untuk beribadah. Ijin libur dan ijin untuk beribadah tersebut pun diberikan karena memang mereka dibebaskan untuk masuk kerja atau tidak karena upah yang
dibayarkan berdasarkan jumlah hasil yang dikerjakan oleh pekerja. Hal ini didukung dengan pernyataan R 22 tahun selaku pekerja perempuan dalam POS:
”...kita ga dikasih jaminan kerja apa-apa, paling cuma ijin libur aja itu juga karena terserah kita aja mau masuk kerja atau ga...”
6.4 Hubungan Ideologi Gender dengan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan
Ideologi gender berhubungan dengan upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diperoleh pekerja perempuan dari hasil bekerja dengan POS. Banyak
dianutnya ideologi tidak sadar gender yang dianut oleh mereka mempunyai hubungan dengan rendahnya upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang
mereka peroleh yang selanjutnya akan berhubungan dengan kondisi kerja mereka. Hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja pekerja perempuan dianalisis
dengan menggunakan tabulasi silang, akan tetapi dengan data yang ada, terdapat variabel yang hanya memiliki satu kategori maka tidak bisa melakukan uji
korelasi Rank Spearman untuk membuktikkan hipotesis ini. Tabel 19 akan menjelaskan tabulasi silang hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja
pekerja perempuan.
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender dengan Kondisi Kerja Responden di Desa Jabon Mekar
Bogor, Tahun 2011
Kondisi Kerja Ideologi Gender
Tidak sadar gender skor 9-13
Sadar gender skor14-18
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Rendah skor 5-7 32
100 18
100 Tinggi
skor 8-10 0 0 0 0
Total 32 100
18 100
Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa tidak terlihat hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja perempuan yang bekerja dengan POS, akan tetapi
terdapat kecenderungan bahwa ideologi gender berhubungan dengan kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS. Hal ini dapat dilihat dari semua pekerja
perempuan dengan POS yang berada pada kondisi kerja yang rendah menganut ideologi tidak sadar gender lebih banyak dibandingkan dengan yang menganut
ideologi sadar gender. Pekerja perempuan yang menganut ideologi tidak sadar gender dengan kondisi kerja yang rendah sebanyak 32 responden, sedangkan yang
menganut ideologi sadar gender dan memiliki kondisi kerja yang rendah sebanyak 18 orang. Kecenderungan fakta dapat dilihat, walaupun tidak mempunyai
hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja, namun fakta menunjukkan pekerja yang mendapatkan kondisi rendah lebih bayak dimiliki oleh pekerja dalam
POS yang menganut ideologi tidak sadar gender. Kuatnya ideologi gender yang dianut baik oleh pekerja perempuan itu
sendiri maupun yang dianut oleh keluarganya menyebabkan perempuan tidak mempunyai kesempatan untuk bekerja di tempat yang lebih baik karena biasanya
tempat kerja yang lebih baik tersebut letaknya jauh dari rumah perempuan tersebut, sedangkan perempuan masih harus mengurusi rumah tangganya. Oleh
karena itu, mereka seringkali tidak mendapat ijin suami untuk bekerja di tempat yang jauh dari rumah dan tidak ada pilihan lain maka mereka pun bekerja pada
POS.
Dalam POS mereka berkumpul di suatu tempat yang berada tidak jauh dari rumahnya untuk bekerja menjahit mute pada baju maupun kerudung. Mereka juga boleh
membawa pekerjaan tersebut untuk dikerjakan di rumahnya. Selain mereka tidak mendapat ijin suami untuk bekerja di tempat yang jauh dari rumahnya, alasan lain mereka
memilih bekerja pada POS tersebut adalah karena mereka harus mengurus rumah tangganya, akan tetapi dengan bekerja di POS tersebut pekerja perempuan pun
mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market karena upah yang mereka peroleh rendah serta mereka tidak mendapatkan jaminan keluarga dan
jaminan kerja yang seharusnya diterima oleh pekerja pada umumnya. Hal ini didukung dengan pernyataan E 30 tahun selaku pekerja perempuan dalam POS:
”...ga dibolehin kerja jauh-jauh sama suami sama harus ngurus rumah kan jadi cuma bisa kerja di sini, dapeet gajinya juga kan kecil. Pengennya sih
kerja di pabrik soalnya gajinya lumayan...”
6.5 Ikhtisar