Otonomi Perempuan Tinjauan Pustaka

“selfsufficient” sudah jarang ada; dalam hal kedua adalah yang umum, dimana masih tetap ada sebagian yang diusahakan untuk langsung dikonsumsi sendiri, yaitu jasa-jasa pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan sendiri oleh keluarga. Menurut Saptari dan Holzner 1997, dalam perumusan rumah tangga sering terdapat ide bahwa penghasilan yang beraneka ragam sumbernya ini akan selalu digabungkan ke dalam satu dompet dengan maksud agar bisa dikonsumsikan secara bersama-sama pula. Sajogyo 1983 juga mengatakan bahwa semua penghasilan dari semua pencari nafkah dalam keluarga dikumpulkan menjadi satu “dana bersama”, yang dipergunakan untuk keperluan bersama antara lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota yang diakui, menurut “pos-pos pengeluaran” sesuai dengan norma-norma tingkat hidup keluarga itu, akan tetapi Saptari dan Holzner 1997 menyatakan kesulitan dalam mendefinisikan rumah tangga sebagai kesatuan dimana penghasilan semua dikumpulkan di satu tangan dan konsumsi dilakukan bersama. Semakin beragam sumber penghasilan para anggota suatu rumah tangga, semakin besar kemungkinan bahwa masing-masing anggota akan menahan sebagian atau seluruh penghasilannya untuk kepentingan sendiri baik untuk dikonsumsikan langsung maupun untuk disimpan atau diinvestasikan untuk masa depannya sendiri. Dari hasil penelitian Ariani 1986 dalam Rahayu 1996, diketahui bahwa perempuan yang menyumbangkan pendapatannya dalam pendapatan keluarga lebih dilibatkan dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan perempuan yang tidak menyumbangkan pendapatannya.

2.1.5 Otonomi Perempuan

Besar kecilnya kontribusi ekonomi perempuan akan berhubungan dengan besar kecilnya otonomi perempuan dalam keluarganya. Ihromi 1995 dalam Safitri 2006 mengatakan bahwa otonomi perempuan diartikan sebagai kemampuan perempuan untuk bertindak, melakukan kegiatan, mengambil keputusan untuk bertindak berdasarkan kemauan sendiri, jadi bukan karena disuruh orang, atau dipaksa oleh orang lain. Dengan demikian, otonomi perempuan dapat dilihat dari seberapa banyak perempuan mengambil keputusan dalam berbagai kegiatan. Otonomi perempuan dalam keluarga dilihat dari sejauhmana perempuan memiliki kekuasaan dalam seluruh kegiatan baik dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kekuasaan diukur dengan banyaknya frekuensi perempuan mengambil keputusan dalam waktu tertentu. Jenis keputusan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu keputusan oleh istri sendiri, keputusan bersama suami istri, dan keputusan suami sendiri Sajogyo, 1983. Selanjutnya untuk kepentingan analisis, keputusan dikelompokkan lagi menjadi keputusan istri sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan tinggi dan keputusan suami sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan rendah. Ihromi 1995 dalam Safitri 2006 juga mengatakan bahwa pengambilan keputusan dalam keluarga adalah hal mendesak untuk dikaji dan dicari jalan pemecahannya, karena ini akan berkorelasi dalam pola relasi gender. Hal yang dapat dijelaskan dari pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan suami dan istri, bagaimana keputusan diambil, sampai kepada siapa yang memutuskan. Stoler 1977 dalam Sajogyo 1983 mengemukakan bahwa otonomi perempuan dan kekuasaan sosialnya merupakan fungsi dari kemampuannya memperoleh sumber-sumber strategis dalam rumah tangga dan masyarakat luas. Dalam hal ini, yang menjadi sumbernya adalah kontribusi perempuan dalam keluarga dan masyarakat setelah dia bekerja di bidang nafkah strategis. Upaya mencapai otonomi pribadi perempuan telah dikembangkan pada konferensi-konferensi perempuan internasional di Dunia Ketiga dan Pertama. Hal ini berarti para perempuan mempunyai akses ke sumberdaya mereka sendiri, dengan demikian otonomi ini mempunyai perspektif ekonomi. Otonomi juga mempunyai perspektif relasional bila otonomi diartikan sebagai hak untuk menentukan hidup sendiri misalnya, pendidikan, perkawinan, jumlah anak, keikutsertaan dalam politik, dan sebagainya. Otonomi merupakan konsep yang lebih penting daripada pembangunan karena otonomi mempunyai kemampuan untuk membawa perempuan menjadi manusia yang memiliki nilai-nilai hidup sendiri dalam masyarakat.

2.1.6 Kesejahteraan Keluarga