Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
4.5. Interpretasi Data
4.5.1. Konsep Bisnis Pedagang Spare part Sepeda motor di Kampung Baru
Bisnis merupakan kegiatan ekonomi yang di lakukan oleh individu atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencari keuntungan yang
sesuai dengan keinginannya. Ketekunan merupakan salah satu faktor keberhasilan etnis Tionghoa dalam
kegiatan perdagangan, etnis ini rela menempuh segala tantangan, rintangan dan kesulitan untuk menyukseskan kegiatan perdagangan mereka. Tidak ada alasan
bagi mereka untuk tidak sukses berdagang jika mereka tekun dan rajin, karena itu tidak ada alasan bagi siapapun untuk iri hati dan merasa kesal bagi mereka dalam
berbisnis.Tapi mereka itu harus menjadi contoh dalam berbisnis dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnis. Sekilas terlihat bahwa etnis Tionghoa
seperti dilahirkan untuk berdagang, mereka bukan saja berbakat tetapi juga terampil mengendalikan setiap urusan dagang mulai dari tahap perundingan
sampai tahap proses penjualan serta mengurus keuangan, bakat ini sebenarnya tidak di anugrahkan pada mereka begitu saja tapi mereka memperolehnya dalam
waktu yang lama dan harus menghadapi segala kesulitan dalam perdagangan sebelumnya. Penuturan dari At Lk,42 thn yang mengharus seorang pedagang itu
harus memiliki keseriusan dalam melakukan aktiftas perdagangan. “…qui shenglie itu harus chin-chin, be sai che thij tho.”
red:..buka usaha itu harus betul-betul, gak bleh banyak maen-maen…
Banyak pedagang gagal karena bersikap semangat sesaat, jika orang lain berdagang maka dia ikut berdagang, sementara itu konsep perdagangan etnis
Tionghoa lebih berdasarkan pada konsep simbiosis yaitu setiap pedagang saling
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
melengkapi. Kegiatan ini sering dirasakan oleh pembeli seperti yang peneliti rasa kan pada saat ingin membeli barang dan kebetulan barang yang dicari tidak ada di
toko Honda Jaya, dengan cepat pedagang meminjam nya ke toko sebelah. Hal ini serupa dengan yang di tuturkan oleh HT Lk,39 thn pada saat peneliti berada di
tokonya : “…kalo unang lai be bo mig kia, wanang coe kau than lo.
Nang kan e ciok kaq ket piat chu pi…” red : …kalau ada orang datang tidak menemukan barang
yang di cari, kami cari sampai dapat. Kita kan bias pinjam dulu ke toko sebelah…
Perilaku seperti ini akan sangat sering kita lihat di kawasan-kawasan perdagangan yang bukan hanya di kawasan Kampung Baru. Seperti, Pedagang
yang menjual barang-barang kecil, pedagang lain akan menjual pakaian, atau pun membuka bengkel sepeda motor, Agar perdagangan barang kecil ataupun usaha
bengkel itu bisa hidup maka etnis Tionghoa akan membuka toko-toko alat-alat kebutuhan pokok atau pun spare part dikawasan yang berdekatan letaknya dan
semua barang-barang akan diperoleh dari toko-toko yang ada disekitarnya. Dengan demikian kawasan tersebut akan maju dan berkembang karena sudah
terwujud sikap saling membatu dan mendukung dikalangan pedagang. IR Lk,73 thn juga menuturkan hal yang diamatinya selama tinggal di kawasan Kampung,
beliau menuturkan : “…china-china ini hidup nya kompak sekali, merekalah
yang buat Kampung Baru ini menjadi ramai. Kalo dulu daerah ini sepi…jarang ada orang mau lewat. Tapi
sekarang dah ramai kali lah…dah maju kali tempat ini sekarang…”
Dengan adanya semacam standar moral yang ditetapkan dalam perilaku bisnis, maka landasan ini menjadi suatu strategi tersendiri bagi para pedagang
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
spare part sepeda motor kampung baru dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya hal ini menjadi sebuah tata cara atau strategi kegiatan ekonomi yang mengatur
segala kegiatan perdagangan di bisnis penjualan spare part ini. Secara empiris, hal demikian berlaku di kawasan Kampung Baru.
Meskipun nilai-nilai tersebut tidak tertulis dengan formal, namun pedagang dengan sadar telah memegangnya demi mencapai keberhasilan bersama. Dengan
kata lain, nilai yang menjadi landasan etika bisnis itu telah tumbuh dan berkembang dalam bentuk non-formal. Sesuai dengan yang dituturkan oleh
beberapa informan di Kampung Baru, salah satunya yang di kemukakan oleh A, Lk, 49 thn :
“…tengnang qui senlie untuk ciak kaq uak, tengnang kaq che uak gara-gara cho senlie…”
Red :…orang Tionghoa itu membuka usaha supaya bisa menyambung hidup, karena orang Tionghoa itu hidup
gara-gara buka usaha…
Konsep bisnis ini lebih merupakan kontrol sosial untuk mengendalikan tingkah laku pedagang dalam berinteraksi. Kontrol sosial adalah sejumlah metode,
dengan metode mana masyarakat mencoba mempengaruhi tingkah laku manusia dalam rangka mempertahankan tata masyarakat tertentu. Setiap masyarakat
mempunyai sistem kontrol sosialnya sendiri, yang mungkin berbeda antara yang terdapat dalam satu masyarakat tertentu dengan yang terdapat dalam masyarakat
lain. Kontrol sosial yang paling sederhana adalah apa yang disebut sebagai saling mengontrol. Misalnya, ketika seorang anggota kelompok melarang anggotanya
yang lain melakukan tindak kejahatan. Hal ini sesuai dengan penuturan LHM Lk, 52 thn salah seorang informan:
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
“…nang khui seng lie harus phepheko kaq koq che kai nang kaq i kong besai chow la sam mig kia kaq be sai
phien wa…” Red : sesama pedagang kita harus saling menjaga dan
memberitahukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam proses perdagangan seperti berbicara bohong…
Berikut juga penuturan HT Lk,39 thn : “…kalo u su wa nang kaq che cai iau, wa nang siong-
siong kong heng kaq kaliau nang, jadi wa nang e siap-siap lo…”
red :…kalau ada masalah kami kebanyakan sudah tahu, kami sering saling memberitahu ke teman-teman, jadi
kami bias siap-siap lo…
Tujuan dari kontrol sosial tersebut tidak lain adalah untuk membantu dan mempertahankan keberhasilan sesama pedagang di kawasan Kampung Baru dari
kerusakan yang disebabkan oleh segelintir pedagang lain yang tidak bertanggung jawab, karena berdagang merupakan mata pencaharian yang utama bagi etnis
Tionghoa. Pernyataan itu didukung oleh pendapat Ay Lk, 49 thn : “ qui senlie si ho lo kaq nang, kalo bo qui bo pak kai kan
ho cow” Red : buka usaha itu hal penting bagi kita karena gak ada
pekerjaan lain yang bisa dikerjakan
Pedagang spare part di kawasan Kampung Baru percaya bahwa pedagang yang sukses harus memiliki daya kreatifitas yang tinggi disamping kemampuan
untuk merebut peluang yang ada. Namun, hal ini tidak berarti pedagang boleh menggunakan cara-cara yang kotor, muslihat, atau tipu daya untuk mengalahkan
para pesaingnya dalam berkompetisi melalui perdagangan spare part tersebut. Beberapa contoh dari cara-cara kotor tersebut adalah seperti menjelek-jelekkan
pedagang lain, ataupun tidak mau memberikan pinjaman barang-barang kepada
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
orang lain. Hal ini seperti yang dituturkan oleh salah seorang informan yang bernama AW lk, 53 thn yaitu:
“… nang be sai iong lasam lo, tan kan kan kaliau nang
mai cam kaq nang iau, nang qui seng lie besai ciak nang e mia cui kaq besai kong nang…”
Red : …gak boleh menggunakan cara kotor, nanti semua orang gak mau bergaul dan menjauhi kita, sama-sama
buka usaha gak boleh makan rezeki orang dan gak boleh mengatai orang lain..
Dalam aktifitas bisnisnya, etnis Tionghoa di Kampung Baru mempunyai aturan tidak tertulis yang melarang penggunaan cara-cara kotor tersebut.
Penggunaan cara-cara kotor tersebut dapat mengancam kelangsungan hidup dan keberadaan eksistensi dari pedagang spare part di Kampung Baru.
Dari lokasi penelitian, pernyataan tersebut ditemui dari para informan. Seperti yang dituturkan oleh Ay lk, 49 thn berikut:
“…Kalo gui senlie be sai iong lasam lo, lasam lo si besai ciak nang e miacui, koq besai kong pien wa kaq nang yang
be mikia. Keci harus peepee guanliong seng kaq kaliu nang yang qui thiam me. Jadi kaliau yang qui thiam e kaq
song cho senglie ie keci pun siang…” Red : ..kalau buka usaha gak boleh menggunakan cara
kotor, cara kotor itu seperti memotong rezeki orang dan gak boleh berbohong dengan orang yang mau membeli
barang, dan masalah harga harus ada kesepakatan dengan para pedagang lain, jadi semua harga barang bisa sama
dan para pedagang bisa berusaha dengan baik…
Selanjutnya Informan tersebut juga menambahkan, “…sama-sama orang Tionghoa ya gak boleh saling
tekong,orang Tionghoa itu harus punya tongcie prinsip kalau mau buka usaha. Karena tanpa itu usahanya pasti
gak akan maju”.
Untuk menghindari persaingan tidak sehat tersebut, pedagang Tionghoa secara turun-temurun teguh memegang etika bisnis atau nilai yang dijunjung
bersama. Terdapat moral yang dipegang oleh setiap pedagang Tionghoa sebagai
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
tolok ukur terhadap perilaku berdagang bisnis. Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak
sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika patokanrambu-rambu yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Beriku penturan LHM Lk, 52 thn :
“…kalau nang toei king ie lo, nang bo khang ko e…ie lo si che. Khek, besai dham sim lo kaq besai sok…”
red:..kalau kita mengikuti jalannya, kita gak akan susah, kayak gak boleh serakah lo dan gak boleh sok…
Setiap pedagang dimana pun mereka berjualan atau melakukan kegiatan ekonomi pasti selalu memiliki strategi khusus untuk bertahan. Apa lagi didalam
satu kawasan yang sama-sama menjual produk yang sama. Dalam melakukan hubungan dagang, seseorang pasti tidak lepas dari interaksi sosial. Dalam
hubungan antara pedagang dan pembeli—pelanggan maka akan tampak atau terlihat adanya suatu persaingan. Horton dan Hunt mendefinisikan persaingan
sebagai proses mencari untung atau mencapai pahalaganjaran dengan melebihi semua rivalnya dan sebenarnya persaingan itu selalu ada disetiap tempat dan
waktu ketika penawaran komoditi yang diperlukan manusia terbatas. Persaingan dapat juga diartikan sebagai suatu proses sosial, di mana orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang- bidang kehidupan yang ada pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian dari
publik dengan cara usaha-usaha menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan ancaman atau
kekerasan Soekanto dalam Yusman 2009 : 23 . Ini adalah penuturan K Lk,33 thn :
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
”...qui sheng lie kalo u saingan sih ho lo, karena kalo qui kaqi kadang-kadang bo song juga. Kalo u pakkai nang qui
shenglie kan nang ui pien lau juat...” red:...buka usaha kalau ada saingan itu ya bagus, karena
kalau buka sendirian aja kadang-kadang gak enak juga. Kalau ada yang buka usaha yang sama dengan kita itu kan
bisa buat ramai...
Di dalam perdagangan yang digeluti oleh etnis Tionghoa memang menganjurkan persaingan. Hal ini penting karena persaingan dapat meningkatkan
keterampilan, produktifitas dan pengalaman yang berguna. Konsep perdagangan etnis Tionghoa khususnya penjual spare part di Kampung Baru lebih berdasarkan
pada prinsip simbiosis mutualisme, yaitu setiap pedagang saling melengkapi, dimana mereka selalu berusaha untuk memenuhi segala permintaan pembeli
walaupun mereka harus meminjam terlebih dahulu ke toko sebelah ataupun harus mencarinya. Hal ini dilakukan agar pembeli itu tetap membeli di toko mereka dan
menyakinkan pembeli tersebut bahwasanya toko spare part di kawasan Kampung Baru itu komplit dan berkualitas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh HT
Lk,39 thn : “…kalo unang lai be bo mig kia, wanang coe kau than lo.
Nang kan e ciok kaq ket piat chu pi…” red : …kalau ada orang datang tidak menemukan barang
yang di cari, kami cari sampai dapat. Kita kan bias pinjam dulu ke toko sebelah…
Salah satu poin penting yang dimiliki oleh pedagang Tionghoa di kawasan Kampung Baru dalam menjalani bisnisnya adalah mempertahankan jati diri dalam
kompleksitas dunia usaha, khususnya penjualan spare part sepeda motor di kota Medan. Meskipun sering diberikan stigma negatif di tengah masyarakat seperti
etnis Tionghoa hanya mencari keuntungan untuk kepentingan diri mereka sendiri tanpa memperdulikan orang lain, namun pedagang Tionghoa sedikitpun tidak
Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun, 2010.
terusik oleh predikat yang demikian. Mereka justru tetap teguh dengan pendirian akan nilai yang diyakini, bahkan menepisnya dengan memberikan kualitas produk
yang bermutu untuk pembeli,sebagaimana yang dituturkan oleh K Lk, 33 thn : “…nang be sai ho nang bo sui mig kia, tan kan inang mai
be mig kia qi nang e ui…” red : …kita gak boleh memberikan barang buruk kepada
pembeli, karena ini akan membuat mereka tidak mau lagi membeli barang di tempat kita
Realitanya, mau tidak mau masyarakat pada akhirnya harus mengakui
kelebihan pedagang etnis Tionghoa dalam berbagai hal perdagangan khususnya pedagang spare part sepeda motor di kawasan Kampung Baru.
4.5.2. Cara Pedagang Dalam Mempertahankan Eksistensi Kelompoknya