Pemenuhan Rukun dan Syarat akad jual beli murabahah

sama mendengar perkataan masing masing. dimana antara nasabah dan bank saling mengetahui dengan membacanya Antara ijab dan qabul tidak ada tenggang waktu yang mengesankan penolakan Pihak bank dan nasabah yang melakukan ijab dan qabul melalui penandatanganan surat perjanjian yang telah disetujui keduanya. Dalam hal ini berarti keduabelah pihak saling setuju dan tidak ada unsur penolakan.  Adanya muta’aqidain pelaku akad Mumayyiz Syarat umum dari bank nasabah yang dapat transaksi dengan bank adalah sudah dewasa. Jika belum harus ada izin perwakilan dari walinya  Dewasa Syarat umum dari bank nasabah yang dapat transaksi dengan bank adalah sudah dewasa. Jika belum harus ada izin perwakilan dari walinya  Dilakukan atas dasar kemauan sendiri Nasabah yang datang ke bank tidak ada paksaan harus menabung ke bank  Adanya Ma’qud alaih Objek dan harganya suci Objeknya adalah komoditas yang telah dibeli di bursa sebelumnya  barang dan harga Dapat dimanfaatkan secara syara’ Tidak dapat dimanfatkan secara syara’ karena barang belum diterima oleh nasabah  Barang yang dijual itu milik penjual ketika dijual Barang yang dijual belum dimiliki  Dapat diserahterimakan Barang tidak dapat diserahterimakan karena barangnya tidak dimiliki dan berada jauh dari jangkuannya  Barang dan harga harus diketahui dengan jelas untuk mencegah terjadinya perselisihan Barang secara spesifikasi tertulis dapat diketahui dan harga juga dapat diketahui harga asal dan tambahan marginnya  Akadnya tidak dibatasi dengan waktu Akad tidak dibatasi oleh waktu dalam kepemilikan barang yang dijual  Syarat tambahan Mengetahui harga pertama pembelian barang Bank mengetahui harga awal barang  Mengetahui keuntungan Jika bank yang membeli bank mengetahui keuntungan. Dan jika bank sebagai agent maka kemungkinan besar pembeli tidak mengetahui..  Modal hendaklah dari komoditi yang memiliki Modal yang diapakai tidak memiliki jenis kesamaan karena  kesamaan dan jenis bisa ditakar, ditimbang, atau dihitung transaksi ini antara barang dan uang Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak dinisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama Secara sistem bebas dari riba karena harga+margin diketahui dan ditentukan di awal serta tidak mengalami perubahan selama transaksi. Dan harga dinisbatkan pada barang  Transaksi pertama haruslah sah Transaksi pertama tidak sah karena termasuk jual beli kali bil kali atau bai’ dain bi dain .  Keterangan: T = Terpenuhi TT = Tidak terpenuhi Sumber: Lukman Hakim Handoko. CMP dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam Jual beli murabahah ini sesungguhnya merupakan lanjutan dari jual beli pertama yang dilakukan bank dengan broker musawamah. Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa kontrak ini tidak sah karena beberapa syaratnya tidak terpenuhi dengan sempurna baik dari sisi shighat, ma’qud ’alaih dan syarat tambahan khusus untuk murabahah. Syarat yang tidak terpenuhi dari sisi ma’qud alaih nya adalah sama dengan jual beli sebelumnya, yaitu pada objek dan harga tidak suci, tidak dapat dimanfaatkan secara syara’, tidak dapat diserahterimakan, barang yang dijual tidak dimiliki oleh penjual. Khusus untuk syarat tambahan tentang murabahah ada satu syarat yang tidak terpenuhi hal ini terjadi karena akibat dari transaksi sebelumnya. Syarat tersebut yaitu transaksi sebelumnya harus sah, sedangkan dalam transaksi murabahah ini transaksi sebelumnya ba’i musawamah tidak sah karena transaksi pertama termasuk transaksi bai’ dain bi dain atau bai’ kali bi kali yang dilarang oleh syari’ah. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep dan mekanisme transaksi ini secara keseluruhan tidak sah dan dilarang oleh syari’ah. Karena terdapat syarat-syarat yang tidak terpenuhi pada akad-akad utamanya yaitu pada akad bai’ musawamah dan bai’ murabahah.

C. Analisa Terhadap Problematika Yang Ada Pada Deposito Berbasis Komoditi Murabahah

1. Motif Utama Transaksi Deposito Berbasis Komoditi Murabahah

Adapun fokus penulis saat ini adalah deposito berbasis komoditi murabahah yang tujuan utamanya adalah bagaimana bank mendapat dana segar dan murah sedangkan nasabah mendapatkan hasil yang tetap dari dana yang dipinjamkan kepada bank. Konsep ini sebenarnya tidak berbeda dengan bunga fixed return namun untuk menyiasati agar tidak dikatakan riba, transaksi ini menggunakan hilah yaitu diperantarai jual beli murabahah. Padahal jika niatnya benar-benar melakukan jual beli, objeknya bisa saja diubah ke pasar spot . Namun, jika objeknya diubah kepasar spot, maka hal ini menjadi sesuatu yang tidak menarik lagi bagi para pelaku tranasksi ini karena dinilai tidak likuid lagi seperti transaksi pada bursa berjangka. Jadi, pada dasarnya, tujuan utama pihak bank adalah untuk mendapatkan uang tunai yang di kemudian hari akan dibayarkan dengan sejumlah dana yang lebih besar dari yang dititipkan nasabah dengan hilah melalui akad, penunjukan wakil dan kesepakatan sehingga sekilas transaksi ini seakan-akan diperbolehkan oleh syariah, padahal sesungguhnya motif transaksi ini tidaklah berbeda dengan yang biasa diaplikasikan pada perbankan konvensional. Adapun terkait transaksi yang menggunakan hilah, para ulama berpendapat sah-sah saja sepanjang tidak merusak fundamental prinsip prinsip syariah atau merusak manfaatnya. Namun, masalah yang patut disoroti secara lebih dalam transaksi ini adalah niat. Ketika niat seseorang baik, maka perbuatannya dapat diterima, namun apabila niatnya salah, perbuatannya dapat dikatakan salah. 9 Para ulama membuat sebuah kaidah; ﻲﻧﺎﺒﻤﻟاو ظﺎﻔﻟﻻﺎﺑﻻ ﻲﻧﺎﻌﻤﻟاو ﺪﺻﺎﻘﻤﻟﺎﺑ دﻮﻘﻌﻟا ﻰﻓ ةﺮﺒﻌﻟا 10 “Yang menjadi patokan dalam setiap transaksi adalah makna makna yang dikandung dan tujuan-tujuannya bukan pada bentuk formal atau lafal-lafalnya” 9 Nasrun. Haroen, Fiqh Muamalah Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 30. 10 Muhammad al-Zarqa, Syarh al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Damaskus: Dar al-Qalam 1989, Cet II, h.55 Kaitannya dengan ini Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah sebagaimana yang dikutip oleh Nasrun Haroen menyatakan; Siapa yang memahami secara mendalam sumber-sumber syara’ akan jelas baginya bahwa asy-syari’ membatalkan lafal-lafal yang dituju oleh pelaku suatu akad bukan hakikat makna sebenarnya dan barang siapa yang tidak memperhatikan tujuan-tujuan yang terkandung berbagai akad dan melaksanakan akad sesuai dengan bentuk formalnya akan berakibat kepada membiarkan tidak melaknat orang orang yang memeras anggur untuk dijadikan khamar dan membiarkan setiap orang untuk melakukannya, sekalipun tujuannya jelas untuk membuat khamr. Bahwa tujuan tujuan dan keyakinan-keyakinan bisa menjadi patokan dalam berbagai bentuk tindakan hukum dan ungkapan-ungkapan, sebagaimana halnya berlaku dalam persoalan yang berkaitan dengan amalan-amalan taqarrub dan ibadah kepada Allah. Tujuan, niat, dan keyakinan membuat sesuatu menjadi halal, haram, sahih, fasid, taat, maksiat, sebagaimana juga tujuan dalam ibadah menjadikannya wajib, dianjurkan sunnah, diharamkan, sahih atau fasid. 11 Bukanlah suatu perkara mudah untuk mengetahui niat seseorang dalam melakukan sesuatu, tapi niat bisa diketahui jika hal yang dilakukan seseorang tersebut sudah menjadi sebuah trend atau menjadi sebuah motif bersama sehingga kecenderungan bersama ini mampu menunjukan sendiri niat terhadap 11 Nasrun. Haroen, Fiqh Muamalah Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 23 -24.