Data pada Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja perempuan memiliki kontribusi ekonomi yang masih rendah. Data yang
dihasilkan dari lapangan, yaitu sebanyak 40 responden 80 persen memiliki kontribusi ekonomi yang rendah dan sebanyak 10 responden 20 persen memiliki
kontribusi yang tinggi. Hal ini dikarenakan kondisi kerja pekerja perempuan pada POS kurang baik dengan rendahnya upah yang diberikan, sehingga pekerja
perempuan mengalami marjinalisasi yang berhubungan dengan ideologi gender yang masih dianut oleh sebagian besar pekerja perempuan di Desa Jabon Mekar.
7.2 Otonomi Perempuan
Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan dalam keluarga. Besarnya pendapatan yang diberikan oleh pekerja perempuan dari
hasil bekerja dengan POS tersebut ke dalam pendapatan keluarga berhubungan dengan besarnya kekuasaan perempuan dalam seluruh kegiatan produktif,
reproduktif, dan sosial. Kekuasaan diukur dengan frekuensi pengambilan keputusan perempuan dalam waktu tertentu sebulan yang lalu. Jenis keputusan
dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu keputusan istri dominan dan keputusan suami dominan. Otonomi pekerja perempuan dalam seluruh kegiatan
produktif, reproduktif, dan sosial dikatakan tinggi apabila keputusan diambil oleh istri dominan dan otonomi pekerja perempuan dikatakan rendah apabila keputusan
yang diambil oleh suami dominan. Pada Tabel 21 ditunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan otonomi perempuan.
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Otonomi perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Otonomi Perempuan Jumlah orang
Persentase
Rendah skor 14-21 28
56 Tinggi skor 22-28
22 44
Total 50 100
Pada kenyataannya di Desa Jabon Mekar, keputusan suami lebih dominan pada kegiatan produktif, sedangkan keputusan istri lebih dominan pada kegiatan
reproduktif dan pada kegiatan sosial keputusan istri dan suami sama-sama besar. Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa otonomi perempuan rendah yaitu dimiliki
pekerja perempuan dalam POS sebanyak 28 responden 56 persen. Hal ini berarti menunjukkan bahwa keputusan suami lebih dominan pada kegiatan produktif,
reproduktif, dan sosial dibandingkan dengan istri .
7.3 Kesejahteraan Keluarga
Sebagian besar pekerja perempuan dengan POS memiliki kondisi kerja yang rendah. Rendahnya kondisi kerja tersebut berhubungan dengan besar
kecilnya kontribusi ekonomi perempuan dalam pendapatan keluarga. Besarnya kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan yang
juga akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Kesejahteraan keluarga adalah sebuah kondisi terpenuhinya kebutuhan keluarga dari hasil
mengkonsumsi pendapatan yang diterima sehingga membuat keluarga merasa aman dan bahagia.
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kesejahteraan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Kesejahteraan Keluarga Jumlah orang
Persentase
Rendah skor 7-22 41
82 Tinggi skor 23-39
9 18
Total 50 100
Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa keluarga pekerja perempuan dalam POS secara umum belum bisa dikatakan sejahtera yaitu sebesar 82 persen 41
responden. Kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dalam POS dapat diukur melalui kondisi kesehatan, pendidikan anak, dan pola konsumsi. Faktor-faktor ini
akan dibahas lebih dalam pada sub bab berikut.
7.3.1 Pendidikan Anak
Pendidikan anak diukur dari anak usia sekolah yang masih sekolah. Apabila ada anak usia sekolah yang masih sekolah, maka pendidikan anak
keluarga pekerja perempuan tinggi, sedangkan apabila ada anak usia sekolah yang tidak sekolah, maka pendidikan anak pekerja perempuan rendah. Pada Tabel 23
ditunjukkan kondisi pendidikan anak pekerja perempuan yang bekerja pada POS.
Tabel 23. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Pendidikan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Pendidikan Anak Jumlah orang
Persentase
Rendah skor 1 11
22 Tinggi skor 2
39 78
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa kondisi pendidikan anak pekerja sudah baik karena sebesar 78 persen 39 anak memiliki kondisi pendidikan anak
yang tinggi, akan tetapi banyak keluarga pekerja perempuan yang tidak sejahtera tetapi memiliki pendidikan anak yang tinggi. Hal ini disebabkan karena anak
pekerja POS sebagian besar sekolah pada tingkat SD yang mendapat bantuan sekolah gratis dari pemerintah seperti BOS. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
variabel pendidikan anak tidak dapat dijadikan variabel hubungan terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan. Pendidikan anak yang tinggi ini pula
tidak dapat dikaitkan dengan kontribusi ekonomi perempuan karena kontribusi ekonomi perempuan yang rendah belum tentu berhubungan dengan rendahnya
pendidikan anak karena selain mendapat bantuan dari program pemerintah biaya pendidikan sebagian besar ditanggung oleh pendapatan suami bukan dari
pendapatan ibu yang didapat dari hasil bekerja pada POS. Hal ini didukung dengan pernyataan N 42 tahun selaku pekerja perempuan dengan POS:
”...kalo dari gaji saya mah mana cukup buat nyekolahin anak. Kalo urusan sekolah mah bapanya, saya mah paling nambah-nambah
dikit aja kaya buat jajannya gitu...”
7.3.2 Kesehatan
Kesehatan keluarga adalah status kesehatan dan taraf gizi keluarga yang antara lain diukur melalui jenis pengobatan yang dilakukan oleh pekerja
perempuan dan juga keluarganya. Kesehatan merupakan salah satu indikator
untuk melihat kesejahteraan suatu keluarga. Semakin baik kesehatan suatu keluarga, maka semakin sejahtera pula keluarga pekerja perempuan tersebut. Data
pada Tabel 24 menunjukkan kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan.
Tabel 24. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan di Desa Jabon Mekar Bogor, 2011
Kesehatan Jumlah orang
Persentase
Rendah skor 3-9 42
84 Tinggi skor 10-15
8 16
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan kurang baik, yaitu sebanyak 42 responden 84 persen yang
memiliki kondisi kesehatan rendah atau kurang baik dan hanya 8 responden 16 persen saja yang memiliki kondisi kesehatan tinggi atau baik.
Pada penelitian ini, hampir semua keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik. Hal ini
ditunjukkan dengan jenis pengobatan yang dilakukan oleh keluarga pekerja perempuan. Hampir semua pekerja perempuan pergi ke dukun ketika mereka
melahirkan dan meminum obat warung ketika anak atau anggota keluarga lainnya mengalami sakit ringan.
Pekerja perempuan tersebut tidak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan karena itu mereka pun mengalami marginalisation as concentration on
the margins of the labour market mendapatkan upah yang rendah serta kondisi
kerja yang buruk. Kondisi kesehatan tersebut dapat berhubungan tingkat kesejahteraan keluarga mereka. Semakin tinggi kondisi kesehatan keluarga
pekerja perempuan, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga.
7.3.3 Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah tingkat pengalokasian pengeluaran uang dalam keluarga untuk kebutuhan sehari-hari. Pola konsumsi di sini akan dilihat dari
frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga pekerja
perempuan. Pola Konsumsi merupakan indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS. Semakin
tinggi pola konsumsi, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan keluarga. Pada Tabel 25 ditunjukkan pola konsumsi keluarga pekerja perempuan yang
bekerja pada POS.
Tabel 25. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Pola Konsumsi di Desa Jabon Mekar Bogor, 2011
Pola Konsumsi Jumlah orang
Persentase
Rendah skor 3-12 39
78 Tinggi skor 13-22
11 22
Total 50 100
Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa pola konsumsi keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS kurang baik. Hal ini dapat dilihat sebanyak 39
responden 78 persen memiliki pola konsumsi yang rendah, sedangkan sebanyak 11 responden 22 persen memiliki pola konsumsi yang tinggi. Berarti lebih dari
50 persen keluarga responden memiliki pola konsumsi yang kurang baik. Pola konsumsi keluarga ini dilihat dari frekuensi makan keluarga pekerja
perempuan, yaitu berapa kali keluarga pekerja perempuan makan dalam sehari dan juga dilihat dari kualitas jenis makanan yang dikonsumsi dengan mengacu
pada empat sehat lima sempurna nasi, lauk-pauk, sayur-mayur, susu, dan juga buah-buahan dan kuantitas jenis makanan yang dikonsumsi oleh anggota
keluarga pekerja perempuan dalam POS. Keluarga pekerja perempuan mendapat pola konsumsi yang baik apabila mereka makan tiga kali sehari, memakan kelima
jenis makanan yang mengacu pada empat sehat lima sempurna dan jumlah jenis makanan yang dimakan ada lima jenis. Pada keluarga pekerja perempuan yang
bekerja pada POS, hampir semua mengkonsumsi nasi, sayur-mayur dan ikan asin. Mereka jarang mengkonsumsi daging ayam, daging sapi atau kambing, susu dan
juga buah-buahan dikarenakan harganya yang mahal. Rendahnya upah yang pekerja perempuan peroleh dari hasil bekerja pada POS membuat mereka tidak
bisa memenuhi kebutuhan gizi yang baik layaknya empat sehat lima sempurna.
7.4 Hubungan Marjinalisasi Perempuan dalam POS dengan Kesejahteraan Keluarga
Ideologi gender yang dianut kuat oleh pekerja perempuan dalam POS berhubungan dengan rendahnya kondisi kerja perempuan karena upah, jaminan
keluarga, dan jaminan yang diberikan kepada pekerja perempuan rendah. Untuk melihat marjinalisasi perempuan dalam POS harus dilihat dari faktor yang
berhubungan dengan marjinalisasi dan dampak yang diakibatkan oleh marjinalisasi terhadap pekerja perempuan dalam POS dan keluarganya. Faktor di
sini adalah sejauhmana ideologi gender berhubungan dengan kondisi kerja kondisi yang menunjukkan perempuan tersebut termarjinalkan dari upah, jaminan
keluarga, dan jaminan kerja yang rendah. Dengan kondisi tersebut berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan
keluarganya. Kontribusi ekonomi ini akan berhubungan dengan otonomi perempuan dimana dengan otonomi ini perempuan berperan menentukan
kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, berbicara marjinalisasi perempuan merupakan rangkaian dari kondisi kerja yang disebabkan gender yang dianut baik
oleh pekerja perempuan maupun pengusaha dalam sistem kerjanya yang dapat berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan sehingga berhubungan
dengan otonomi perempuan. Melalui otonomi perempuan dapat dilihat bagaimana marjinalisasi berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya.
Kondisi kerja berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan. Hubungan kondisi kerja dengan kontribusi ekonomi perempuan menggunakan
tabulasi silang. Pada Tabel 26 akan menjelaskan tabulasi silang hubungan kondisi kerja dengan kontribusi ekonomi perempuan.
Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kontribusi Ekonomi Responden di
Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Kontribusi Ekonomi Kondisi Kerja
Rendah skor 15-22 Tinggi skor 23-30
Jumlah Persentase Jumlah
Persentase Rendah skor 1
40 80
Tinggi skor 2 10
20 Total 50
100
Data pada Tabel 26 menunjukkan bahwa semua responden, baik yang memiliki kontribusi ekonomi rendah maupun tinggi berada pada kondisi yang
kerja yang rendah sebanyak 40 responden dan tidak ada seorangpun yang berkontribusi ekonomi rendah dengan kondisi kerja yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi kerja berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan dan hipotesis diterima. Semakin rendah kondisi kerja pekerja
perempuan dengan POS, maka semakin rendah kontribusi ekonominya dalam pendapatan keluarga.
Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan. Besarnya kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kekuasaan dalam
seluruh kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan menggunakan tabulasi silang dan uji
korelasi Rank Spearman. Pada Tabel 27 ditunjukkan hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan.
Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi Perempuan dengan Otonomi Responden di Desa Jabon Mekar
Bogor, Tahun 2011
Otonomi Perempuan Kontribusi Ekonomi Perempuan
Rendah skor 1 Tinggi skor 2
Jumlah Persentase Jumlah
Persentase Rendah skor 14-21
32 80
Tinggi skor 22-28 8
20 10
100 Total 40
100 10
100
Tabel 27 menunjukkan bahwa semua pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah memiliki otonomi yang rendah pula,
yaitu sebanyak 32 responden dan tidak ada seorang pun yang berotonomi rendah dengan kontribusi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi
perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan. Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan
juga dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman. Hasil uji korelasi Rank Spearman
menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan positif dengan otonomi perempuan, berdasarkan dari nilai p-value sebesar 0 yang
lebih kecil dari α 0,2 dengan koefisien korelasi sebesar 0,667, sehingga hipotesis
diterima kontribusi ekonomi perempuan berhubungan otonomi perempuan. Rendahnya kontribusi ekonomi pekerja perempuan berhubungan dengan
rendahnya otonomi perempuan. Oleh karena itu, rendahnya otonomi perempuan berhubungan dengan rendahnya kesejahteraan keluarga. Hubungan otonomi
perempuan dengan kesejahteraan keluarga menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Otonomi Perempuan. Pada Tabel 28 ditunjukkan tabulasi silang
hubungan dengan otonomi perempuan terhadap kesejahteraan keluarga.
Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Otonomi Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon
Mekar Bogor, Tahun 2011
Kesejahteraan Keluarga
Otonomi Perempuan
Rendah skor 14-21 Tinggi skor 22-28
Jumlah Persentase Jumlah
Persentase Rendah skor 6-19
29 94
12 67
Tinggi skor 20-34 3
6 6
33 Total 32
100 18
100
Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah
lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang tinggi dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah. Pekerja
perempuan dalam POS dengan otonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 30 responden 94 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah otonomi perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan
keluarga. Hasil ini dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman yang juga
menunjukkan bahwa otonomi perempuan berhubungan positif terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dengan POS. Hal tersebut dapat dilihat
dari nilai p-value sebesar 0,035 yang lebih kecil dari alpha 0,20 dengan koefisien korelasi sebesar 0,299, sehingga hipotesis diterima otonomi perempuan
berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Secara tidak langsung kontribusi ekonomi juga berhubungan dengan
kesejahteraan keluarga. Selain otonomi perempuan yang berupa kekuasaan yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, kontribusi ekonomi perempuan
berupa uang juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga ini menggunakan
tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Pada Tabel 29 menunjukkan tabulasi silang hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan
keluarga.
Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di
Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Kesejahteraan Keluarga
Kontribusi Ekonomi Perempuan
Rendah skor 1 Tinggi skor 2
Jumlah Persentase Jumlah
Persentase Rendah skor 6-19
37 93
4 40
Tinggi skor 20-34 3
8 6
60 Total 40
100 10
100
Data pada Tabel 29 menunjukkan bahwa pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga
yang rendah lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang tinggi dan memiliki kesejahteraan keluarga yang
rendah. Pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 37 responden 93
persen. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah kontribusi ekonomi
perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan keluarga. Hasil ini dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman yang juga
menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan positif terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dengan POS. Hal tersebut dapat dilihat
dari nilai p-value sebesar 0 yang lebih kecil dari alpha 0,20 dengan koefisien korelasi sebesar 0,547, sehingga hipotesis diterima kontribusi ekonomi
perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Selain kontribusi ekonomi dan otonomi perempuan, kondisi kerja juga
berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karena upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diberikan kepada pekerja perempuan dengan POS untuk
memenuhi kesejahteraan keluarga pun rendah. Hubungan kondisi kerja dengan kesejahteraan menggunakan tabulasi silang dan tidak dapat diuji korelasi
menggunakan Rank Spearman karena terdapat variabel yang memiliki satu kategori saja. Pada Tabel 30 ditunjukkan tabulasi silang hubungan kondisi kerja
dengan kesejahteraan keluarga.
Tabel 30. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di
Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011
Kesejahteraan Keluarga Kondisi Kerja
Rendah 15-22 Tinggi 23-30
Jumlah Persentase Jumlah
Persentase Rendah skor 6-19
41 82
Tinggi skor 20-34 9
18 Total 50
100
Data pada Tabel 30 menunjukkan bahwa pekerja perempuan pada POS dengan kondisi kerja yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang
rendah sebanyak 41 responden 82 persen dan tidak ada seorang pun yang kesejahteraan keluarganya rendah dengan kondisi kerja yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi kerja berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah kondisi kerja perempuan, maka semakin rendah pula
kesejahteraan keluarga, sehingga hipotesis diterima semakin rendah kondisi kerja, maka kesejahteraan keluarga pun rendah.
Pekerja perempuan yang bekerja pada POS mengalami
marginalisation as concentration on the margins of the labour market
karena kondisi kerja pekerja perempuan yang bekerja pada POS kurang baik. Hal tersebut mengakibatkan mereka
tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti jenis pengobatan yang mereka lakukan adalah
pergi ke dukun ketika mereka melahirkan dan meminum obat warung ketika anak atau anggota keluarga lainnya mengalami sakit ringan. Frekuensi
makan keluarga pekerja perempuan tersebut pun hanya dua kali sehari dan jenis makanan yang mereka konsumsi pun tidak memenuhi empat sehat lima sempurna
dan hanya berupa nasi, ikan asin, dan sayur-mayur saja. Berarti dapat dikatakan bahwa keluarga pekerja perempuan memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah
yang disebabkan kurang baiknya kondisi kerja mereka. Hal ini didukung dengan pernyataan L 28 tahun selaku pekerja perempuan dalam POS:
”...gaji yang dikasih cuma sedikit jadi masih kurang juga buat menuhin kebutuhan sehari-hari, yah paling makan juga cuma bisa
sama nasi, sayur sama ikan asin doang...”
7.5 Ikhtisar