin mereka memonopoli setiap aspek perdagangan yang berkaitan dengan bidang retail, misalnya seperti informasi harga terhadap barang-barang dagangan.
Menurut informan A lk, 49 thn : “…ada, perkumpulan kita etnis Tionghoa memang ada,
tujuan nya itu merangkum segala suku orang china menjadi satu, biasa namanya Sosial bakti, itu untuk
membangkit kan dan saling tolong-menolong…”
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
Jejaring atau koneksi adalah salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan seorang pebisnis. Sudah kita ketahui bersama bahwasannya etnis
Tionghoa merupakan raja bagi jaringan bisnis yang kuat dan luas. Di bawah ini merupakan hal-hal yang menunjang bagaimana jaringan bisnis itu berperan
dengan sangat baik sehingga menjadi sangat kuat dan luas.
c. Solidaritas Sosial