Latar Belakang Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hadirnya industri di pedesaan mendorong terbukanya sektor publik yang memberi peluang kepada perempuan untuk memasuki dunia kerja. Peluang tersebut mengakibatkan perempuan dapat turut berperan secara ekonomi bekerja menghasilkan materi uang untuk kehidupan dirinya maupun keluarganya. Semakin banyak tenaga kerja perempuan memasuki pasar kerja, maka semakin tinggi kualitas hidup perempuan dan keluarganya, akan tetapi banyak ditemukan bahwa pekerja perempuan tidak memiliki pendidikan yang tinggi padahal pendidikan merupakan salah satu syarat agar dapat bekerja pada suatu perusahaan. Pekerja perempuan tersebut tidak memenuhi ketentuan untuk bekerja di suatu perusahan, namun karena tenaga mereka dibutuhkan sehingga perempuan diterima bekerja tetapi dengan sistem kerja rumahan putting out system. Putting out system POS muncul pada abad ke-13 pada industri wol di Inggris, tetapi perkembangan terbesarnya terjadi pada abad ke-15 dan pertengahan abad ke-18 Agusta 2000. Sistem ini bisa menghemat biaya produksi, karena pekerja mengerjakannya di rumahnya masing-masing dan upah yang diberikan biasanya dihitung berdasarkan jumlah per potong dari hasil yang dikerjakannya dengan batas waktu terten. Menurut Agusta 2000, selanjutnya POS mengarah pada ekploitasi perempuan dan anak-anak. Hal ini benar-benar terjadi pada abad ke-17 di kalangan pekerja pakaian di New York bagian Timur. Terdapat anggapan bahwa perempuan merupakan pencari nafkah tambahan, kerja dan penghasilannya hanya bersifat melengkapi income keluarga secara keseluruhan Lien 1980 dalam Rusimah 1991. Mereka juga harus mendahulukan pekerjaan rumah tangganya. Oleh karena itu, perempuan diberikan pekerjaan dengan keterampilan rendah dan diberikan upah yang rendah pula. Industri dengan corak kerja POS dijadikan sebagai alternatif kerja bagi ibu rumah tangga. Kesempatan kerja dengan sistem kerja di rumah memberi peluang kepada perempuan untuk bekerja mencari nafkah tanpa harus meninggalkan pekerjaan rumah tangganya mengurus anak, menyiapkan makan, mencuci, dan lain-lain, sehingga seringkali jenis pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan yang dianggap rumah tangga sehingga upah yang diterima pekerja perempuan pun rendah. Hal ini sangat jelas menunjukkan terjadinya marjinalisasi pada perempuan yang bekerja pada POS tersebut. Disebut sebagai marjinalisasi perempuan karena POS tersebut telah meminggirkan pihak perempuan dengan memberikan pekerjaan untuk dikerjakan di rumah sehingga dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga tambahan bagi pekerja perempuan tersebut. Hal ini didasari dengan pemikiran bahwa perempuan sebaiknya tidak bekerja di luar dan bekerja hanya sekedar membantu suami sehingga pekerjaan perempuan dihargai sangat murah. Pemberian upah yang rendah kepada pekerja perempuan tersebut menyebabkan rendahnya kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi tersebut berhubungan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perempuan dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kemudian keputusan yang menggambarkan otonomi perempuan tersebut akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Fenomena ini sangat banyak ditemui terutama di perusahaan-perusahaan yang berusaha mengurangi biaya produksi, yaitu dengan cara tidak menyediakan tempat untuk para pekerjanya dikerjakan di rumah dan juga tidak menjamin kelestarian kerja serta tidak adanya jaminan kerja yang diberikan kepada mereka. Perusahaan menerapkan POS karena jenis usaha ini sifatnya musiman dan sangat tergantung pada fluktuasi pasar maka sistem pengupahan yang biasa diterapkan adalah sistem borongan, yaitu upah yang dihitung berdasarkan satuan perpotong dari jumlah produk yang diselesaikan. Padahal kalau dicermati sistem ini sengaja diterapkan oleh pengusaha agar industrinya tetap berjalan walaupun pada musim sepi. Hal tersebut menyebabkan kehidupan para pekerja seperti ini dalam keadaan kesejahteraan rumah tangga yang rendah. Sebenarnya pemerintah sudah melakukan upaya-upaya untuk mensejahterakan pekerja perempuan dengan menetapkan UMR Upah Minimum Regional, namun pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang memberikan upah di bawah UMR kepada pekerja perempuan dan pekerja POS merupakan pekerja yang tidak terkena UMR. Perempuan di Desa Jabon Mekar bekerja dengan POS karena masih menganut ideologi yang tidak sadar gender, sehingga mereka memiliki kondisi kerja yang rendah. Sebenarnya mereka tidak diperbolehkan bekerja oleh suaminya, namun karena upah yang diperoleh suami tidak mencukupi untuk memenuhi kehidupan keluarga, maka suaminya pun mengijinkan istrinya untuk bekerja. Perempuan diperbolehkan oleh suaminya bekerja dengan syarat tidak boleh bekerja jauh dari rumah dan tetap harus mengurus rumahtangganya, oleh karena itu perempuan bekerja dengan POS yang letaknya dekat dengan rumah mereka, sehingga mereka tetap bisa mengurus rumahtangganya. Bekerja dengan POS mengakibatkan perempuan mengalami marjinalisasi karena mereka bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki kelangsungan hidup yang tidak stabil dan upah yang diperoleh rendah. Mereka menganggap terjadinya marjinalisasi ini bukan masalah, oleh karena itu marjinalisasi tetap terjadi pada perempuan yang bekerja di POS. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dibutuhkannya suatu penelitian lebih lanjut mengenai marjinalisasi perempuan untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan terjadinya marjinalisasi perempuan tersebut serta dampak apa saja yang ditimbulkan.

1.2 Perumusan Masalah