Dampak Tragedi Sebelas September 2001 Terhadap Kebijakan Pertahanan Keamanan Di Indonesia Dalam Upaya Mengatasi Terorisme

(1)

DAMPAK TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001

TERHADAP

KEBIJAKAN PERTAHANAN KEAMANAN DI INDONESIA

DALAM UPAYA MENGATASI TERORISME

SKRIPSI

OLEH

CHAHAYA SIMANJUNTAK 040906014

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh: NAMA : Chahaya Simanjuntak

NIM : 040906014

DEPARTEMEN : Ilmu Politik

JUDUL : DAMPAK TRAGEDI SEBELAS SEPTEMBER 2001 TERHADAP KEBIJAKAN PERTAHANAN KEAMANAN DI INDONESIA DALAM UPAYA MENGATASI TERORISME

Medan, Desember 2007 Ketua Departemen Ilmu Politik

Drs. Heri Kusmanto, M.A NIP: 132 215 084

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

Pembimbing I: Pembaca:

Drs. Heri Kusmanto, M.A Warjio, SS, MA, Dipl

NIP: 132 215 084 NIP: 172 316 810

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof. DR. M. Arief Nasution, M.A


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Tritunggal: Bapa(Who Created me), Yesus Kristus( I am the good sheperd. The good sheperd gives His life for the sheep like me, so in my life He is My Saviour and The Great inspiration for me) dan Roh Kudus (Who made me strong and faithfully to get a better life) atas berkat dan kasihNya, sehingga skripsi dengan judul: DAMPAK TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001 DI AMERIKA TERHADAP KEBIJAKAN PERTAHANAN KEAMANAN DI INDONESIA DALAM UPAYA MENGATASI TERORISME dapat penulis selesaikan.

Melalui hal ini penulis mengucapkan Terimakasih kepada Bapak Prof. DR Chairuddin P Lubis selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak M. Arief Nasution, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Drs. Heri Kusmanto, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Politik, Dosen wali penulis, sekaligus Dosen Pembimbing penulis ( Pak terimakasih atas bimbingan dan nasehat- nasehatnya selama penulis menyelesaikan perkuliahan di USU, menyelesaikan skripsi, dan dukungan yang membuat penulis untuk tetap semangat dan optimis akan kemampuan penulis selama ini dan sebelum berangkat menunaikan ibadah haji. Semoga menjadi Haji yang mabrur ya pak), Bapak Warjio, SS, M.A Dipl selaku Dosen Pembaca dan sekaligus menjadi pembimbing penulis selama Pak Heri cuti.( Pak terimakasih penulis ucapkan atas bimbingan dan kemudahan yang diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan skripsi serta terimakasih yang terdalam juga penulis ucapkan atas kesediaan bapak untuk memberikan waktu dan kesempatan kepada penulis untuk pulang kampung ketika orang tua penulis sakit. Semoga Tuhan membalas kebaikan bapak.), dan kepada Dosen- dosen selama penulis kuliah di Departemen Ilmu Politik: Bapak P. Antonius Sitepu selaku supervisor penulis waktu melaksanakan Praktek Kerja


(4)

Lapangan, Bapak Tony Situmorang, Bapak Ahmad Taufan Damanik, Bapak Zhakaria Taher, Ibu Evi Novida Ginting, Ibu T. Irmayani, Ibu Rosmery Sabri, dan juga kepada Bang Indra Kesuma Nasution.

Terimakasih yang tulus dan terdalam buat kedua orang tua penulis: Papa Jisman Simanjuntak dan Mama N. Nainggolan ( Pa/Ma terimakasih atas semuanya, terimakasih telah menjadi orangtua, teman, sahabat terhadap penulis selama ini. Banyak masalah yang kita alami selama ini, yang mengakibatkan airmata, kepedihan, namun berjalan seiringan dengan kebahagiaan, karena kita mampu mengatasinya oleh KasihNya. Penulis yakin Tuhan mendengar doa Papa dan Mama supaya kami anak-anak Papa dan Mama sukses, serta rendah hati dan keluarga kita diberkati dan hidup selalu didalam KasihNya), Abang yang penulis hormati: Roy Nardo Simanjuntak, Mindo Simanjuntak, Kakak yang penulis sayangi dan rindukan: Nency Leliana Simanjuntak ( katanya pinter!!!mana? tetap aja chaya duluan, cao cie…) serta Adik- adik yang penulis rindukan: Flora “ Fla “ Simanjuntak ( tempat curhat gw ), Vitriani Simanjuntak ( musuh bebuyutan gw dulu, he….he….) dan Nurhalima” kima” Simanjuntak ( adek bontot gw yang jago nyanyi n tukang melawan tapi hatinya baik). Sukses buat Simanjuntak Family y….., Terimakasih juga buat Opung Roy Parsuratan ( meskipun banyak kenangan pahit yang tidak akan pernah chaya lupakan, namun itu tidak akan membuatku sakit hati lagi melainkan itu menjadi pemicu buat chaya untuk sukses dan tunjukin pada dunia bahwa anak2 papa Jisman bisa sukses dan terimakasih juga udah baik lagi ma bapakku), rasa terimakasih juga penulis ucapkan kepada keluarga Bou Bulan yang telah memberikan kebebasan waktu kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini ( banyak suka dan duka yang chaya alami bersama kalian,


(5)

mudah2an kebersamaan yang kita alami menjadi bagian dari kenangan yang terindah buat kita masing-masing).

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bang Rusdy ( thanks bos udah repot karena urusan2 mahasiswa yang mau get out dari FISIP ini. Ha……ha…), K’Ucy ( Selebritis departemen Ilmu Politik, tiap hari mahasiswa selalu cari2 dia, kirain minta tanda tangan eh ga twnya urusin KRS n many more urusan yang lainnya), Bang Ibnu Pohan ( senioritus sekaligus ito yang baik buat chaya di Departemen Ilmu Politik, ga ada lo ga rame), Bang Rya ( bang, chaya lupa pin portal, gantiin y…..)

Terimakasih juga kepada sahabat-sahabat penulis: Kiki Namira ( cepat nyusul y mbak), B’ Gibson ( chaya akan selalu ingat nasehat lo ke gw), B’ Simon ( klo seminar undang-undang y, lumayan balik modal.ha……..ha…), catrine ( sobat kental chaya yang udah duluan jadi alumni, tunggu gw di Audit y…cao buat kita catrine!!!! Karena kita adalah wanita yang perkasa), Medrow ( jangan kuat2 kali suara kw med, trims udah jadi tukang ojek yang baik.ha….ha….) Trima kasih atas kebersamaan kita selama ini, chaya akan tunggu suasana seperti itu lagi dimana kita ber6 ngumpul barenk di masa depan, God bless us, sahabatku Joe ( tatap masa depan cerah, ga sekarang tunggu kesempatan nanti karena Dia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya), Christine ( thanks for all, may you blessed n get success in Jesus name n I hope our friendship is never end. OK), Vensy ( bu manajer thanks atas persahabatannya ya), Tora’ng ( I remember that you have ever say to me: Apa yang telah engkau bangun bertahun-tahun lamanya dapat dihancurkan orang dalam satu malam saja. Tetapi janganlah berhenti dan tetaplah membangun. Terimakasih dan itu chaya jadiin sebagai wise words buatku menjadi kuat n tegar ), Suparman, Sugito, Welly, Jack, Bangun, Ronny, Vincent, Sakti ( mauliatema i sasude kebersamaanta, Tuhan berkati and sukses buat kita), Risky Jansen ( thanks y atas


(6)

kebaikannya, lo mank teman baik chaya selamanya), Chandra Fernando( apapun masalahnya lo tetap sahabat gw, chaya tidak pernah menyesal atas jalan Tuhan, itulah secuil bagian hidup yang chaya alami, karena jalan untuk menuju kesuksesan banyak kerikil2 yang harus dilewati)

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman Dep. Pol Scie: Sertha, Tina, Duma, Josua, Ardian, Juna, Dermawan kwadrat, Kisah, Yuna, Miranti, Ageth, Mburak, Mario Kwadrat, Jumpa, Ella, Sastri, Septri, Marudut, Chandra M, Icut, dan teman2 yang lain yang g disebut namanya ( bukan maksud ga ingin muat tapi nasib lopade kale.. namanya ga dimuat disini, but thanks atas kebersamaan kita selama di kampus), senior2: k’ wana, Jonedy Lumban Gaol, k’ melva, k’ ervi, dll

Banyak kekurangan penulis dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga hasil dari skripsi ini masih ada kekurangan, penulis mengharapkan saran dari teman- teman semua demi kebaikan skripsi ini dengan harapan agar hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terimakasih


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I: PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 11

1.3Batasan Masalah ... 11

1.4Tujuan Penelitian ... 12

1.5Manfaat Penelitian ... 13

1.6Kerangka Dasar Pemikiran ... 14

1.7Teknik Pengumpulan Data ... 24

BAB II: TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001 DI AMERIKA 2.1 Penanganan Terorisme di Amerika Sebelum Tragedi 11 September 200 ... 26

2.2 Peristiwa Tragedi 11 September 2001 di Amerika ... 30

2.3 Penanganan Terorisme Pasca Tragedi 11 September 2001 ... 33

2.4 Dasar Kebijakan Amerika Dalam Memerangi Terorisme ... 41

BAB III: KEBIJAKAN PERTAHANAN KEAMANAN DALAM UPAYA INDONESIA MENGATASI AKSI TERORISME 3.1 Tinjauan Umum Tentang Terorisme ... 46

3.1.1 Sejarah dan Perkembangan Mengenai Terorisme ... 46

3.1.2 Definisi Terorisme ... 49

3.1.3 Bentuk- bentuk Dan Pengelompokan terorisme ... 51

3.1.4 Faktor Penyebab Terorisme ... 59

3.1.5 Cara Kerja Terorisme Secara Umum ... 61

3.2 Kaitan Terorisme Dengan Kejahatan Transnasional ... 63

3.3 Terorisme Sebagai Salah Satu Sarana Politik ... 66

3.4 Sistem Kebijakan Pertahanan Keamanan di Dalam Negara ... 71

BAB IV: UPAYA INDONESIA MENGATASI AKSI TERORISME 4.1 Konvensi Internasional Tentang Terorisme Yang Telah Diratifikasi Oleh Indonesia ... 76

4.2 Kerjasama Internasional Dalam Mengatasi Aksi Terorisme ... 78

4.3 Berbagai Aksi Terorisme di Indonesia ... 84


(8)

4.5 Implementasi UU Nomor 15 Tahun 2003 Dalam Upaya Mengatasi Terorisme ... 92 4.5.1 Aparat dan Intelijen Dalam Peranannya Dalam Mengatasi Terorisme ... 97 BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan ... 104 5.2 Rekomendasi ... 105 DAFTAR PUSTAKA ... iv


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang permasalahan

Penelitian ini akan membahas tentang DAMPAK TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001 DI AMERIKA TERHADAP KEBIJAKAN PERTAHANAN KEAMANAN INDONESIA DALAM UPAYA MENGATASI TERORISME. Tragedi 11 september 2001 di Amerika merupakan peristiwa kejahatan terburuk pada awal Abad 21 yang juga merupakan tindakan terorisme yang mencuat keseluruh dunia dan telah membawa dampak tersendiri bagi setiap Negara di dunia untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanannya termasuk juga Negara Indonesia.

Terorisme dikenal sebagai bentuk kekerasan yang digolongkan dalam kekerasan politik atau juga kekerasan sipil.1 Kekerasan ini mencakup semua spektrum yang sangat luas, mulai dari unjuk rasa atau protes dengan menggunakan kekerasan,pemberontakan spontan dan sporadis, pemberontakan berencana dan berlanjut,kudeta, insurjensi sampai ke revolusi. Dalam pengertian kekerasan politik dalam terorisme, termasuk juga penggunaan atau ancaman kekerasan oleh pemerintah terhadap rakyatnya sendiri atau sebagian dari rakyatnya sendiri.2 Atas dasar ciri-ciri tersebut, terorisme dapat diartikan sebagai penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan fisik yang direncanakan, dipersiapkan dan dilancarkan secara mendadak terhadap sasaran langsung yang umumnya non-combatan untuk mencapai suatu tujuan politik.

1

Poltak P Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jendral DPR-RI, 2002., Hal. 3.

2


(10)

Terorisme memang bukan merupakan sebuah isu yang baru dalam hubungan internasional, yang tiba-tiba muncul dan menarik perhatian komunitas internasional, melainkan terorisme telah dikenal sejak berakhirnya perang dunia kedua dan perang dingin dimana terorisme tersebut telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap tatanan politik ekonomi global saat ini, baik itu aksi terorisme yang bersifat domestik maupun yang berskala internasional.3 Aksi terorisme yang bersifat domestik terkait dengan pertarungan kekuasaan didalam sebuah Negara yang mempunyai kepentingan yang berbeda, sedangkan aksi terorisme yang berskala internasional merefleksikan adanya konflik kepentingan dari pihak asing atau Negara lain terhadap sebuah Negara. Kini masalah pertahanan dan keamanan manusia dalam setiap Negara bukan lagi hanya kelaparan massal, terjadinya perpindahan penduduk secara illegal dari suatu Negara ke Negara lain, mengalirnya narkotika dan obat-obat terlarang secara besar-besaran dari Negara berkembang, serangan baksil anthrax, tetapi telah berkembang menjadi luas dengan munculnya ancaman baru atas keamanan manusia yakni berasal dari gerakan dan aksi-aksi terorisme.4

Salah satu bukti nyata yang sudah terjadi di depan mata kita adalah Tragedi 11 September 2001 di Amerika dan Tragedi Bom Bali yang merupakan tragedi aksi terorisme terburuk yang pernah terjadi di Amerika dan Indonesia pasca Perang Dunia kedua, dimana ratusan bahkan ribuan orang tewas dalam aksi tersebut.5 Tindakan terorisme yang mencuat keseluruh dunia terjadi ketika serangan 11 september 2001 yang merupakan empat serangan terorisme yang

3

Agus Subagyo, Terorisme Dalam Hubungan Politik Internasional, dapat diakses di:

http://www.pikiran_rakyat.com, diakses tanggal: 18 Agustus 2007 4

Poltak P Nainggolan, Op.Cit., Hal. 1. 5

Idy Subandy Ibrahim, dkk, Amerika, Terorisme, dan Islamophobia, Fakta dan Imajinasi


(11)

terjadi dalam waktu yang bersamaan, para teroris yang terdiri dari 19 ( sembilan belas ) orang membajak empat pesawat milik penerbangan Amerika dan meledakkannya ke gedung-gedung terpenting di Amerika Serikat. Adapun keempat pesawat yang naas tersebut adalah :

1. Pesawat Boeing 767 milik penerbangan American Airlines dengan Nomor

penerbangan AA 011 yang menabrak Twin tower World Trade Center sebelah Utara.

2. Pesawat Boeing 767 milik penerbangan United Airlines dengan Nomor

penerbangan UA 175 yang menabrak Twin tower World Trade center sebelah selatan.

3. Pesawat milik penerbangan American Airlines dengan Nomor

penerbangan AA 077 yang menabrak gedung The Pentagon

4. Pesawat milik penerbangan United Airlines dengan nomor penerbangan

UA 093, yang akhirnya jatuh di Pennsylvania setelah gagal menabrak The Capitol Building atau Gedung Putih.6

Serangan teroris yang terjadi di Amerika pada 11 September 2001 ini, terjadi pagi hari.Dalam satu jam empat pesawat penumpang berjenis Boeing telah dibajak oleh sembilanbelas ( 19 ) teroris arab dengan menggunakan senjata jenis

kotak cutter. Adapun ke 19 orang teroris tersebut yaitu : American Airlines Penerbangan 11 :

1. Mohammed Atta, Berkebangsaan Mesir

2. Abdulaziz Alomari, Berkebangsaan Saudi Arabia 3. Satam M.A Al Suqami, Berkebangsaan Saudi Arabia

6

Serangan 11 September 2001, dapat diakses di: http://www.wikimedia.com = Lisensi Dokumentasi Bebas GNU = wikimedia foundation.inc, diakses tanggal: 10 Agustus 2007


(12)

4. Wail M Alshehri, Berkebangsaan Saudi Arabia 5. Walid M Alshehri, Berkebangsaan Saudi Arabia.

United Airlines Penerbangan 175 :

6. Marwan Al Shehhi, Berkebangsaan Uni Emirat Arab

7. Fayez Rashid Ahmed Hassan Al Qadi Bani Hammad, Berkebangsaan Saudi Arabia

8. Ahmed Alghamdi, Berkebangsaan Saudi Arabia 9. Hamza Alghamdi, Berkebangsaan Saudi Arabia 10.Mohamed Alshehri. Tidak diketahui kebangsaannya

American airlines Penerbangan 77 :

11.Hani Hanjour, Berkebangsaan Saudi Arabia 12.Nawaf Alhazmi, Tidak diketahui kebangsaannya 13.Majed Moged, Tidak diketahui kebangsaannya 14.Khalid Almihdar, Tidak diketahui kebangsaannya 15.Salem Alhazmi, Berkebangsaan Uni Emirat Arab.

United Airlines Penerbangan 93 :

16.Ziad samir Jarrah, Berkebangsaan Libanon 17.Saed Alghamdi, Berkebangsaan Saudi Arabia

18.Ahmed Ibrahim A. Al Haznawi, Berkebangsaan Saudi Arabia 19.Ahmed Alnami, Berkebangsaan Saudi Arabia.7

Para teroris tersebut mengambil alih kontrol pilot atas pesawat komersial itu dan mengubah targetnya menuju New York City dan Washington DC. Dua pesawat sengaja ditabrakkan ke gedung World Trade Center, yang menyebabkan

7

Para Teroris Pembajakan Pesawat Terbang dalam Peristiwa 9/11, dapat diakses di:


(13)

kebakaran di menara kembar itu, melelehkan rangka baja gedung tersebut yang mengakibatkan hancurnya gedung kebanggaan AS tersebut, Pesawat ketiga dengan sengaja ditabrakkan ke gedung The Pentagon sementara penumpang pesawat keempat melakukan perlawan kepada para pembajak dan menjadi penyebab jatuhnya pesawat tersebut di Pennsylvania. Adapun urutan kejadian pembajakan pesawat pada peristiwa 11 september tersebut adalah sebagai berikut :

7.59 am : American Airlines dengan Nomor penerbangan 11 meninggalkan Bandara Logan di Boston menuju Los angeles.

8.20 am : Pesawat dibajak dan menghilang.

8.46 am : Para teroris membenturkannya ke menara utara World Trade

Center

10.28 am : Menara hancur total

8.01 am : United Airlines dengan Nomor penerbangan 93 mendarat 41 menit sebelum meninggalkan Newark menuju San Fransisco. 9.20 am : AA menandai NORAD bahwa penerbangan 93 telah dibajak. 9.35 am : Pesawat menghilang dekat Cleveland, Ohio dimana mereka

membuat putaran 135 derajat menuju tenggara. 10.10 am : Kecelakaan di Shanksville, Pennsylvania.

8.14 am : United Airlines dengan Nomor Penerbangan 175 meninggalkan Boston menuju Los angeles.

8.49 am : Pesawat menyimpang dari arah tujuan penerbangannya. 9.03 am : Ditabrakkan kemenara selatan World Trade Center


(14)

9.59 am : Dua menara kembar hancur total.

8.20 am : American Airlines penerbangan 77 meninggalkan Bandara Internasional Dulles, 30 mil dari Washington DC menuju Los Angeles.

8.56 am : Sinyal Transpoder berhenti.Pesawat menghilang dan mulai berputar 180 derajat melintasi selatan Ohio/ timur laut Kentucky. 9.38 am : Pesawat diduga menabrak gedung The Pentagon.8

Peristiwa tersebut adalah penyerangan terhadap empat pesawat Amerika yang disutradarai oleh Osama bin Laden, pemimpin Al qaeda yang dikenal sebagai sebuah Organisasi Teroris Internasional yang dibentuk oleh orang-orang Arab.9 Tragedi ini telah membawa indikasi yang kuat akan keberadaan teroris-teroris yang melakukan tindakan teroris-terorisme .Terorisme dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan memakan korban-korban sipil yang tidak bersalah. Peristiwa ini merupakan tindakan yang digerakkan oleh rasa kebencian yang sedemikian kuat sehingga dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.

Oleh adanya tragedi 11 September 2001 ini, pihak Amerika merasa kecolongan, karena dilihat dari segi apapun, AS merupakan Negara yang teknologi militernya paling maju, tapi bisa-bisanya dihantam dengan serangan yang mematikan. Untuk menanggapi atas serangan tersebut, Amerika

8

Walter E Davis, Peristiwa 11 September dan Pemerintahan Bush: Bukti yang Meyakinkan Tentang Keterlibatan, dalam Buku Karya: Bern Hamm, The Bush Gang, Jakarta: PT Ina Publikatama, 2007., Hal. 113-149.

9

Steve Grey, September 11 Attacks: Evidences of US Collusion, dapat diakses di:

http://www.austin.indymedia.org /front.php3?article id=234and group=webcast. Diakses Tanggal: 18 Agustus 2007


(15)

menganggap bahwa teror merupakan wabah yang paling mematikan yang disebarkan oleh “ lawan yang akan merusak peradaban itu sendiri “ maka Amerika Serikat dibawah pemerintahan George W Bush menyatakan dan mengkampanyekan bahwa apa yang terjadi di Amerika Serikat merupakan Tragedi kemanusiaan akibat perbuatan para penjahat-penjahat teroris seperti pernyataan Presiden Amerika George Walker Bush dalam pidatonya tanggal 24 September 2001 yang secara tegas menyatakan perang melawan terorisme, yaitu:

Today, we have launched the first strike on the financial foundation of the global terror network.

...; We will direct every resources at our commant to win the war against terrorist, every meants of diplomacy, every tool of intelligence, every instrument of law enforcement, every financial influence, we will starve terrorist funding, turn them against each other, rout them out of their safe hiding places and bring them to justice.10

Sehingga melalui pernyataan ini, Presiden Bush menghimbau bahwa terorisme bukan hanya ancaman untuk rakyat Amerika saja melainkan ancaman bagi seluruh Negara di dunia. Oleh sebab itu, teroris atau hal-hal yang berkaitan dengan teroris harus dimusnahkan dan diperangi supaya tercipta keamanan, kenyamanan dan kedamaian di bumi ini. Sejak saat itu Perang melawan teror dideklarasikan di Negara tersebut.11

Perang yang dideklarasikan untuk melawan teror, Amerika Serikat dalam menyatakan hak untuk menyerang ancaman potensial yang dilihatnya, mendengungkan prinsip-prinsip fase pertama dari perang melawan teror yakni Pelaksanaan Doktrin Reagan- Shultz bahwa Piagam PBB pasal 51 dimana inti dari isinya : Bahwa kekerasan terhadap pelaku kekerasan secara berulang dianggap

10

Jimmy Gurulle, U.S. Foreign Policy Agenda, American Internationalism, dapat dilihat di: An Electronic Journal of The U.S. Department of State, No.1, Volume: 8, Agustus 2003., Hal. 21 11

Noam Chomsky, Perang Melawan Teror, dapat dilihat dalam Buku Karya: Bern Hamm, Op.


(16)

sebagai tindakan pertahanan diri. Melalui Piagam PBB ini, memberi hak kepada Amerika Serikat untuk menyerang dalam upaya pertahanan diri melawan kemungkinan serangan yang terjadi.12 Meminjam istilah Pemerintahan moderat George Shultz “ Kembali ke kebiadaban di masa modern “, dimana seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa terorisme dianggap sebagai wabah yang mematikan, maka wabah itu harus dibasmi sampai keakarnya. Melalui hal inilah Amerika berani menyerang Afganistan, dimana Amerika mengklaim bahwa aktor dari serangan ini yakni Osama Bin Laden bersembunyi di Negara tersebut.

Dalam hal ini , AS langsung membuat suatu definisi itu kepada dunia sebagai aksi terorisme atau sejenisnya sesuai dengan kebutuhan atau seleranya yang selanjutnya diopinikan kepada dunia sebagai sebuah fakta.13 Semenjak itu gerakan anti terorisme menggelinding dahsyat keseluruh penjuru dunia, salah satunya Indonesia.

Permasalahan terorisme sekarang ini menjadi isu global yang perlu dicermati oleh Bangsa Indonesia secara tepat, hal ini dikarenakan kita selain harus mengambil sikap yang jelas terhadap internasional dan masalah pertahanan dan keamanan Negara dalam mengatasi hal ini. Dalam hal ini teror sebagai senjata yang efektif bagi mereka yang lemah yang merupakan kekuatan yang dapat digunakan secara tidak terbatas untuk mencapai tujuan dan kepentingan bagi mereka yang kuat, terorisme bukanlah merupakan tindakan yang proaktif, melainkan cenderung reaktif dan biasanya dilakukan oleh mereka yang berupaya menyampaikan pesan melalui kekerasan, dalam hal ini, terorisme bukan milik eksklusif suatu bangsa tertentu dan bahkan dalam periode lain dan konteks lain,

12

Ibid., Hal. 311. 13


(17)

merupakan metode yang ampuh untuk melawan kolonialisme khususnya dibanyak Negara dunia ketiga. Jadi dapat dikatakan dengan alasan inilah maka terorisme tetap ada dan tetap efektif dan jika alasan seperti ini tetap ada, maka akan sulit untuk benar-benar menghapus terorisme dari muka bumi ini.

Indonesia terkena dampak dari peristiwa 11 september 2001 tersebut, disusul dengan terjadinya bom Bali 12 oktober 2002 yang memakan korban lebih kurang 180 jiwa. Peristiwa teror bom yang sebelumnya sudah melanda seluruh Indonesia, maka Pemerintah Indonesia mau tidak mau harus membuat kebijakan yang tepat dalam penanggulangan kejahatan teroris ini. Apalagi sejak peristiwa ini terjadi, Pemerintah Indonesia tidak ketinggalan melakukan upaya-upaya semaksimal mungkin didalam memberantas kejahatan terorisme, yakni sikap Indonesia secara nyata akan terus dan akan tetap melakukan langkah-langkah untuk memerangi dan menentang terorisme dan siap bekerja sama dengan masyarakat internasional.14 Sikap ini ditunjukkan pada sidang kabinet Gotong Royong pada hari kamis 4 oktober 200115. Sesuai dengan perkembangan situasi, perkembangan lingkungan strategis saat ini telah diwarnai dengan berubahnya isu-isu dibidang pertahanan dan keamanan, dimana pada mulanya mencakup aspek geopolitik dan geostrategi seperti pengembangan kekuatan militer dan senjata strategis dan hegemoni, telah bergeser kearah bentuk-bentuk kejahatan seperti terorisme yang perkembangannya begitu cepat dan permasalahannya yang semakin kompleks, karena didukung oleh aktor-aktor dengan jaringan lintas Negara yang rapi serta kemampuan teknologi yang tinggi. Oleh karenanya, Susilo Bambang Yudhoyono yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Koordinator

14

Andy Rahmianto, Memerangi Terorisme Internasional perlu Wadah Koordinasi Internasional, dapat dilihat di: Harian KOMPAS, Edisi 13 Oktober 2001., Hal. 4.

15


(18)

bidang Politik dan Keamanan saat Kabinet Gotong Royong dibawah Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Poetri, menyatakan bahwa pemerintah menyiapkan kerangka dan desain besar dalam upaya melaksanakan perang melawan terorisme di Indonesia yang disandarkan pada enam prinsip yaitu :

1. Supremasi Hukum 2. Independensi 3. Indiskriminasi 4. Koordinasi 5. Demokrasi 6. Partisipasi.16

Akan tetapi ke 6 prinsip tersebut tidak cukup untuk menanggulangi sesuatu permasalahan yang telah menjadi ancaman internasional. Untuk itu diperlukan pembenahan kembali sistem pertahanan keamanan dengan membuat kebijakan perang melawan terorisme melalui pembenahan lembaga dan peningkatan kapasitas pengembangan kebijakan dan strategi serta langkah-langkah dan tindakan operasional dalam upaya menangani terorisme tersebut.

Berkaitan dengan hal ini telah mendorong Pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk upaya pemberantasan terorisme dengan serius dengan dikeluarkannya Perpu No.1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme untuk menindaklanjuti peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat yakni tragedi 11 September 2001 dan maraknya isu peledakan bom yang terjadi di Indonesia pada masa itu, Perpu No.2 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme pada peristiwa peledakan bom bali 12 Oktober 2002 dimana

16

Susilo Bambang Yudhoyono, Selamatkan Negeri Kita dari Terorisme, Jakarta: Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, 2002., Hal. 8.


(19)

Perpu ini dibuat dan berisi tentang pemberlakuan Perpu Nomor 1 tahun 2002, dan Inpres Nomor 4 tahun 2002, disusul dengan penetapan SK Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Nomor Kep-26/Menkopolkam/11/2002 tentang pembentukan koordinasi pemberantasan terorisme dimana hal ini kemudian telah disahkan menjadi UU No.15 tahun 2003.17 Melalui hal ini, maka diharapkan keterlibatan seluruh masyarakat dan elemen penting lainnya di Negara ini untuk memerangi tindakan terorisme.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan dan penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan,18 atau dengan kata lain, perumusan masalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah.

Berdasarkan penjelasan diatas dan berangkat dari latar belakang masalah, peneliti mencoba merumuskan permasalahan yaitu : Apa dampak Tragedi 11 september 2001 di Amerika terhadap kebijakan pertahanan Keamanan di Indonesia dalam upaya mengatasi Terorisme.

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah yang hendak diteliti harus berdasarkan pada alasan yang tepat baik alasan teoritis maupun yang praktis. Dalam hal ini alasan boleh bersifat proyektif atau pun bersifat orientasi kemasa depan. Dengan alasan-alasan yang tepat, tujuan-tujuan penelitian akan dapat dirumuskan dengan tepat pula.

17

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bandung: Fokus Media, 2003

18


(20)

Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang lingkup penelitian tersebut.

Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti oleh penulis yaitu : Penelitian ini akan meneliti dan menganalisis upaya mengatasi terorisme menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 demi terciptanya pertahanan dan keamanan di Indonesia.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah pernyataan mengenai apa yang hendak kita tuju dan capai. Tujuan penelitian dicantumkan dengan maksud agar pihak lain yang membaca laporan penelitian dapat mengetahui dengan pasti apa yang menjadi tujuan penelitian kita sebenarnya. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, pertama bersifat formal akademis dan yang kedua bersifat ilmiah.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Tujuan penelitian yang bersifat ilmiah:

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang terorisme

2. Untuk mengetahui efektif atau tidak efektifnya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 dalam upaya mengatasi terorisme.


(21)

1. Untuk menambah wawasan mahasiswa dalam bidang politik, khususnya mengenai Hubungan Internasional serta bidang Politik dan Keamanan.

1.5Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ada tiga jenis manfaat penelitian yaitu : 1. Manfaat bagi Penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman berharga dalam kapasitas kemampuan, dan kontribusi penulis untuk melihat bagaimana sebenarnya permasalahan di Luar Negeri dapat mempengaruhi kebijakan dalam Negeri. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya di Bidang Politik dan Keamanan serta Hubungan Internasional. 2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar hasil penelitian ini menjadi sebuah sumbangan yang berguna bagi Pemerintah Indonesia, Lembaga/institusi seperti : Departemen Pertahanan dan Keamanan, POLRI, TNI, serta Masyarakat sebagai Warga Negara.

3. Manfaat akademis

Manfaat akademis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya penelitian di bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dalam Hubungan Internasional khususnya di bidang penyelesaian masalah yang menjadi isu internasional serta Politik dan Keamanan.


(22)

1.6 Kerangka Dasar Pemikiran

Sebelum membahas tentang konsep yang dipergunakan, maka penulis mendefinisikan hal-hal yang terkait pada penelitian ini. Suatu konsep adalah abstraksi, dimana konsep adalah: sepatah kata yang menyatakan kesamaan-kesamaan diantara peristiwa-peristiwa dan situasi yang diamati dan membedakan fenomena dari peristiwa dan situasi lain.19 Selain itu konsep dapat juga diartikan sebagai penggambaran hal-hal atau gagasan atau gejala sosial yang dinyatakan dalam bentuk istilah atau kata.

1.6.1 Dampak

Dampak merupakan pengaruh dari sesuatu yang menimbulkan akibat ( KBBI: 179)

1.6.2 Tragedi

Tragedi merupakan peristiwa yang menyedihkan, sandiwara sedih ( KBBI: 669).

Tragedi 11 september 2001 merupakan peristiwa pembajakan empat pesawat milik penerbangan Amerika serikat yang mengakibatkan runtuhnya World Trade Center dan gedung The Pentagon. Peristiwa yang menyedihkan ini telah membuka mata masyarakat dunia bahwa kejadian ini merupakan tragedi terburuk sepanjang masa pasca PD II.20

1.6.3 Kebijakan Pertahanan Keamanan

Kebijakan merupakan kebijaksanaan, kepandaian, kemahiran, rangkaian konsep pokok dan azas yang menjadi garis besar dalam pelaksaan suatu pekerjaan

19

Komaruddin Sastradipoera, Mencari Makna Dibalik Penulisan Skripsi,Thesis, dan Disertasi, Bandung: Kappa Sigma, 2005., Hal. 248.

20

Marta Steele, 9/11 The Will Toward Survival, dapat diakses di: http://www.legitgov.org/essay steele conspiracy%20 theory 911.htm# ftn6,2003, diakses tanggal: 30 September 2007


(23)

atau konsep dasar yang menjadi pedoman dalam melaksanakan suatu kepemimpinan dan cara bertindak ( tentang berorganisasi,pemerintah,dan sebagainya) (KBBI : 124) atau dengan kata lain dapat juga diartikan sebagai Kumpulan keputusan yang diambil seseorang atau kelompok politik dalam rangka memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut.Menurut teori Kebijakan Publik, Pemerintah membuat keputusan yang ditujukan kepada masyarakat luas sebagai bentuk dari penerimaan usulan aspirasi mereka untuk dilaksanakan demi kepentingan orang banyak. Maka penggunaan kebijakan tersebut memiliki berbagai macam keragaman hubungan dan fungsi yaitu :

1. Kebijakan pertahanan

Didalam UU No.2 tahun 2002, tentang Pertahanan Negara, Pertahanan merupakan tindakan yang diambil oleh suatu Negara atau koalisi Negara untuk menentang melawan serangan politis, militer, ekonomi, sosial, psikologis dan atau teknologi. Dimana kemampuan pertahanan memperkuat penangkalan dan sebaliknya.

Perwujudan dari hal ini dapat dilihat dalam berbagai macam pengertiannya yaitu:21

Pertahanan Aktif ( Aktive Defence ): Penggunaan angkatan bersenjata untuk melindungi kekayaan bermanfaat, termasuk kemungkinan penggunaan serangan balasan.

Pertahanan Internal ( Internal Defence ): Seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu pemerintah dan sekutu-sekutunya untuk melindungi masyarakatnya terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat revolusioner.

21


(24)

Pertahanan Pasif ( Passive Defence ): Segala tindakan yang diambil, kecuali penggunaan alat-alat Negara, untuk mengurangi sejauh mungkin akibat-akibat tindakan bermusuhan. Dalam hal ini termasuk penggunaan penyamaran, penyembunyian, penyebaran, konstruksi perlindungan, mobilitas dan tipu muslihat.

Pertahan sipil ( Civil Defence ): Tindakan-tindakan pasif yang direncanakanuntuk memperkecil akibat-akibat kegiatan musuh pada semua aspek kehidupan sipil, khususnya perlindungan penduduk dan langkah-langkah darurat untuk memperbaiki atau memiliki keadaan sarana dan kemudahan-kemudahan yang vital.

Pertahanan Strategik ( Strategic Defence ): Strategi dan kekuatan-kekuatan yang direncanakan terutama untuk melindungi suatu bangsa, kubu-kubu terdepannya dan / atau sekutu-sekutunya dari bahaya perang umum. Pertahanan Strategis mengutamakan pertahanan terhadap peluru kendali yang ditembakkan baik dari darat maupun dari laut, dan pembom-pembom jarak jauh.

Pertahanan Wilayah ( Area Defence ): Perlindungan suatu wilayah sebagai kebalikan dari pertahanan tempat-tempat tertentu dalam wilayah itu. Pertahanan wilayah sering digabungkan dengan pertahanan titik.

Melalui hal ini, maka dapat dirumuskan bahwa Kebijakan Pertahanan adalah: suatu konsep dasar yang menjadi pedoman untuk tetap berada dalam kedudukan melalui pengetahuan tentang musuh, kemampuan perang musuh, mengetahui keterbatasan dan intensi musuh sangat penting untuk kebijakan ini.22

22


(25)

2. Kebijakan keamanan

Didalam UU No.2 tahun 2002, pengertian dari keamanan merupakan Keadaan bebas dari ancaman dan gangguan sehingga tercipta rasa tenteram dan sejahtera. Dari pengertian ini dapat dijabarkan menjadi:

Keamanan Dalam Negeri ( Internal Security ): Keadaan Negara yang dapat menjadi terlaksananya ketertiban dan kepastian hukum.

Keamanan Nasional ( National Security ): Kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai nasionalnya dari ancaman luar, atau dengan kata lain merupakan situasi nasional yang diharapkan bebas dari segala bentuk agresi asing, spionase, pengintaian musuh, sabotase, subversi,gangguan dan pengaruh musuh lainnya yang tercipta karena adanya tindakan pengamanan.

Keamanan Bersama: Persetujuan resmi diantara Negara-negara di dunia untuk memelihara perdamaian internasional dan menggunakan kekuatan untuk melawan agressor ( KBBI :36).

Jadi, Kebijakan Keamanan adalah : Suatu konsep dasar yang menjadi pedoman untuk menciptakan kondisi aman,dan melindungi nilai-nilai nasional baik dari ancaman luar maupun dalam.

1.6.4 Kebijakan Pertahanan Keamanan di Indonesia

Dalam Pertahanan Keamanan di Indonesia, dapat juga disebut sebagai Pertahanan Keamanan Negara yang artinya: Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagai salah satu fungsi pemerintahan Negara, yang mencakup upaya dalam bidang pertahanan yang ditunjukkan terhadap segala


(26)

ancaman dari Luar negeri dan upaya dalam bidang keamanan yang ditujukan terhadap ancaman dari dalam Negeri.23

Jadi, Kebijakan pertahanan keamanan adalah : Suatu konsep dasar yang menjadi pedoman dalam usaha untuk mempertahankan kedaulatan Negara , keutuhan wilayah suatu Negara dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.24

1.6.5 Upaya

Upaya merupakan Usaha, cara, siasat untuk mencapai maksud atau hasil tertentu ( KBBI: 2006).

1.6.6 Mengatasi

Proses,cara, perbuatan untuk menyelesaikan atau memusnahkan ( KBBI: 115)

1.6.7 Terorisme

Terorisme berkembang karena fenomena globalisasi, kemajuan transportasi dan arus informasi. Selain itu terorisme dicirikan oleh dan hampir seluruhnya dengan penggunaan kekerasan. Kekerasan-kekerasan tersebut mencakup: Sandra ( penyandraan), pembajakan ( Hijack ), pemboman dan penyerangan- penyerangan yang tidak mengenal sensor ( undiscriminated) dan biasanya yang menjadi targetnya adalah masyarakat sipil.

 Teror : Mengganggu dan menciptakan ketakutan ( kengerian, kecemasan,dsb) yang dilakukan oleh orang atau golongan tertentu.

23

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982, Tentang Pertahanan Keamanan Di Indonesia 24

POKJA PUSLITBANG SDM Balitbang Departemen Pertahanan, Pemikiran Tentang Kebijakan

Pertahanan Keamanan Indonesia 2020, dapat diakses di: http://www.google.co.id, diakses tanggal: 16 Agustus 2007.


(27)

 Teroris : Orang atau golongan yang berbuat kejam dan menimbulkan ketakutan ( KBBI : 659)

 Terorisme merupakan : Penggunaan kekerasan untuk menciptakan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan ( KBBI : 659)

Beberapa defenisi Terorisme menurut para ahli: Menurut Ezzat A Fattah :

“ Terrorism comes from, which inturn comes from latin world “ terrere” meaning to Frighten.”

Menurut Walter Laqueur :

“Terrorism has been defined as the substate application of violence or threatened violence intended to show panic in society, to weaken or even overthrow the incumbents, and to bring about political change. It shades on occasion into guerilla warfare ( although unlike guerrillas, terrorist are unable or unwilling to take or hold territory )and even a substitute for war between states.( Laqueur : 1996)

Menurut United state code, section 2656f (d) di Amerika :

“Premeditated, politically motivated violence perpetuated against noncombatant targets, usually intended to influence an audience”

Menurut The Central Inteligence Agency ( CIA) :

“ the threat or use of violence for political purposes by individuals or groups, wheter acting for, or in opinion to esthablished governmental authority, when such actions are intended to shock or intimidate at target group wider than the immediate victims”( Kerstetter: 1983)

Dari rumusan diatas dapat diuraikan ciri-ciri daripada terorisme :

1. Penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan dengan tujuan tertentu secara sistematis, atau tindakan perorangan maupun kampanye kekerasan yang dirancang untuk menciptakan ketakutan.


(28)

2. Menggunakan ancaman kekerasan atau melakukan kekerasan tanpa pandang bulu, baik terhadap musuh atau sekutu, untuk mencapai tujuan-tujuan politik.

3. Sengaja menciptakan dampak psikologis atau fisik terhadap kelompok masyarakat atau korban tertentu, dalam rangka mengubah sikap dan perilaku politik sesuai dengan maksud dan tujuan pelaku terror.

4. Meliputi kaum revolusioner, ekstrimis politik, penjahat yang bertujuan politik dan para lunatic sejati.

5. Pelakunya dapat beroperasi sendiri ataupun sebagai anggota kelompok yang terorganisasi, bahkan pemerintah tertentu.

6. Motifnya dapat bersifat pribadi, atau destruksi atas pemerintahan atau kekuasaan kelompok. Sedang ambisinya dapat terbatas ( local ) seperti pengulingan rezim tertentu, dan global seperti revolusi simultan di seluruh dunia.

7. Modusnya dapat berupa penculikan untuk mendapat tebusan, pembajakan atau pembunuhan kejam yang mungkin tidak dikehendaki oleh para pelakunya. Teroris dapat atau tidak mengharapkan terbunuhnya korban, seringkali menemukan saat untuk membunuh guna memperkuat kredibilitas ancaman, walaupun tidak di inginkan untuk membunuh korban.

8. Aksi-aksinya dirancang untuk menarik perhatian dunia atas eksistensinya, sehingga korban dan targetnya dapat saja tidak berkaitan sama sekali dengan perjuangan para pelakunya.


(29)

9. Aksi-aksi terror dilakukan karena termotivasi secara politik, atau karena keyakinan kebenaran yang melatarbelakanginya, sehingga cara-cara kekerasan ditempuh untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian , aksi-aksi terror pada dasarnya terkategori sebagai tindakan kriminal,illegal,meresahkan masyarakat dan tidak manusiawi.

10.Kegiatan terorisme ditujukan pada suatu pemerintahan, kelompok,kelas,atau partai politik tertentu, dengan tujuan untuk membuat kekacauan dibidang politik, ekonomi atau sosial.25

Dalam Buku The Globalization of World Politics, 2005 oleh Jhon Baylis dan Steve Smith menyatakan bahwa defenisi kerja dari Terorisme adalah: Penggunaan kekerasan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang ada dalam satu Negara untuk menyebarkan ketakutan dengan menyerang rakyat sipil tak berdosa ( innocent people ) dan atau target-target simbolik, yang semuanya ini bertujuan menarik perhatian yang luas, provokasi kepada pihak-pihak sasaran mereka atau membuat musuh-musuh mereka anjlok secara moral dan pada akhirnya mengharapkan Political change.

1.6.8 Teori Hubungan Internasional

Teori adalah konsep-konsep yang saling berhubungan menurut aturan logika menjadi suatu bentuk pernyataan tertentu sehingga menjelaskan fenomena secara ilmiah,26 Teori sebagai perangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis, yaitu untuk mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat dihubungkan

25

Luqman Hakim, Op. Cit., Hal. 11-12. 26

Mokhtar Mas’oed, Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Studi Sosial UGM, 1998., Hal. 61.


(30)

secara logis satu dengan yang lainnya dengan data dasar sehingga dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk menjelaskan fenomena yang diamati.27

Pada penulisan ini, penulis akan menggunakan teori Hubungan internasional untuk menjelaskan fenomena secara ilmiah. Ada berbagai pendekatan dalam Hubungan Internasional. Oleh karena itu adanya pendekatan hendaknya dinilai secara positif untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu HI. Pendekatan merupakan cara untuk menghampiri dari segi tertentu terhadap suatu masalah sehingga memungkinkan setiap orang berusaha untuk menyelidiki, menyelami dan memecahkan permasalahannya.

Dalam studi Hubungan Internasional, terorisme sudah menjadi bagian dari isu global saat ini. Dimana terorisme dicirikan oleh dan hampir seluruhnya dengan penggunaan kekerasan ( use of violence ). Dalam pandangan penulis, teori HI yang dianggap baik untuk menjelaskan hal ini adalah Teori Sistem Neorealis yang intinya memfokuskan pada struktur sistem, pada unit-unitnya yang berinteraksi dan pada kesinambungan dan perubahan sistem.

Dalam Pendekatan neorealisme, Struktur sistem, khususnya distribusi kekuatan relatif merupakan fokus analitis utama. Hal ini dikuatkan dalam pernyataan Waltz tentang pentingnya struktur :

Kepentingan para penguasa, dan kemudian negara, membuat suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari persaingan negara yang diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan ini dapat menemukan kebijakan-kebijakan yang akan menjalankan dengan baik kepentingan negara; keberhasilan adalah ujian terakhir dari kebijakan itu, dan keberhasilan didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara…. Hambatan-hambatan struktural menjelaskan mengapa metode-metode tersebut digunakan berulang kali disamping perbedaan-perbedaan dalam diri manusia dan negara-negara yang menggunakannya.( Waltz 1979: 117 )

27

Gleen E Smellbecker dan Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kwalitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya., Hal. 61.


(31)

Berangkat dari pendekatan ini diharapkan dapat membantu penulis dalam membahas apa yang akan ditelitinya.

1.6.9 Kepentingan Nasional

Salah satu konsep penting dalam Hubungan Internasional adalah kepentingan nasional. Konsep kepentingan nasional menurut Kenneth Waltz dalam bukunya Theory of International Politics ( 1979 ) menyatakan bahwa: masing-masing Negara menetapkan cara yang dipikirkannya terbaik menjalankan kepentingannya. Dengan demikian, kepentingan nasional terlihat bergerak seperti sinyal otomatis yang memerintahkan para pemimpin Negara kemana dan kapan harus bergerak.28 Dalam hal ini teori neorealis Waltz menghipotesiskan bahwa pemimpin Negara pada dasarnya akan melaksanakan kebijakan luar negerinya dengan mengacu pada petunjuk yang digariskan oleh kepentingan nasional secara otomatis. Waltz berpendapat bahwa Negara-negara yang berkekuatan besar adalah mereka yang mengatur sistem internasional. Dalam hal ini Negara-negara berkekuatan besar dipahami memiliki kepentingan besar dalam sistem mereka dan bagi manajemen dalam sistem tersebut bukan hanya sesuatu yang menjanjikan tetapi juga sesuatu yang bermanfaat. Hal ini dianggap sebagai sesuatu yang sudah semestinya akan terjadi, sehingga sangat jelas terlihat bahwa Waltz menilai konsep kepentingan internasional sebagai ketertiban nasional, melalui hal ini dapat dilihat bahwa hakikat Kepentingan Nasional sebagai keseluruhan nilai yang hendak ditegakkan oleh suatu bangsa ( Dr.Boediono : 135 ). Kepentingan nasional

28

Robert Jackson dan Georg Soroensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005., Hal. 115.


(32)

dapat melukiskan aspirasi Negara dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional pada kebijaksanaan maupun rencana yang dituju.29

1.7 Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif explanative dengan pengumpulan data dengan melalui studi pustaka ( Library

research ) dengan teknik pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel,

media massa dan media elektronik serta data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian.

1.8 Hipotesa

Mengacu pada uraian pokok permasalahan dan kerangka teori yang digunakan, maka penulis membuat hipotesa : Adanya dampak tragedi 11 September 2001 di Amerika terhadap Kebijakan Pertahanan Keamanan dalam Upaya Mengatasi Terorisme di Indonesia.

1.9 Sistematika Penulisan

Bab I : Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian,kerangka dasar pemikiran, teknik pengumpulan data, hipotesa dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini menguraikan tentang gambaran umum tentang deskripsi objek penelitian tentang tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat. Bab ini berisikan : Penanganan Terorisme di Amerika sebelum Tragedi 11 september 2001, Peristiwa Tragedi 11

29

R Soeprapto, Hubungan Internasional, Sistem, Informasi dan Perilaku, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997., Hal. 143-144.


(33)

September 2001 di Amerika, Penanganan Terorisme Paska Tragedi 11 September 2001 di Amerika, Dasar Kebijakan Amerika Serikat Dalam Memerangi Terorisme

BAB III : Bab ini akan menguraikan Kebijakan pertahanan keamanan dalam upaya Indonesia dalam mengatasi aksi terorisme. Bab ini akan berisi : Tinjauan umum tentang teroris ( sejarah dan perkembangan mengenai terorisme, difinisi terorisme, bentuk dan pengelompokan terorisme, Faktor penyebab terorisme, dan cara kerja terorisme secara umum ), Kaitan terorisme dengan kejahatan transnasional, terror sebagai salah satu sarana politik, dan kebijakan pertahan keamanan Indonesia dalam mengatasi terorisme.

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan membahas tentang: Upaya Indonesia dalam mengatasi aksi terorisme. Bab ini akan berisi: Konvensi Internasional Tentang Terorisme yang Telah Diratifikasi Oleh Indonesia, Kerjasama Internasional Dalam Mengatasi Aksi Terorisme,Berbagai Aksi Terorisme Di Indonesia, Faktor yang Menyebabkan Terorisme Berkembang di Indonesia, Implementasi UU Nomor 15 Tahun 2003 Dalam Upaya Mengatasi Aksi Terorisme Di Indonesia.

BAB V : PENUTUP

Pada Bab ini berisi Kesimpulan dan Rekomendasi, kesimpulan dari pemaparan yang tercantum pada bab-bab sebelumnya dan diakhiri dengan rekomendasi.


(34)

BAB II

TRAGEDI SEBELAS SEPTEMBER 2001 DI AMERIKA

2.1 Penanganan Terorisme di Amerika Sebelum tragedi 11 September 2001 Sebelum tragedi 11 September 2001 di Amerika terjadi, Penanganan terorisme di Amerika Serikat secara umum menjadi tugas Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Federal Bureau Investigation ( FBI ),

Central Intelligence Agency (CIA), dan Departemen Kehakiman. Meskipun

demikian dalam kasus-kasus penanganannya tidak dipungkiri keterlibatan lembaga-lembaga pemerintah lainnya.30

Menurut media internasional melaporkan, bahwa serangan teroris terhadap Amerika Serikat sebelum tragedi 11 September 2001 telah berlangsung beberapa kali. Diantaranya yaitu:

1. Pada tanggal 1 Maret 1973, serangan teroris terjadi di Kedutaan Amerika Serikat di Khartoum, Sudan yang menyebabkan Dutabesarnya terbunuh. Sejak itu paling sedikit setiap dua tahun, terjadi serangan teroris terhadap Amerika Serikat.

2. Pada tahun 1983, terjadi pemboman dua kali, yakni terhadap Kedutaan Amerika Serikat di Beirut pada tanggal 18 April yang menewaskan 49 orang, dan pada tanggal 23 Oktober terhadap pangkalan udara Amerika Serikat yang menyebabkan 241 orang terbunuh. Pada tahun ini juga terjadi penyerangan terhadap barak US Marine yang tergabung dalam Pasukan perdamaian PBB di Libanon.

30

Hermawan Sulistyo, Beyond Terrorism Dampak dan Tragedi Pada Masa Depan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002., Hal. 3


(35)

3. Pada tanggal 5 September 1986, serangan teroris kembali menimpa Pan Am Airlines di Karachi International Airport yang menewaskan 20 orang. 4. Pada tanggal 21 September 1988, penerbangan Pan Am Airlines 103

diserang dengan melalui bom yang dikendalikan melalui radio kontrol yang menyebabkan 259 orang penumpang dan 11 orang warga sipil meninggal ketika pesawat hancur dekat Lockerbie di Skotlandia.

5. Pada tahun 1993, terjadi serangan bom mobil di Manhattan, New York dengan Maksud meledakkan World Trade Center.

6. Pada tanggal 19 April tahun 1995, merupakan kenyataan lain, dimana di Amerika Serikat sendiri muncul teroris brutal dari warga Amerika sendiri, Timothy Mc Veigh. Dia meruntuhkan gedung pemerintah federal di Oklahoma city, yang menyebabkan 168 orang meninggal dan ratusan orang luka berat.

7. Pada tanggal 18 Agustus 1998, terjadi dua pemboman yang berurutan, yaitu pertama terjadi di Kedutaan Amerika Serikat di Nairobi, Kenya yang membunuh 80 orang, dan yang kedua di Kedutaan Amerika Serikat di Dar Es Salaam, Tanzania yang menewaskan 9 orang dan lebih dari seribu orang terluka, termasuk Duta besarnya.31

Untuk menangani berbagai peristiwa ini, Amerika Serikat melakukan upaya secara sepihak dalam melawan dan mengatasi terorisme. Adapun upaya yang telah dilakukan Amerika dalam mengatasi terorisme yaitu:

1. Mengisolasi Negara-negara yang memberi dukungan terhadap kelompok teroris agar Negara tersebut menghentikan bantuannya.

31


(36)

2. Memperkuat peraturan dan hukum yang pada intinya melawan tindakan terorisme melalui kerjasama internasional.

3. Bersikap tegas dan menolak upaya tawar-menawar maupun negosiasi yang diminta oleh kelompok teroris.

Kebanyakan tindakan terorisme terhadap Amerika Serikat dilakukan di Luar Negeri, sehingga upaya melawan terorisme internasional ini jelas memerlukan dukungan Negara-negara lain karena masalah terorisme internasional ini sangat kompleks dan harus ditanggulangi dengan kerjasama.32

Amerika Serikat menekan Negara yang dianggap sponsor atau melindungi kelompok terorisme. Hal ini penting dilakukan karena selama masih ada dukungan dana dan modal, menyediakan tempat persembunyian, memasok senjata, maupun memberikan bantuan logistik maka upaya mengatasi dan memberantas terorisme akan sulit dilakukan. Setiap tahun Pemerintah Amerika melakukan pemetaan dan menganalisa kebijakan setiap Negara terhadap terorisme dalam tiga kelompok yang kemudian menjadi fenomena kelompok terorisme di dunia, yaitu:

1. Negara Sponsor teroris/ State sponsor terrorism. 2. Negara teroris/ State terrorism.

3. Negara yang tidak mau atau sungguh-sungguh menanggulangi kegiatan terorisme.

Kebijakan yang diterapkan, apakah itu tekanan ekonomi, diplomatik maupun militer akan dilakukan dengan tindak lanjut dari hasil pemetaan dan pengelompokan tersebut terhadap Negara-negara yang terkait. Contohnya upaya

32

Serangan Terorisme di Amerika Serikat, Dapat diakses di: http://www.wikimedia.com= Lisensi Dokumentasi Bebas GNU= wikimedia Foundation.inc, Diakses tanggal 24 Oktober 2007.


(37)

Amerika, agar suatu Negara mau bekerjasama dengan Amerika dalam melawan terorisme adalah melalui tekanan ekonomi. Amerika akan memveto pinjaman yang akan diberikan oleh lembaga-lembaga donor internasional kepada Negara pendukung terorisme ini, sehingga Negara-negara tersebut mengalami kesulitan ekonomi dalam melakukan pembangunan nasionalnya. Tekanan ekonomi baru dihentikan setelah Negara tersebut mau mematuhi keinginan Amerika. Kuba, Iran, Lybia, Korea Utara, Sudan dan Suriah sejak tahun 1993 selalu masuk kedalam daftar Negara sponsor terorisme yang dibuat Amerika Serikat.33

Pemerintah Amerika melalui Departemen luar negerinya, juga mempunyai program pemberian hadiah sejumlah uang sedikitnya lima juta dolar untuk pemberian informasi yang dapat mencegah aksi terorisme internasional melawan kepentingan nasional Amerika di seluruh dunia, atau informasi yang memberi petunjuk untuk menangkap pelaku kejahatan teroris tersebut. Pemerintah Amerika telah membayar lebih dari 6 miliar dolar dan berhasil menangani sekitar duapuluh kasus berdasarkan program ini. Salah satu kasus keberhasilan dari program ini adalah penangkapan teroris Ramzi Yousef tahun 1995 dan Mir Aimal Kasi tahun 1997.34

Kebijakan Amerika yang cukup kontroversial lainnya adalah Undang-undang tentang anti terorisme yakni: Antiterrorism and Effective death Penalty

Act tahun 1966 yang secara umum melegitimasi setiap kebijakan pemerintah

memerangi terorisme di dalam dan di luar negeri. Termasuk dalam kewenangan pemerintah Amerika, berdasarkan Undang-undang ini adalah melakukan

33

Andrew Austin, Dibalik Kebijakan Perang Bush di Asia Tengah dan Timur Tengah, Dapat dilihat dalam Buku karya: Bern Hamm, The Bush Gang, Jakarta: PT Ina Publikatama, 2007., Hal.80-83.

34

Poltak P Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi SEKJEN DPRRI, 2002., Hal.164-165.


(38)

ekstradisi para teroris yang terbukti melakukan penyerangan terhadap warga Negara dan properti Amerika untuk diadili di Amerika. Hal ini tentu saja menimbulkan polemik dalam hubungan bilateral Amerika dengan Negara lain yang tidak mudah diselesaikan karena tidak semua Negara mau menyerahkan warga negaranya untuk diadili di Amerika, terlebih lagi karena berdasarkan Undang-undang ini seseorang yang terbukti bersalah melakukan tindakan terorisme dapat dijatuhi hukuman mati.

Selain itu kebijakan berupa tindakan militer juga pernah ditempuh Amerika sebelum terjadi tragedi 11 September 2001. Seperti serangan udara terhadap Iran dalam kasus peyanderaan di Kedutaan Besar Amerika di Iran tahun 1980, kemudian disusul serangan udara ke Lybia karena Negara ini dituduh Amerika dengan sengaja meledakkan sebuah tempat hiburan di Jerman yang sering dikunjungi warga Negara Amerika di tahun 1988.35

2.2 Peristiwa Tragedi 11 September 2001 di Amerika

Selasa, 11 September 2001 berkisar antara pukul 07- 10 pagi waktu setempat ( kira-kira pukul 16-21 WIB), semua Negara secara komprehensif “

bertekuk lutut” pada peristiwa ini. Pengukuran keamanan rutin, yang umumnya

dilakukan yang mungkin dapat mencegah serangan atau mengurangi dampaknya, ditunda hingga serangan berlangsung dan dikekang hingga semuanya berakhir.36

Adapun urutan kejadian pembajakan pesawat adalah sebagai berikut:

35

Adirini Pujayanti, Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Bush Terhadap Terorisme

Internasional, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi SEKJEN DPR RI, 2002., Hal.

163. 36

Paul Thompson, The failure To Defend the Skies on 9/11, Dapat diakses di:

http://www.cooperativeresearch.net/timeline/main/essayairdefense.html(2003). Diakses tanggal 24 Oktober 2007.


(39)

7.59 am : American Airlines dengan Nomor penerbangan 11 meninggalkan Bandara Logan di Boston menuju Los angeles.

8.20 am : Pesawat dibajak dan menghilang.

8.46 am : Para teroris membenturkannya ke menara utara World Trade

Center

10.28 am : Menara hancur total

8.01 am : United Airlines dengan Nomor penerbangan 93 mendarat 41 menit sebelum meninggalkan Newark menuju San Fransisco. 9.20 am : AA menandai NORAD bahwa penerbangan 93 telah dibajak. 9.35 am : Pesawat menghilang dekat Cleveland, Ohio dimana mereka

membuat putaran 135 derajat menuju tenggara. 10.10 am : Kecelakaan di Shanksville, Pennsylvania.

8.14 am : United Airlines dengan Nomor Penerbangan 175 meninggalkan Boston menuju Los angeles.

8.49 am : Pesawat menyimpang dari arah tujuan penerbangannya. 9.03 am : Ditabrakkan kemenara selatan World Trade Center 9.59 am : Dua menara kembar hancur total.

8.20 am : American Airlines penerbangan 77 meninggalkan Bandara Internasional Dulles, 30 mil dari Washington DC menuju Los Angeles.

8.56 am : Sinyal Transpoder berhenti.Pesawat menghilang dan mulai berputar 180 derajat melintasi selatan Ohio/ timur laut Kentucky.


(40)

9.38 am : Pesawat diduga menabrak gedung The Pentagon.37

Pangkalan udara militer Andrews adalah instalasi raksasa yang berjarak hanya 12 mil dari gedung The Pentagon. Dalam peristiwa 11 September tersebut, semua jet skuadron siap tempur yang berada di Andrews gagal menjalankan tugas mereka untuk melindungi angkasa Washington DC. Walaupun lebih dari satu jam peringatan dini telah diberikan, bahwa serangan teroris sedang berjalan, tak satupun pesawat tempur Andrews melindungi kota. FAA, NORAD dan militer memiliki prosedur kerjasama yang memungkinkan pesawat tempur mencegat pesawat komersial dalam situasi darurat.

Dilain pihak, pagi itu saat semuanya masih terasa lengang dan denyut kehidupan baru dimulai, tiba-tiba sebuah pesawat menabrak menara World Trade

Center di New York, meninggalkan sebuah lubang yang cukup besar diantara

level 80 dan level 85 bangunan berlantai 110 itu. Kegiatan terorisme ini belum selesai karena hanya selang beberapa menit, kemudian pesawat yang kedua menabrak kembaran gedung yang menjulang tinggi tersebut. Dan hanya selang waktu satu sampai dua jam gedung pusat finansial Amerika itu runtuh. Beberapa menit kemudian, sebuah pesawat jumbo jet menabrak gedung The Pentagon yang dikenal sebagai gedung Departemen Keamanan Amerika di luar Washington yang menyebabkan setengah dari bangunan simbol dari kedigdayaan Amerika tersebut terbakar.

Sebuah pesawat juga dibajak di Newark yang akan mengadakan penerbangan ke Sanfransisco, namun hal gagal diledakkan dan mengalami kecelakaan di Shanksville, Pennsylvania.

37

Walter E Davis, Peristiwa 11 September dan Pemerintahan Bush: Bukti yang Meyakinkan Tentang Keterlibatan, Dalam Buku karya: Bern Ham, Op.Cit., Hal. 161.


(41)

Akibat dari tragedi ini, diperkirakan sekitar puluhan ribu orang tewas di sekitar menara World Trade Center, sedangkan 800 orang diyakini tewas di gedung The Pentagon, Washington.38

2.3 Penanganan Terorisme Pasca Tragedi 11 September 2001

Puncak kemarahan Amerika Serikat, terhadap gerakan terorisme internasional adalah terjadinya tragedi 11 September 2001 atau yang kemudian populer sebagai Black September Tragedy. Dalam tragedi ini, kelompok teroris dengan sukses menggunakan pesawat terbang sipil sebagai senjata baru untuk membom gedung World Trade Center yang dikenal sebagai lambang kapitalisme Amerika dan gedung The Pentagon sebagai lambang kekuatan militer Amerika dengan memakan korban lebih dari 10.000 jiwa.

Serangan terorisme yang dilakukan dari dalam Negara Amerika sendiri tidak pernah terbayangkan oleh pemerintah Amerika, bahwa akan ada pihak yang sangat berani melancarkan serangan kedaratan Amerika sang Negara adidaya diluar perkiraan mereka. Karena selama ini pemerintah Amerika memprediksikan bahwa ancaman terhadap negaranya akan datang dari Negara lain, melalui sebuah perang nuklir. Hal ini menimbulkan kepanikan dikalangan pemimpin dan rakyat Amerika. Kemampuan pemerintah Amerika untuk melindungi wilayah dan negaranya sempat diragukan. Selama beberapa tahun ini, pertahanan militer Amerika dianggap yang terkuat di dunia, dengan kekuatan militer mereka, Amerika dapat menyerang beberapa Negara sekaligus tanpa mampu dibalas. Rasa malu atas kelengahan pertahanannya sehingga menyebabkan trauma dan obsesi

38


(42)

Amerika untuk memberantas terorisme dengan segala cara dan dengan kemampuan yang dimilikinya.39

Pemerintahan Bush bekerja cepat dan menyimpulkan bahwa dalang dari serangan terorisme ke negaranya adalah Osama Bin Laden dengan jaringan Al Qaedanya yang bermarkas di Afganistan sejak tahun 1996. Keputusan Taliban untuk tidak menyerahkan Osama Bin Laden kemudian dianggap sebagai upaya pemerintahan Negara Afganistan untuk melindungi terorisme, dan hal ini menimbulkan kemarahan-kemarahan Amerika. Osama Bin Laden sendiri telah menjadi tokoh terorisme yang dicermati Amerika sejak terjadinya serangan bom terhadap dua kedutaan Amerika di Afrika tahun 1998.

Amerika kemudian menggelar operasi militer besar-besaran yang bersandi “ Operation Infinite Justice” atau operasi keadilan tanpa batas, yang kemudian diganti dengan nama sandi “Operation Enduring Freedom”, ke Afganistan untuk menangkap orang yang dianggap bertanggung jawab terhadap tragedi 11 September. Operasi militer ini seperti yang dijanjikan Bush bukan merupakan serangan balasan ala kadarnya, tapi merupakan pukulan yang menyeluruh, kuat, efektif serta akan memerlukan waktu yang panjang. Akibat serangan tersebut pemerintahan Taliban di Afganistan jatuh dan digantikan pemerintahan baru yang dianggap demokratis dan mau bekerjasama dengan Amerika dalam melawan dan membasmi terorisme internasional.

Publik Amerika Serikat banyak memperhatikan kebijakan pasca tragedi 11 September 2001, yang memfokuskan pada kekuasaan pengawasan baru pemerintah termasuk kemampuan membaca dengan teliti catatan bisnis, dokumen

39


(43)

perpustakaan dan data individual lain, yang bahkan bukan orang yang diduga terkait dengan teroris. Kebijakan ini cenderung lebih mempengaruhi warga Amerika daripada- misalnya penunjukan pembasmi musuh, atau keputusan menahan orang berbulan bulan karena masalah rutin seperti visa. Namun berikutnya mengurangi hak kebebasan dan membatasi atau mengelak perlindungan pengadilan yang mana hak itu jauh lebih berbahaya terhadap kebijakan Amerika secara keseluruhan. Pemerintah menuai kritik atas upaya memerangi teror, yang dinilai mengorbankan kebebasan sipil,sementara manfaatnya kecil dalam keamanan nasional.

Banyak Strategi dan kebijakan dalam negeri dari Pemerintahan Bush pasca 11 September 2001, pemerintahan Bush secara langsung menantang peran pengadilan federal dan pemerintah dalam menahan langkah eksekutif, khususnya langkah yang mempengaruhi hak dasar manusia. Setelah 11 September, pemerintahan Bush menahan lebih dari 1.000 orang yang dituduh bersalah terkait atau mengetahui kegiatan teroris dan menghalangi penyelidikan pengadilan terhadap para tahanan tersebut. Pemerintah menegaskan haknya untuk menyembunyikan nama-nama orang yang dianggap terkait upaya anti terorisme. Pemerintah telah menunjuk orang yang ditangkap di Amerika sebagai ”Pembasmi musuh” dan menegaskan pihak yang berwenang memasukkan mereka ke penjara militer, tanpa tahu kesalahan dan tidak diberi kesempatan untuk konsultasi dengan pengacara. Pemerintah menegaskan sebagai satu-satunya yang memenjarakan dalam waktu tak terbatas di basis militer Teluk Guantanamo, Kuba. Kebanyakan diantaranya ditangkap selama perang Amerika Serikat di Afghanistan. Pemerintah berwenang membawa tahanan asing ke pengadilan militer


(44)

berdasarkan aturan yang tidak memberikan hak sipil untuk membela diri dan dievaluasi.

Pemerintahan Bush beralasan, demi keamanan nasional yang memerlukan segala daya upaya memerangi terorisme, langkah seperti itu dapat dibenarkan. Tentunya hampir setiap pemerintahan berdalih demi keamanan nasional sebagai pembenaran atas penangkapan dan penahanan terhadap pelaku teroris. Keadilan tidak pernah tercipta tanpa penghargaan terhadap HAM, seperti yang dinyatakan dalam pembukaan Deklarasi Universal HAM, ” martabat dan kesamaan hak dari seluruh anggota keluarga manusia merupakan pondasi kebebasan, keadilan, dan perdamaian di dunia”. Berbagai retorika pemerintahan mengakui HAM dan menegaskan bahwa perang melawan terorisme merupakan sebuah perang untuk melindungi kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat ditawar lagi, peraturan perundang-undangan, pembatasan kekuasaan pemerintah dan keadilan. Pernyataan ini diungkapkan oleh Presiden Bush dalam wisuda Akademi Militer West Point, pada bulan Juni 2002 di Negaranya.40

Serangan ke Afganistan sempat menimbulkan protes dari masyarakat internasional yang menganggap tindakan Amerika tersebut terlalu berlebihan. Namun besar kemungkinan pengunaan kekuatan militer untuk melawan tindakan terorisme tidak akan berakhir di Afganistan saja, kebijakan yangsama diyakini akan juga dilakukan Amerika di Negara lain yang dianggapnya melindungi terorisme.

Presiden George Walker Bush yang merupakan tokoh kunci dalam perbuatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat saat ini, memang meyakini

40

Alison Parker dan Jamie Fellner, Kekuasaan Pemerintah Pasca 11 September di Atas Undang-undang, Dalam Buku karya: Bern Ham, Op. Cit., Hal. 150-153.


(45)

bahwa upaya mengatasi terorisme adalah dengan kekuatan militer. Bush meyakini bahwa teroris secara de facto adalah sekelompok militer yang siap tempur dan tidak mengindahkan hukum, maka upaya melawan terorisme dengan kekuatan militer dianggap benar.41 Hal ini juga didukung kenyataan bahwa kekuatan militer merupakan salah satu keunggulan Amerika yang selalu dipergunakan Amerika dalam menghadapi musuh-musuhnya. Dengan kenyataan tersebut, penggunaan kekuatan militer dalam melawan terorisme bukan merupakan suatu hal baru. Sebagai Negara yang sejak awal dikenal bersikap tegas terhadap terorisme, Amerika serikat dipastikan tidak segan melakukan serangan militer untuk mengatasi terorisme.

Upaya melawan terorisme melalui kekuatan militer jelas bukan hal baru dalam hubungan internasional. Paul Wilkinson, seorang Profesor hubungan internasional dengan spesialisasi bidang studi terorisme dari Universitas Aberdeen di Belfast, melalui doktrin “ two wars”menjelaskan tindakan yang harus dilakukan secara menyeluruh, yang pada intinya merupakan harmonisasi dari dua strategi yaitu:

1. Melakukan perang militer dan keamanan untuk mengidentifikasi, mengisolasi dan menghancurkan kekuatan revolusioner, bantuan logistik dan jalur komunikasi.

2. Melakukan perang politik, ideologi untuk mempertahankan dan menguatkan dasar dukungan publik terhadap tindakan pemerintah sehingga posisi teroris tersebut terisolasi secara politik yang kemudian menjadi rapuh.42

41

Adirini Pujayanti, Op. Cit., Hal. 163 42


(46)

Agresifitas Amerika Serikat untuk membasmi seluruh jaringan teroris internasional, tidak hanya berhenti sampai di Afganistan, karena upaya memerangi terorisme akan terus meningkat ke babak baru, yakni membunuh sasaran kewilayah manapun dengan memanfaatkan teknologi mutakhir, seperti penggunaan pesawat tanpa awak predator yang telah berhasil menewaskan tersangka anggota jaringan Al Qaeda di Yaman November lalu. Ini adalah fase baru dalam melawan terorisme dan meluaskan aksi militernya diluar medan tempur Afganistan.

Tidak diragukan lagi, penggunaan kekuatan militer untuk perang melawan terorisme merupakan cara yang dianggap efektif oleh Amerika Serikat. Tidak lama setelah menggempur Afganistan, pemerintah Amerika mengeluarkan secara resmi National Security Concept yang terbaru dan dikenal dengan sebutan NSS-2002. Konsep ini juga disebut sebagai ”doktrin kebijakan keamanan terbaru Amerika Serikat” atau ”doktrin Bush”. Dapat dikatakan bahwa doktrin baru yang menjadi kebijakan resmi Amerika serikat itu seakan-akan menyatakan bahwa pemerintahan presiden Bush akan memerangi terorisme menurut caranya sendiri dengan mengabaikan peraturan dan hukum internasional.43

Doktrin keamanan terbaru Amerika Serikat yang dijelaskan oleh NSS-2002 menggarisbawahi perubahan kebijakan keamanan Amerika secara menyeluruh. Akibat perubahan itu, Amerika telah menerapkan kebijakan strategis global yang lebih radikal dan tidak memperdulikan lagi azas multilateral yang dianut oleh dunia internasional.

Inti petikan dari isi NSS-2002 dapat disimpulkan sebagai berikut:

43

Abdul Halim Mahally, Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003., Hal. 200.


(47)

1. Dalam butir Nomor 1, Amerika dengan tegas mengatakan bahwa kesuksesan nasional hanyalah dengan cara menerapkan kebebasan, demokrasi dan kebebasan dalam mendirikan suatu usaha. Untuk itu Amerika akan berusaha keras mengekspor nilai-nilai yang dianutnya itu keseluruh pelosok dunia. Pemerintahan Bush berkeinginan untuk mengantarkan Amerika sebagai Negara yang menjadi ” kiblat ekonomi” seluruh bangsa. Pemerintah Bush juga mendambakan adanya sebuah era baru bagi pertumbuhan ekonomi global yang diwujudkan melalui penciptaan pasar bebas dan perdagangan bebas.

Dalam konteks NSS-2002 itu, setiap bangsa atau Negara yang hendak memberlakukan pembatasan terhadap perdagangan dan kapitalisme internasional, maka ia sesungguhnya dianggap telah membahayakan keamanan internasional Amerika. Setiap bangsa atau Negara, masih dalam konteks NSS-2002, harus membuka pintu bagi terjaminnya perdagangan bebas dan penanaman modal internasional, dalam hal ini adalah investasi dari perusahaan-perusahaan besar Amerika.

Apabila Negara itu menentang perdagangan bebas, apakah dengan cara menutup diri ataupun memberlakukan batasan-batasan investasi, maka kekuatan Amerika, ekonomi, dan militer telah siap untuk memperingatkan Negara tersebut.

Kebijakan Luar Negeri Amerika serikat dalam masalah ekonomi seperti digariskan oleh NSS-2002 itu telah melangkah terlalu jauh dan keluar dari sekedar memerangi terorisme. Kebijakan Bush justru memperlihatkan bahwa pemerintahannya akan menggerakkan kekuatan militer untuk


(48)

memantau dan memaksa setiap Negara agar patuh dan tunduk pada setumpuk agenda Amerika tentang perdagangan bebas dan kebebasan yang seluas-luasnya bagi perusahaan besar Amerika untuk menanamkan modal mereka diseluruh Negara.

2. Pada butir Nomor 2, Amerika menyatakan dengan jelas bahwa mereka memiliki hak untuk menyingkirkan adanya ancaman-ancaman bagi keamanan nasionalnya dengan cara menggunakan kekerasan militer dan menyerang lebih dulu sebelum terjadi suatu serangan dari pihak musuh, baik ancaman itu benar-benar nyata ataupun belum pasti, secara multilateral ataupun unilateral.

Pernyataan NSS-2002 itu jelas membahayakan perdamaian internasional. Atas nama kepentingan nasional dan keamanannya, pemerintah presiden Bush mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk menyerang siapapun yang dianggap akan membahayakan kepentingan nasional Amerika. Washington tidak lagi perduli dengan kesepakatan-kesepakatan internasional, ia merasa memiliki kewenangan untuk bertindak secara militer tanpa mengacuhkan dukungan dari dunia internasional. Amerika akan melakukan aksi militer kapanpun mereka menganggap perlu untuk dilakukan, sekali pun hal itu tanpa dukungan secara multilateral.

Pemerintahan Amerika serikat merasa berhak mengirimkan tentaranya kemanan pun yang ia kehendaki dan dengan apapun sepanjang ia menganggap keamanan Amerika akan terancam secara serius bila tidak melakukan aksi militer. Untuk itu Amerika tidak merasa ” malu” dan segan menodongkan senjatanya ke Negara atau kelompok manapun demi


(49)

keamanan dan kepentingan nasionalnya. Lebih dari itu pemerintah Amerika juga telah secara tidak langsung menyatakan bahwa ia tidak perlu lagi menghiraukan norma-norma internasional yang menjadi pemantau semua bangsa di dunia.

Melalui NSS-2002, pemerintah presiden Bush hendak mendeklarasikan bahwa Amerika tidak perlu menghormati, apalagi mematuhi hukum internasional yang tertuang dalam piagam PBB.

3. Pada butir Nomor 3, dapat dipahami bahwa Amerika akan menanggulangi masalah terorisme dengan cara melakukan pengembangan kekuatan militer secara besar-besaran. Pemerintah Bush merasa perlu meningkatkan kemampuan teknologi militernya baik itu dengan cara mengembangkan sistem pertahanan rudal atau pun menguji coba kapabilitas senjata pemusnah massalnya.44

2.4 Dasar Kebijakan Amerika dalam Memerangi Terorisme

Terorisme bukan merupakan masalah baru bagi pemerintahan Amerika, setelah tahun 1961 Departemen Luar Negeri Amerika mencatat telah banyak warga negara Amerika yang menjadi korban dari kekerasan dan kekejaman terorisme. Kebijakan politik Luar negeri Amerika yang sering dianggap mementingkan diri sendiri dan merugikan negara lain, serta kemakmuran ekonomi negara ini yang cukup tinggi, menyebabkan warga negara Amerika menjadi target empuk bagi berbagai kelompok teroris dimanapun juga.

44


(50)

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa terorisme mempunyai latar belakang yang bermacam-macam, antara lain: penjajahan, etnisitas,agama, pertentangan ideologi, pertentangan pandangan individu, separatisme maupun akibat kesenjangan sosial menyebabkan kesulitan dalam membina kerjasama diantara negara-negara di dunia dalam perang melawan terorisme ini.

Secara umum terdapat persamaan dalam definisi yang diberikan terhadap masalah ini, terorisme sering kali di definisikan sebagai kejahatan politik atau tindakan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah dan rakyat, yang menghalalkan segala cara termasuk penggunaan kekerasan demi tercapainya tujuan. Terorisme yang bersifat memaksa dan menghalalkan kekerasan dianggap sangat berbahaya dan bertentangan dengan pemikiran liberal barat yang sangat mengagungkan kebebasan individu yang disertai tanggung jawab moral, hak azasi setiap manusia untuk hidup dan mengejar kebahagiaan. Tindakan kejahatan yang dilakukan oleh kelompok teroris melampaui batas sebuah negara, dan menjadikannya musuh utama bagi perdamaian dunia yang dicita-citakan setiap umat manusia.45

Pemerintahan Amerika sendiri menganggap terorisme sebagai kejahatan politik. Definisi yang diberikan pemerintah Amerika mengenai terorisme adalah:

” The unlawful use or threat of violence against person of property to further or social objectives.”

Untuk itu, sejak awal pemerintah bersikap tegas, tidak melakukan kompromi dan menolak melakukan negosiasi dengan kelompok teroris, baik itu berupa

45


(51)

pembayaran tebusan, perubahan kebijakan, penukaran atau pembebasan tawanan. Sikap Amerika ini kemudian diikuti oleh Negara-negara barat sekutunya.46

Sikap tegas pemerintah Amerika terhadap masalah terorisme ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Terorisme dianggap sangat membahayakan kepentingan nasional Amerika. Terutama karena seringnya warga negara, gedung Kedutaan maupun perusahaan milik Amerika menjadi sasaran tindakan terorisme, antara tahun 1995-2001, diperkirakan bahwa puluhan warga negara Amerika terbunuh, ratusan orang terluka setiap tahunnya akibat tindakan terorisme. 2. Tindakan terorisme juga sering kali dianggap mengganggu proses

perdamaian yang telah diupayakan Amerika selama lebih dari 20 tahun di Timur Tengah dalam menyelesaikan konflik Arab-Israel.

3. Terorisme juga mengancam stabilitas keamanan di Negara-negara yang menjadi aliansi Amerika.

4. Terorisme selalu terkait dengan tindakan kekerasan sehingga bertentangan dengan prinsip Demokrasi dan Hak Azasi Manusia.

Dengan keempat faktor diatas yang dianggap sangat merugikan kepentingan Amerika, maka Negara ini merasa berhak berada di posisi paling depan dalam upaya melawan terorisme internasional.

Amerika Serikat adalah Negara yang sangat mengagungkan Demokrasi dan HAM, dan bahkan kedua hal ini merupakan elemen penting yang mempengaruhi kebijakan luar negerinya. Tujuan dari kebijakan demokrasi dan HAM yang ada dalam politik luar negeri Amerika adalah untuk menciptakan tata

46


(52)

kehidupan dunia yang lebih baik atau mendukung kepentingan dan keamanan nasional dan ekonomi Amerika. Terorisme dianggap lawan bagi demokrasi, dan suatu upaya penolakan terhadap kekuasaan yang sah karena menganggap melalui upaya terorisme akan dicapai suatu keadaan yang lebih baik.

Dengan demikian, terorisme merupakan musuh bagi nilai-nilai demokrasi dan HAM yang dianut Amerika. Meskipun Amerika adalah negara adidaya satu-satunya setelah Perang dingin, namun itu tidak menjadikannya terlepas dari masalah terorisme, dan meskipun Amerika telah memiliki perangkat hukum yang memberikan hukuman berat ( hukuman mati) pada pelaku terorisme, Badan intelijen yang terbaik di dunia, berbagai perlengkapan penangkal terorisme yang canggih, tetapi bukan hal yang mudah bagi Amerika, yang terbuka dan bebas untuk mempertahankan diri melawan kelompok teroris.47

Berkaitan dengan kasus terorisme yang menimpa Amerika pada Tragedi 11 September 2001, sehari setelah peristiwa tersebut, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi yang kemudian digunakan oleh Amerika untuk memerangi terorisme.

Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1368 tanggal 12 September 2001 itu berisikan antara lain:

“Calls those state to work together urgently to bring justice the

perpetrators, organizers and sponsor of these terrorist attacks and stressnes that those responsible for aiding, supporting or harbouring ther perpetrators, organizers and sponsors of these acts will be held accountable”

( Mengajak Negara-negara tersebut bekerjasama secepatnya untuk menegakkan keadilan bagi pelaku, penggerak dan pendukung dari penyerangan-penyerangan teroris ini dan menekankan bahwa hal-hal tersebut harus dipertanggung jawabkan bagi pertolongan, bantuan atau

47


(53)

penyembunyian pelaku-pelaku, penggerak-penggerak dan pendukung-pendukung dari tindakan ini akan dipertanggung jawabkan.)48

Dari sini dapat dilihat bahwa setiap Negara mempunyai yuridiksi universal berkaitan dengan terorisme. Secara teoritis setiap Negara anggota PBB mempunyai kewajiban untuk memerangi terorisme dengan segala cara atau By

any means.

Selain resolusi tersebut, Amerika juga mendasarkan tindakan dalam mengatasi dan memerangi terorisme pada prinsip Self-Defence yang tercantum dalam Pasal 51 Piagam PBB:

” Nothing in the present charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attacks occurs against a member of the United Nation, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security...

( Tidak ada didalam perjanjian ini yang akan melarang hak individu atau kelompok untuk membela diri jika sebuah serangan bersenjata terjadi terhadap anggota dari PBB, sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia……)

Hal inilah yang menjadi dasar bagi Amerika dalam memerangi terorisme. Selain itu ada juga Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373, dimana resolusi ini melarang Negara anggota memberi dukungan keuangan kepada teroris.

48

Sunan J Rustam, Dasar Amerika Dalam Memerangi Terorisme, Dapat diakses di:http://www.yahoo.com. Diakses tanggal: 10 November 2007


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Tragedi terorisme di Amerika secara tidak langsung telah membawa perubahan yang mendasar bagi setiap Negara di dunia untuk mengubah sistem kebijakan pertahanan dan keamanannya. Hal tersebut juga dialami oleh bangsa Indonesia yakni terjadinya Tragedi bom bali yang mewakili berbagai aksi teroris yang pernah terjadi di Indonesia. Negara Indonesia juga menjadi salah satu Negara yang mengubah dan membenahi kembali sistem kebijakan pertahanan dan keamanannya yang tidak mencakup aspek geopolitik dan geostrategi lagi melainkan telah membuka akses untuk membuat kebijakan dibidang pemberantasan terorisme. Dimana pemerintah Negara Indonesia telah membenahi kebijakan pertahanan dan keamanannya dengan membuat dan menetapkan kebijakan untuk mengatasi terorisme melalui Peraturan Pengganti Perundang-undangan Nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindakan terorisme, yang kemudian selang beberapa hari menetapkan PERPU Nomor 2 tahun 2002 tentang pemberlakuan PERPU Nomor 1 tahun 2002, yang kemudian diamndemenkan menjadi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003.

Implementasi UU ini telah membawa dampak yang sangat besar bagi Indonesia didalam mengatasi aksi terorisme, yakni dengan dibentuknya Platina dan Detasemen 88 antiteror yang khusus mengatasi dan memberantas aksi terorisme. Melalui UU ini, pemerintah juga telah berhasil meringkus dan menangkap berbagai pelaku terorisme di Indonesia dan berhasilo mengungkap lokasi-lokasi yang dibuat menjadi tempat persembunyian bagi actor-aktor teroris.


(2)

5.2 Rekomendasi

 Perlu sosialisasi tentang masalah terorisme kepada masyarakat, sehingga terdapat pemahaman yang sama tentang terorisme antara masyarakat dan pemerintahan Indonesia.

 Perlu pemaksimalan strategi suatu lembaga yang menangani terorisme secara nasional yang bersifat tetap (tidak temporer).

 Perlu meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia terhadap dunia internasional dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional didalam memberantas terorisme

 Perlu melanjutkan komitmen Indonesia sebagai Negara yang berperan aktif untuk menjaga perdamaian dunia dan juga terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi regional.

 Perlunya bertindak sesuai manajemen krisis yang baik dengan bekerjasama melalui seluruh instansi yang terkait, sehingga fenomena aksi terorisme di Indonesia dapat diatasi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Pertahanan Negara

Undang_undang Nomor 15 Tahun 2003, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Ali AbidinHammad, Suhailah Zain, Bagaimana Mengatasi Terorisme, Zikrul Hakim, Jakarta: 2005

As’ari, Deni Kurniawan, Kamus Istilah Politik dan kewarganegaraan, Yrama widya,Bandung : 2006

Atmasasmita, Romly, Masalah Pengaturan Terorisme Dalam Perspektif Indonesia, Perum Percetakan RI, Jakarta: 2002

Cipto, Bambang, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2007

Chulsum, Umi dan Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kashiko, Surabaya: 2006

Hakim, Luqman, Terorisme di Indonesia, FSIS, Surakarta : 2004 Hamm,Bern, The Bush Gang, PT Ina Publikatama, Jakarta : 2007

Ibrahim,Idi Subandy,dkk, Amerika, Terorisme dan Islamophobia,fakta dan imajinasi jaringan kaum radikal, Nuansa,Bandung : 2007

J, Sing, Light Weapon and International Security, Indian Pugwash Society and British American Security Information Council, new Delhi: 1995

Jackson, Robert dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2005

Laqueur, Walter, Origins of Terroris, Murai Kencana, Jakarta: 2003

Mahally, Abdul Halim, Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Pustaka Sinar Harapan , Jakarta: 2003

Mas’oed, Mokhtar, Teori dan Metodologi Hubungan Internasional, Pusat Antar Universitas Studi Sosial UGM, Yogyakarta: 1998

Meleong,Lexy J dan Glenn E Smellbecker, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosda Karya, Bandung


(4)

Nainggolan, Poltak P, Terorisme dan Tata dunia Baru, Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jenderal DPR – RI, Jakarta : 2002

Purwanto, Wawan H, Terorisme Ancaman Tiada Akhir, Grafindo, Jakarta : 2004 Sastradipoera, Khomaruddin, Mencari Makna dibalik Penelitian Skripsi, Thesis,

dan Disertasi, Kappa sigma, Bandung : 2005

Shakuntala,I.B, Pariwisata Terorisme, Pustaka Marwa, Yogyakarta : 2003

Sihombing, Mangasi, Peranan Politik Luar Negeri dan Diplomasi dalam memagari Persatuan dan Kesatuan Nasional, DIRJEN Informasi dan Diplomasi Publik DEPLU, Medan: 2006

Soprapto, R, Hubungan Internasional system, Interaksi dan Perilaku, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1997

Sukrama, Bela Negara, Purna Bhakti Negara, Jakarta: 1996

Suryohadiprojo,Sayidiman, Si Vis Pacem Para Bellum, Membangun Pertahanan Negara yang Modern dan Efektif, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 2005

Tabrani, Sabirin, Menggugat Terorisme, CV. Karsa Rezeki, Jakarta: 2002 Tod, Emmanuel, Menjelang Keruntuhan Amerika, Menara, Jakarta: 2006

Vermonthe, Philips J, Makalah: Menyoal Globalisasi dan Terorisme, Imparsial dan PDS, Jakarta: 2003

Wahid,Abdul,dkk, Kejahatan Terorisme, PT Rafika Aditama, Bandung: 2004 Widjajanto, Andy, Reformasi Intelijen Negara, Pacivis, Jakarta : 2005

Yudhoyono, Susilo Bambang, Selamatkan Negeri Kita dari Terorisme, Kementerian KOPOLKAM, Jakarta: 2002


(5)

Internet:

Ali, M, Kesadaran Agama Moderat, bisa diakses di: www.yahoo.com

Bagus,Subagyo,Terorisme dalam Hubungan Politik Internasional, Bisa diakses di :

www.pikiran_rakyat.com

Basya, Hilaly, Islam, Modernitas dan Radikalisme di Asia tenggara, Bisa diakses di : www.republika.co.id

Grey,Steve,September 11 attacks: evidences of US Collusion, bisa diakses di :

www.austinindymedia.org

Latif, Yudi, Bush dan Yahudi Radikal, bisa diakses di: http://www.yahoo.com Paulus, Loudewijk F, Terorisme, bisa diakses di:

http://www.google.com/search?q=cache:ncq_Gdfcg5QJ=buletinlitbang.dephan.go

.id/index.asp.html

POKJA PUSLITBANG SDM Balitbang DEPHAN, Pemikiran tentang Kebijakan Pertahanan Keamanan Indonesia 2020, bisa di akses di :

www.google.com

Rustam, Sunan J, Dasar Amerika Dalam Memerangi Terorisme, bisa diakses di:

www.yahoo.com

Serangan 11 september 2001, bisa diakses di: www.wikimedia.com

Sangaji, Arianto,Penanganan Terorisme,bisa diakses di : www.detik.com

Sumarno,Bambang,Peran Aparat Intelijen dalam Mengatasi Terorisme di Indonesia, bisa diakses di : www.kompasmedia.com

Steele, Marta,9/11 The Will Toward Survival, Dapat diakses di :

www.legitgov.org

Terrorism: Un Introduction, bisa diakses di: http://www.terrorismnews.com Thompson,Paul, The Failure To Defend the Skies on 9/11, bisa diakses di:


(6)

Sumber Lain:

Buletin Balitbang DEPHAN Nomor 2289 Volume VIII, Nomor 15 tahun 2005. Collumbian Journal of Transnational Law, Volume XXV, Nomor 2, tahun 1987. Jurnal Keadilan, Volume I, Nomor 4, Oktober 2001

U.S. Foreign Policy Agenda, American Internationalism, An Electronic Journal of The U.S. Department of State, No.1, Volume. 8, agustus 2003.

Harian Kompas, Jakarta, Edisi 13 Oktober 2001. Harian Kompas, Edisi 15 Oktober 2002

Harian Kompas, Jakarta, Edisi 17 November 2002. Harian Kompas, Edisi 14 November 2004.