yang bukan pemilik pertama produk tersebut dengan cara tunai, dengan harga yang lebih murah. Dalam artikelnya yang berjudul tawarruq, Nibra Hosen membagi
tawarruq menjadi tiga bentuk:
1. Seseorang yang
membutuhkan likuiditas
uang tunai
membeli produkbarangkomoditi dengan cara kredit dan menjualnya kepada pihak lain
dengan cara tunai, tanpa diketahui niat dibalik menjual barang tersebut. 2. Seseorang mutawarriq yang membutuhkan uang tunai memohon untuk di
berikan pinjaman uang dari penjual yang menolak untuk meminjamkan uangnya, namun penjual tersebut berkeinginan untuk menjual barangnya
dengan cara kredit dengan harga tunai. Lalu mutawarriq tersebut dapat menjual kembali barang tersebut kepada orang lain dengan harga yang lebih rendah atau
lebih tinggi.
3. Hampir sama dengan bentuk pada nomor dua, kecuali si penjual menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar kepada mutawarriq
sebagai akibat dari pembayaran yang tertundadengan cicilan.
42
Adapun bentuk transaksi tawarruq pertama dan kedua dapat diterima dan
diizinkan oleh para ulama tanpa adanya perdebatan. Sedangkan pada bentuk transaksai tawarruq nomor tiga masih diperdebatkan oleh para pakar hukum
ekonomi syariah.
1. Perbedaan Tawarruq dengan ‘Inah
Perbedaan antara tawarruq dan ‘inah adalah pada transaksi bai’ al-inah seseorang yang membutuhkan dana membeli barang dengan cara kredit lalu
menjualnya kembali kepada si penjualpemilik barang dalam bentuk tunai dengan harga lebih rendah dari harga kreditnya.
Akar kata dari ‘inah adalah ‘ayn barang yang telah dibeli dapat menemukan jalannya kembali kepada pemilik asalnya. Jual beli ini disebut
42
Nibra Hosen,”Tawarruq”
diakses pada
7 Desember
2010 dari
http:nibrahosen.multiply.comjournalitem21.
‘inah karena si pemilik barang tidak berniat menjual barangnya, melainkan menginginkan sejumlah uang ‘ain tertentu, atau karena si penjual kembali
memiliki benda ‘ain yang dijualnya. Sedangkan ‘inah menurut terminologi fikih adalah jual beli manipulasi untuk alasan peminjaman uang yang dibayar
lebih dari jumlah yang dipinjam dengan cara menjual barang dengan pembayaran tertunda, lalu membelinya kembali secara kontan dengan harga
lebih murah.
43
Menurut kebanyakan dari para pakar Hukum Islam, barang yang digunakan adalah sebuah alat untuk melakukan hilah, yaitu rekayasa untuk
menghindar dari hal-hal yang dilarang seperti riba. Sedangkan tawarruq adalah ketika seseorang yang membutuhkan dana
segaruang tunai membeli barang dengan cara kredit lalu menjualnya kepada pihak ketiga dengan cara tunai dengan harga yang lebih rendah struktur
transaksinya tidak mengindikasikan hilah melegalkan cara untuk
mendapatkan riba, karena barang tersebut tidak kembali pada pemilik asalnya. Dengan demikian para pakar Hukum Islam berpendapat bahwa tawarruq
adalah transaksi yang sah dan dapat diterima.
2. Hukum Tawarruq
Jual beli dengan cara tawarruq ini diperbolehkan karena tidak ditemukannya dalil yang memperkuat pendapat yang melarang tawarruq
43
Abdullah al-Mushlih dan Shalah al-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Penerjemah Abu Umar Basyir Jakarta: Darul Haq, 2008, h.124.