Pengupahan Marjinalisasi Perempuan dalam

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kondisi Kerja Jumlah orang Persentase Rendah skor 15-22 50 100 Tinggi skor 23-30 Total 50 100 Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa semua responden 100 persen memiliki kondisi kerja yang rendah. Pekerja perempuan yang bekerja pada POS memiliki kondisi kerja yang kurang rendah dikarenakan upah yang mereka peroleh rendah serta mereka tidak mendapatkan jaminan keluarga dan jaminan kerja yang seharusnya diterima oleh pekerja pada umumnya. Menurut Scott 1986 dalam Saptari dan Holzner 1997, kondisi kerja perempuan dalam POS yang rendah tersebut mengakibatkan terjadinya marginalisation as concentration on the margins of the labour market . Terjadinya marjinalisasi tersebut karena perempuan tergeser ke pinggiran pasar tenaga kerja yaitu hanya dapat bekerja dengan POS dimana perempuan sebagai pekerja formal namun dianggal sebagai pekerja informal. Perempuan tersebut dianggap melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus dan memperoleh upah yang rendah. Kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS akan dipaparkan lebih lanjut pada sub bab berikut.

5.2.1 Pengupahan

Dalam hal pengupahan, POS dianggap belum memenuhi syarat Upah Minimum Regional UMR Kabupaten Bogor tahun 2011, yaitu sebesar Rp 1.172.060,00 per bulan. POS memberikan upah setiap dua minggu sekali. Upah yang diberikan berkisar antara Rp 3.000,00 per potong sampai Rp 5.000,00 per potong dikalikan dengan jumlah hasil yang dikerjakan oleh pekerja perempuan. Upah terendah yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja dengan POS adalah sebesar Rp 30.000,00 per bulan dan upah tertinggi sebesar Rp 500.000,00 per bulan. Data Tabel 11 menunjukkan pengupahan para pekerja perempuan dari hasil bekerja di POS. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengupahan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pengupahan Jumlah orang Persentase Rendah skor 1 50 100 Tinggi skor 2 Total 50 100 Dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa semua responden 100 persen yang bekerja dengan POS memiliki upah yang rendah. Tinggi rendahnya upah ditentukan berdasarkan Upah Minimum Regional UMR wilayah kajian penelitian, yaitu Kabupaten Bogor, sebesar Rp 1.172.060,00 per bulan. Upah dapat dikatakan tinggi apabila upah yang diterima oleh pekerja perempuan di POS di atas UMR, dan upah dapat dikatakan rendah apabila upah yang diterima oleh pekerja perempuan di POS di bawah UMR. Pada Tabel 13, persentase jumlah responden mengenai pengupahan, sebanyak 100 persen pekerja perempuan mendapatkan upah yang rendah lebih kecil dari UMR dan tidak ada 0 persen pekerja perempuan yang mendapatkan upah yang tinggi atau di atas UMR. Rendahnya upah yang diterima oleh pekerja perempuan tersebut menunjukkan bahwa mereka berada dalam posisi yang termarjinalkan dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada lagi pekerjaan yang memberikan kesempatan pada mereka untuk bekerja, namun hal ini tidaklah menjadi suatu masalah yang besar bagi pekerja perempuan, karena mereka berfikir kalau upah yang mereka dapatkan bukanlah suatu nafkah utama untuk keluarga, melainkan hanya sebagai nafkah tambahan untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini didukung dengan pernyataan I 23 tahun selaku pekerja perempuan dalam POS: ”...kerja di sini sih gajinya emang kecil yah, tapi mau kerja dimana lagi dong yah, ga boleh jauh-jauh sama suami, lagian kan ini cuman gaji tambahan doang...” Data di atas selain menggambarkan sistem pengupahan yang rendah dalam POS, juga menggambarkan bahwa rendahnya kondisi kerja yang disebabkan masih dianutnya ideologi tidak sadar gender.

5.2.2 Jaminan Keluarga