Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Taimiyyah dari Mazhad Hanbali, dan muridnya Ibn al-Qayim sangat tidak setuju dengan Tawarruq dan menyamakan dengan katagori ‘inah. Sebagian dari Ulama
Hanafi telah melarang transaksi ini dan menyamakannya dengan ‘inah, namun sebagian lagi, seperti Ibn al-Humam mengatakan kalau tawarruq tidak terlalu di
senangi atau khilaf al –awla.
4
Selain permasalahan akad, karena produk ini berkaitan dengan futures, maka perlu dipertanyakan juga objek transaksinya atau underlying asset-nya yang dikaitkan
dengan harga komoditas, misalnya metal di London Metal Exchange. Sehingga terkesan hanya mem-benchmark tanpa disertai keberadaan metalnya secara fisik atau
underlying . Hal tersebut terjadi karena praktisi perbankan syari’ah hanya menitik
beratkan suatu transaksi pada pemenuhan rukun akad saja, yaitu adanya underlying transaction
. Sehingga pada akhirnya menyebabkan underlying trannsaction tidak berfungsi sebagai hakikat atau tujuan transaksi tetapi sekedar menjadi justifikasi atas
hakikat atau tujuan sebenarnya dari transaksi itu, yaitu transaksi untuk mendapatkan sejumlah uang credit transaction. Padahal secara teori, murabahah harus jelas objek
transaksi atau underlying asset-nya. Sedangkan dalam ekonomi Islam, segala transaksi bisnis harus berbasis pada
sektor riil dan harus menunjukan penciptaan barang dan jasa yang merefleksikan penciptaan kekayaan bukan transfer kekayaan. Karena penciptaan kekayaan memiliki
peranan yang sangat mendasar bagi kelangsungan hidup manusia. Hal tersebut sesuai
4
Nibra Hosen,”Tawarruq”
diakses pada
7 Desember
2010 dari
http:nibrahosen.multiply.comjournalitem21.
dengan tujuan ekonomi Islam yaitu falah baik di dunia dan maupun di akhirat. Aktivitas transfer kekayaan non produktif hanya akan memperkecil perputaran
barang dan jasa yang tentunya tidak sejalan dengan tujuan maqasid syariah,
5
yang menurut Al- Syatibi terdiri dari 5 kebutuhan dasar, yakni pemenuhan kebutuhan
agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
6
Di sisi lain, market shared perbankan syariah hingga akhir Desember 2010 baru mencapai angka 3,2 persen. Dari November angka ini naik sekitar Rp 7 triliun,
dari angka Rp 66 triliun menjadi 100,8 triliun.
7
Tentu porsi tersebut masih sangat kecil dari total market shared perbankan nasional.
Meski demikian upaya untuk menggenjot pangsa pasar perbankan syariah tetap terus dilakukan. Salah satu upaya strategis adalah inovasi produk sesuai dengan
kebutuhan pasar tetapi tetap berada dalam koridor prinsip-prinsip syariah. Inovasi produk perbankan syariah di Indonesia masih kurang dan masih .jauh tertinggal.
Produknya masih monoton dan bahkan terkesan kaku, kurang dinamis. Berdasarkan kajian dari praktisi perbankan syariah dari Kuwaity Investment
Company., Baljeet Kaur Grewal,2007 Indonesia menduduki kluster ketiga dalam inovasi produk bank syariah dan pengembangan pasar. Sedangkan kluster keempat
5
Ali Sakti, “Commodity Murabahah dan Implikasinya Dalam Perekonomian”,diakses pada 5 Desember 2010 dari http:abiaqsa.blogspot.com2007_08_01_archive.html
6
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul Al-Syari’ah, Kairo: Mushtafa Muhammad, T.th, jilid 2, h.374
7
“Market Shared Perbankan Syari’ah Diharapkan Naik 3,2 Persen ” diakses pada 25 Februari 2011
dari http:www.republika.co.idberitabisnis-syariahberita110209163120-market-share-
perbankan-syariah-diharapkan-naik-32-persen
yang merupakan kluster tertinggi adalah Malaysia, Uni Emirat Arab dan Bahrain. Kluster keempat adalah negara yang paling inovatif dan variatif dalam
pengembangan produk. Terdapat hubungan kuat antara inovasi produk dengan pengembangan pasar
bank syariah. Semakin inovatif bank syariah membuat produk, semakin cepat pula pasar berkembang. Maka, lemahnya inovasi produk bank syariah, membuat
lambatnya pengembangan pasar market expansion. Inovasi produk diperlukan agar bank syari’ah bisa lebih optimal dalam
memanfaatkan fenomena global. Karena itu harus melakukan inisiatif akselerasi luar biasa dalam pengembangan pasar dan pengembangan produk.
Oleh karenanya, beberapa tahun lalu tepatnya bulan April 2008 HSBC Amanah Syariah bekerjasama dengan Danamon Syariah memperkenalkan produk
Komoditi Murabahah ini dengan nama Amanah Fixed Investment. Menurut Head of HSBC Amanah Syariah Mahmoud Abushama, produk ini merupakan produk
pengelolaan dana pihak ketiga yang pertama di Indonesia yang menggunakan struktur komoditi murabahah commodity murabaha structure yang tentunya memberikan
kesempatan diversifikasi portofolio investasi para nasabahnya dalam produk investasi pendapatan tetap dan pastinya sudah disetujui oleh Bank Indonesia BI maupun
Dewan Syariah Nasional.
8
8
“HSBC Amanah Syariah Luncurkan Komoditi Murabahah”,diakses pada 3 November 2010 dari http:economy.okezone .comindex.phpReadStory200804032197305hsbc-amanah-syariah-
luncurkan-komoditi murabahah
Bahkan perkembangan komoditi murabahah di Indonesia belakangan berbuah respon positif dari Bursa Berjangka Jakarta. Karena pengembangan produk komoditi
syariah berlabel Murabahah Comodity dari Bursa Berjangka Jakarta atau Jakarta Futures Exchange
JFX, diperkirakan akan terbit pada Juli 2011.
9
Oleh karena permasalahan futures trading bursa komoditi berjangka khususnya Komoditi Murabahah sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya,
merupakan persoalan yang baru muncul di abad modern, yang secara pasti tidak ditemukan dalil yang rinci yang berbicara tentang ini. Bermula dari uraian di atas,
maka penulis tertarik melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang komoditi
murabahah dengan judul TINJAUAN SYARI’AH TERHADAP DEPOSITO BERBASIS KOMODITI MURABAHAH.