Argumentasi Yang Memperbolehkan Tawarruq Munazam Argumentasi Yang Melarang Tawarruq Munazam
Dari hasil observasi para Ulama, tawarruq munazam telah melanggar beberapa larangan yang disebutkan dalam hadis karena secara eksplisit sama
dengan formasi dalam ‘inah, dimana komoditinya kembali kepada penjual asalnya ditambah dengan komisi yang diterimanya sehingga masuk dalam
kategori “dua transaksi dalam satu transaksi”. Salah satu hadis yang dilanggar juga adalah al-bai’ yang tidak ada relevansi dengan kondisinya bai’ wa syart,
yang sudah sangat jelas dilarang. Juga ada larangan mengenai jual beli dan pinjaman al-bai’ dan qardh sangat relevan disini. Dimana pada transaksi ini
jual beli untuk mendapatkan keuntungan melalui pinjaman. Jadi tujuan dari pada tawarruq munazam ini adalah pertukarana antara uang tunai dengan
hutang yang lebih besar nilainya. Itu sebabnya tawarruq munazam tidak dapat memenuhi kualifikasi sebagai pembiayaan alternatif karena sama dengan
pembiayaan konvensional yang berbasis interest bungariba.
49
Islamic Figh Academy Jeddah, pada konferensi tahunannya yang ke 17 tidak membolehkan praktek tawarruq munazam yang berlaku di beberapa bank
syariah pada saat ini dikarenakan praktek tawarruq munazam hanyalah sebatas di atas kertas untuk mendapatkan uang tunai.
Para ulama masih berdebat mengenai transaksi tawarruq. Pada transaksi tawarruq fiqh
transaksinya adalah murni jual beli, dimana ada pemindahan kepemilikan barang, sementara praktek dari tawarruq munazam yang
49
Nibra Hosen,”Tawarruq”
diakses pada
7 Desember
2010 dari
http:nibrahosen.multiply.comjournalitem21.
dilakukan oleh beberapa bank syariah pada saat ini adalah sebuah proses untuk mendapatkan uang tunai dimana transaksi jual belinya hanya di atas kertas dan
tidak ada perpindahan aset, yang artinya praktek tawarruq munazam sudah melanggar prinsip syariah yang utama yaitu:” seseorang tidak dapat menjual
barang yang tidak dimiliki olehnya”. Dalam hal ini poin utamanya adalah illat dan hilah. Dimana untuk
menghilangkan riba atau sebab-sebab yang mengharamkan transaksi yang mengandung riba ulama yang pro tawarruq menggunakan hilah. Namun yang
kontra tidak hanya berhenti pada hilah saja mereka lebih mengedepankan hikmah dibalik transaksi terselubung tersebut. Mereka lebih melihat moralitas
para pelakunya bukan pada formalitas transaksinya. Menurut penulis dalam menetapkan sebuah hukum ‘illat saja tidak cukup namun juga perlu melihat
hikmahnya. Hal ini perlu karena kaitannya dengan hiyal
50
yang digunakan untuk melegalkan sebuah transaksi muamalah. Jadi, dalam masalah riba dalam
hukum Islam hanya sebatas legalitas semata yang terkait bentuk luarnya atau formalitasnya saja, tidak ada tempat bagi moral untuk berbicara
51
. Seharusnya hukum fikih dapat menjalankan fungsinya sebagai pengontrol formal legal
hukum dan juga pengontrol moral etika masyarakat.
50
Hiyal jamak dari hilah yang berarti “cara cara untuk mencapai beberapa keadaan secara terselubung”.
Lane. Arabic-English, I bagian 1 h.676. dikutip oleh Saeed. Abdullah. PhD. Menyoal Bank Syariah; Kritik Atas Interpretasi bunga Bank Kaum Neo-revivalis. Terj. Cet 1.
Paramadina. Jakarta. 2004. h.59
51
Abdullah. Saeed,. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo- Revivalis
, terj. Arif Maftuhin. Jakarta: Paramadina, 2004. h. 55