Tawarruq Munazam Tawarruq dan Implementasinya Pada Inovasi Keuangan Syari’ah

4. Argumentasi Yang Memperbolehkan Tawarruq Munazam

Para ulama yang mengizinkan implementasi dari tawarruq munazam ini berpendapat bahwa setiap langkah dari prosedur yang dilalui dalam prosesnya sesuai dengan prinsip syari’ah. Kalau setiap proses suatu akad yang terlibat di dalamnya sah, maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa semua prosedurnya tidak sah, adapun proses tersebut meliputi: a. Bank membeli komoditi dari pasar komoditi dan secara konstruktif memiliki komoditi tersebut, melalui beberapa klausul dalam dokumen transaksi atas dasar janji untuk membeli dari nasabahnya. b. Bank menjual komoditi dengan prinsip murabahah dan hak kepemilikan barang pindah kepada nasabah. c. Nasabah menunjuk bank sebagai wakilnya untuk menjual kembali komoditi tersebut. d. Bank kemudian menjual kembali komoditi tersebut kepada pihak ketiga. e. Bank memberikan dana hasil penjualan kepada nasabah. 48 Para ulama yang mendukung tawarruq munazam berpendapat bahwa transaksinya sangat serupa dengan tawarruq fiqhi, hanya lebih well organized teratur agar lebih lancar dan cepat prosesnya.

5. Argumentasi Yang Melarang Tawarruq Munazam

Perdebatan yang terjadi pada tawarruq munazam adalah untuk tidak mengikutsertakan formasi tawarruq yang ketiga, yakni si penjual menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar kepada mutawarriq, sebagai akibat dari pembayaran yang tertundadengan cicilan. Dengan begitu artinya tawarruq munazam adalah indikasi dari kerjasama antara Bank dan 48 Nibra Hosen,”Tawarruq” diakses pada 7 Desember 2010 dari http:nibrahosen.multiply.comjournalitem21. nasabahnya yang bertujuan untuk menyediakan dana segar terhadap kewajiban kredit untuk nasabahnya. Peran bank syariah dalam transaksi ini bukan hanya sebatas sebagai perantara untuk pembelian komoditi seperti pada prinsip murabahah , tetapi keterlibatan bank syariah disini juga untuk mendapatkan keuntungan dari memberi fasililitas untuk mencari dana segar terhadap hutang yang lebih tinggi dari jumlah uang tunai yang didapat nasabahnya. Bank syariah tidak pernah bermaksud untuk menyediakan komoditi tersebut kepada nasabahnya. Bank syariah mempunyai niat untuk mendapatkan keuntungan dari harga komoditi dengan cara pembayaran cicilan di kemudian hari, sementara nasabah berniat untuk mendapatkan uang tunai untuk menutupi cicilannya dengan jumlah lebih besar dari uang tunai yang didapat olehnya. Jadi sangat jelas disini adanya persamaan hilah atau rekayasa untuk melakukan hal- hal yang dilarang dan memiliki indikasi untuk mendapatkan riba yang sifatnya permanen. Melalui beberapa proses, bank syariah hanya berperan sebagai perantara yang tidak sungguh-sungguh tertarik dengan jual beli komoditi atau memasuki pasar komoditi internasional. Begitu juga nasabahnya, tidak berniat untuk memiliki komoditi tersebut. Atau pada kasus kasus tertentu tidak tahu menahu tentang adanya proses jual beli komoditi. Karena tujuan utamanya hanyalah untuk mendapatkan uang tunai segera dari bank dengan berhutang yang akan dibayar dengan cicilan. Oleh karena itu sebagian dari ulama menganggap transaksi ini adalah transaksi ribawi. Dari hasil observasi para Ulama, tawarruq munazam telah melanggar beberapa larangan yang disebutkan dalam hadis karena secara eksplisit sama dengan formasi dalam ‘inah, dimana komoditinya kembali kepada penjual asalnya ditambah dengan komisi yang diterimanya sehingga masuk dalam kategori “dua transaksi dalam satu transaksi”. Salah satu hadis yang dilanggar juga adalah al-bai’ yang tidak ada relevansi dengan kondisinya bai’ wa syart, yang sudah sangat jelas dilarang. Juga ada larangan mengenai jual beli dan pinjaman al-bai’ dan qardh sangat relevan disini. Dimana pada transaksi ini jual beli untuk mendapatkan keuntungan melalui pinjaman. Jadi tujuan dari pada tawarruq munazam ini adalah pertukarana antara uang tunai dengan hutang yang lebih besar nilainya. Itu sebabnya tawarruq munazam tidak dapat memenuhi kualifikasi sebagai pembiayaan alternatif karena sama dengan pembiayaan konvensional yang berbasis interest bungariba. 49 Islamic Figh Academy Jeddah, pada konferensi tahunannya yang ke 17 tidak membolehkan praktek tawarruq munazam yang berlaku di beberapa bank syariah pada saat ini dikarenakan praktek tawarruq munazam hanyalah sebatas di atas kertas untuk mendapatkan uang tunai. Para ulama masih berdebat mengenai transaksi tawarruq. Pada transaksi tawarruq fiqh transaksinya adalah murni jual beli, dimana ada pemindahan kepemilikan barang, sementara praktek dari tawarruq munazam yang 49 Nibra Hosen,”Tawarruq” diakses pada 7 Desember 2010 dari http:nibrahosen.multiply.comjournalitem21.