Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5 dampak yang positif bagi janda-janda dan anak-anak yang terlantar akibat ditinggal pemimpin keluarga yang mati dalam perang. Tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan poligami juga memberikan dampak negatif. Dampak itu terlihat pada anak, istri, dan pelaku poligami itu sendiri. Menurut laporan LBH-APIK Jakarta Fitri Yuliantini.dkk, 2008:136, 58 kasus poligami yang didampinginya dari tahun 2001-2003 memperlihatkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri-istri dan anak-anak mereka, mulai dari tekanan psikis, penganiayaan fisik, penelantaran istri dan anak, ancaman dan teror, serta pengabaian hak seksual istri. Sementara 35 kasus poligami dilakukan tanpa alasan yang jelas. Musdah Mulia 2004:141, menjelaskan konflik yang muncul pada perempuan adalah problem dalam bentuk konflik internal keluarga, baik di antara sesama istri, antara istri dengan anak-anak tiri, maupun antara anak-anak yang berlainan ibu. Konflik yang terjadi antara istri-istri sangat kuat, istri yang marasa kuat akan mengalahkan istri yang lemah. Pertarungan ini dilakukan hanya untuk mengambil perhatian dari suami mereka. Dampak tersebut juga terlihat pada anak-anak, terutama bagi perkembangan jiwanya. Penelitian yang dilakukan Mudhofar dalam Musdah Mulia, 2004:143 mengungkapkan penelitiannya bahwa pernikahan poligami menimbulkan beban psikologis yang berat bagi anak-anak. Anak malu ketika ayahnya dijuluki “tukang kawin”, sehingga timbul rasa minder dan menghindar bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan bagi anak perempuan biasanya sulit bergaul dengan teman laki-lakinya. Kebanyakan dari anak-anak yang ayahnya berpoligami lalu 6 mencari pelarian lain, seperti narkoba dan pergaulan bebas. Hal ini disebabkan karena kurang perhatian dari ayahnya, yang sibuk mengurusi istri-istrinya yang lain, atau bahkan sama sekali tidak bisa berkomunikasi dengan ayahnya. Harja Saputra 2011:1 menambahkan bahwa perselisihan memiliki efek langsung pada status kesehatan mental anak-anak. Dalam sebuah studi pada anak usia 8 sampai 18, perilaku anak yang tidak dapat dikendalikan 11-nya dipengaruhi oleh konflik perkawinan dan tidak efektifnya peran orangtua akibat poligami. Poligami juga memberikan dampak dalam berbagai bidang. Leli 2007:3 menjelaskan bahwa poligami memberikan dampak pada terjadinya bentuk kekerasan terhadap istri. Perempuan dalam pernikahan poligami umumnya mengalami bentuk kekerasan yang berlapis-lapis. Istri dalam hal ini tidak hanya mengalami pengingkaran komitmen pernikahan, tetapi juga tekanan psikologis, kekurangan ekonomi, kekerasan seksual hingga kekerasaan fisik. Hal ini didukung oleh adanya laporan Rifka Annisa Musdah Mulia, 2004:148, sebuah instansi yang peduli pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, menjelaskan selama tahun 2001 mencatat sebanyak 234 kasus kekerasan terhadap istri. Data-data mengenai korban mengungkapkan 5,1 poligami secara rahasia, 2,5 dipoligami resmi, 36,3 korban selingkuh, 2,5 ditinggal suami, 4,2 dicerai, 0,4sebagai istri kedua, dan 0,4 lainnya sebagai taman kencan. Jenis kekerasan yang dilaporkan meliputi kekerasan ekonomi sebanyak 29,4; kekerasan fisik 18,9; kekerasan seksual 5,6; dan kekerasan psikis 46,1. Berdasarkan data yang sejalan dengan penemuan sejumlah penelitian, menjelaskan bahwa salah satu sebab munculnya kekerasan dalam kehidupan 7 rumah tangga, terutama kasus penganiayaan suami kepada istrinya adalah suami memiliki wanita idaman lain atau suami menikah lagi dengan wanita lain. Penganiayaan yang dilakukan terhadap istri dapat berupa pemukulan fisik, pemaksaan hubungan seksual, ancaman, terror, dan pemberian uang belanja yang dibatasi atau mengabaikan kewajiban memberi nafkah Musdah Mulia, 2004:149. Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat Praktek Pengalaman Lapangan PPL di SMA N 1 Ngemplak pada tahun 2010, menjumpai seorang siswa yang hidup dalam keluarga poligami. Dalam kesempatan berwawancara dengan ibunya yang menjadi istri pertama dalam pernikahan poligami, ibu tersebut mengungkapkan pengalamannya selama menjalani pernikahan poligami. Dalam pernikahan tersebut, istri pertama dan kedua dijadikan satu dalam satu rumah. Sebelum menikah dengan istri muda, suami sangat menyayangi istri pertamanya, akan tetapi kondisi itu berbalik ketika datang istri muda dalam kehidupan rumah tangganya. Istri pertama seolah dijadikan “babu”. Setiap hari istri pertama harus membereskan pekerjaan rumah, memasak dan menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan berdagang karena keluarga tersebut membuka usaha berjualan sate. Apabila suami dalam keadaan marah, suami bisa melakukan kekerasan fisik pada istri pertamanya, bahkan kekerasan itu juga dilakukan didepan anak-anak dari istri pertama, meskipun kesalahan bukan ada pada istri pertama. Selain permasalahan tersebut, faktor ekonomi juga menjadi permasalahan dalam keluarga ini. Dalam pemberian nafkah, jumlah nominal yang diberikan kepada istri pertama dan kedua sangatlah berbeda, bahkan untuk anak hasil dari pernikahannya dengan istri pertama pun tidak pernah diberikan uang saku untuk sekolah. Kondisi ini tentu 8 saja akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi istri pertama dan anak- anaknya. Musdah Mulia 2004:136, menjelaskan bahwa secara psikologis semua istri akan merasa sakit hati jika melihat suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Sejumlah penelitian menjelaskan bahwa rata-rata wanita yang melihat suaminya menikah lagi dengan wanita lain akan merasa sedih, cemburu, iri, stress berkepanjangan, serta benci karena merasa sudah dikhianati oleh suaminya. Selain itu, konflik internal dalam keluarga juga menjadi masalah psikologis bagi wanita, baik itu konflik antara istri yang satu dengan yang lain dan antara istri dengan anak-anak tiri yang lain. Dampak lain yang dialami istri adalah dampak ekonomi keluarga. Arya Verdi 2008:1 menjelaskan meskipun ada laki-laki yang bisa berlaku adil dalam pemberian nafkah, akan tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih sering mementingkan istri muda dari pada istri yang terdahulu. Penelitian Leli Nurohmah dalam Musdah Mulia, 2004:154, masalah finansial yang dialami oleh istri dalam pernikahan poligami menjadi konflik yang sering terjadi. Kekerasan ekonomi dalam poligami biasanya berupa pengabaian pemenuhan kebutuhan ekonomi terhadap para istri dan anak-anaknya. Suami hampir tidak pernah tahu kekurangan ekonomi yang dialami para istri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama untuk membiayai kehidupan anak- anaknya. Berdasarkan pemaparan di atas, banyaknya dampak pernikahan poligami membuat perempuan semakin terpuruk. Meskipun demikian, istri pertama dalam 9 pernikahan poligami tetap bertahan dalam pernikahan meskipun banyak dampak yang terjadi akibat poligami yang dijalankan. Fenomena yang terjadi dalam pernikahan poligami di atas menarik perhatian bagi peneliti. Peneliti menganggap penting perlunya digali informasi dan jawaban tentang dampak dari pelaksanaan poligami bagi perempuan, khususnya disini adalah istri pertama, yang akan difokuskan pada dampak psikologis dan dampak ekonominya. Hal tersebut di atas akan penulis coba tuangkan ke dalam penelitian yang berjudul “Dampak Psikologis Kehidupan Keluarga Pada Pernikahan Poligami”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Poligami masih banyak dilaksanakan dikalangan masyarakat. 2. Poligami tidak selalu disetujui dikalangan masyarakat, karena mengandung pandangan yang kontroversial, ada yang pro dan ada pula yang kontra dengan penikahan poligami. 3. Poligami memberikan dampak bagi semua orang, baik dampak yang bersifat positif, negatif, dampak bagi istri, bagi anak, dan dampak dalam berbagai aspek kehidupan. 4. Istri pertama tetap bertahan dalam pernikahan poligami meskipun dampak yang terjadi akibat poligami banyak bermunculan. 10

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah dan keterbatasan kemampuan peneliti, maka peneliti akan membatasi penelitian pada dampak psikologis dan dampak ekonomi pada istri pertama dalam pernikahan poligami, serta alasan istri pertama tetap bertahan dalam pernikahan poligami. Pembatasan masalah dilakukan agar peneliti lebih fokus dan memperoleh hasil yang optimal.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak psikologis bagi istri pertama dalam pernikahan poligami? 2. Bagaimana dampak ekonomi bagi istri pertama dalam pernikahan poligami? 3. Bagaimana alasan istri pertama tetap bertahan dalam pernikahan poligami?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dampak psikologis pada istri pertama dari pernikahan poligami. 2. Mengetahui dampak psikologis pada istri pertama dari pernikahan poligami. 3. Mengetahui alasan bertahannya istri pertama dalam pernikahan poligami. 11

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Menambah masukan secara konseptual khususnya pada bimbingan pernikahan, dalam kaitannya dengan pembahasan mengenai poligami, khususnya kehidupan wanita yang melaksanakan pernikahan poligami. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Wanita Yang Menjalankan Pernikahan Poligami. Sebagai sarana untuk sharing atau bertukar pikiran dan berbagi pengalaman. Juga dengan adanya penelitian ini diharapkan wanita yang menjalankan pernikahan poligami lebih diakui keberadaannya dan ditempatkan pada posisi yang semestinya. b. Bagi Kaum Lelaki yang Menjalankan Pernikahan Poligami. Sebagai pandangan agar suami-suami yang melakukan praktek poligami bisa berlaku adil pada para istri-istrinya dan bisa menempatkan mereka pada posisi masing-masing, tidak membeda-bedakan istri yang satu dengan yang lain. c. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan acuan atau dasar untuk penelitian yang akan dilaksanakan selanjutnya mengenai kehidupan wanita dalam pernikahan poligami. 12 d. Bagi peneliti Memberikan pengalaman dalam penelitian, khususnya implikasi yang terjadi pada istri pertama dari pernikahan poligami. 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Dalam Bahasa Indonesia Tihami, 2009:7, “perkawinan” berasal dari kata “kawin”, yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Istilah “kawin” digunakan secara umum, baik untuk manusia, hewan maupun tumbuhan yang menunjukkan proses generasi secara alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama bagi agama. Makna pernikahan adalah akad atau ikatan, karena dalam suatu proses pernikahan terdapat ijab pernyataan penyerahan dari pihak perempuan dan kabul pernyataan penerimaan dari pihak lelaki. Sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Bab 1, Pasal 1 Bimo Walgito, 2000: 23 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. Menurut Sayyid dalam Rahman Ghazali, 2003:8 pernikahan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan