38
2. Dampak Ekonomi
Pernikahan poligami tidak seperti pernikahan monogami, pada pernikahan monogami hanya terdiri dari satu istri dan satu suami,
sedangkan di dalam pernikahan poligami, terdiri dari satu suami dan lebih dari satu istri. Hal ini tentu saja akan memberikan pengaruh dalam aspek
ekonomi keluarga. Dalam keluarga monogami, jelas suami memberikan nafkah hanya untuk satu istri saja, sedangkan dalam keluarga poligami
suami harus memberikan nafkah kepada beberapa istri. Nafkah yang dimaksud disini adalah makanan, minuman, pakaian,
tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan yang lazim. Isham dan Musfir 2008:119 memberikan penjelasan bahwa wajib bagi seorang laki-laki
yang ingin menikah untuk segera menyiapkan kemampuannya agar dapat memberi nafkah kepada calon istrinya. Demikian pula halnya dengan
laki-laki yang tidak mampu memberi nafkah kepada lebih dari satu orang istri, maka secara syar’i tidak halal baginya untuk berpoligami karena
nafkah kepada seorang istri atau beberapa orang wajib secara ijma’. Berdasarkan penjelasan di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi
seperti ini dapat menimbulkan konflik dalam keluarga poligami, baik antara suami dengan istri maupun antar istri. Ali 2011:1 menjelaskan
akibat yang timbul dari poligami dilihat dari aspek ekonominya adalah ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa
suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri
39 muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri
yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
Senada dengan itu, Menurut kaum feminis Sosialis dan Marxis seperti ditulis Eisenstein 1983, dalam Leli 2007:5, ketergantungan ekonomi
perempuan terhadap laki-laki merupakan bagian dari sistem yang mempertahankan perkawinan, keluarga dan sistem peribuan mothering.
3. Implikasi Kekerasan terhadap Perempuan
Konsiderans Deklarasi PBB tentang penghapusan Kekerasan terhadap perempuan menyebutkan secara tegas bahwa akar permasalahan kekerasan
terhadap perempuan adalah ketimpangan historis dari hubungan-hubungan antara laki-laki dan perempuan yang telah mengakibatkan dominasi dan
diskriminasi terhadap perempuan oleh kaum laki-laki Musdah Mulia, 2004:146.
Sri Suhandjati 2004:3 menjelaskan bahwa secara umum, pengertian kekerasan terhadap perempuan seperti rumusan PBB tahun 1993 tentang
Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, pasal 1: “Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pamaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan
umum atau dalam kehidupan pribadi.
Poligami memberikan implikasi pada maraknya bentuk kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya. Musdah 2004:149