Perempuan Pekerja Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM

5.1 Perempuan Pekerja

Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan tersebut terdiri dari perempuan yang belum menikah sebanyak 12 orang, perempuan yang sudah menikah tapi tidak punya anak sebanyak 8 orang, serta perempuan yang sudah menikah dan mempunyai anak sebanyak 55 orang, akan tetapi data mengenai pekerja POS ini tidak tercatat di Desa Jabon Mekar. Pekerjaan dengan POS di Desa Jabon Mekar ini adalah menjahit mute ke baju atau kerudung yang sudah jadi. Sistem pengupahan pekerja dengan POS ini diberikan setiap dua minggu sekali. Upah yang diberikan kepada pekerja dihitung berdasarkan jumlah baju atau kerudung yang telah selesai diberi hiasan mute. Upah per potongnya berkisar antara Rp 3.000,00 sampai Rp 5.000,00. Pekerjaan ini dapat dilakukan di tempat yang telah disediakan oleh majikan maupun dikerjakan di rumah pekerja tersebut, sehingga pekerja yang merupakan ibu rumah tangga tetap bisa mengurus rumah tangganya. Pekerjaan dengan POS ini bisa masuk ke Desa Jabon Mekar pertama kali dibawa oleh Bapak Rais. Bapak Rais mendapat tawaran dari salah satu perusahaan tekstil, kemudian ia menerima tawaran tersebut dan membawanya ke Desa Jabon Mekar. Dari mulut ke mulut ia menawarkan pekejaan tersebut ke tetangga- tetangganya kemudian berdatanganlah perempuan yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga tersebut untuk melamar menjadi pekerjanya. Proses melamar ini mudah saja, perempuan yang ingin bekerja di tempat Bapak Rais ini tinggal datang saja, ia bisa langsung bekerja saat itu juga kalau ia mau. Bapak Rais tidak membatasi jumlah pekerjanya, ia tidak akan dirugikan oleh hal tersebut karena upah yang dibayarkan tergantung jumlah potong yang diselesaikan oleh pekerja. Perempuan yang melamar untuk bekerja di tempat Bapak Rais tersebut tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain. Mereka terpaksa harus bekerja karena adanya desakan ekonomi, namun mereka tidak punya pendidikan yang cukup untuk bekerja di tempat yang lebih layak dan suami mereka tidak mengijinkan mereka untuk bekerja di tempat yang jauh dari rumah. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk bekerja di tempat Bapak Rais, selain mereka bisa bekerja mencari nafkah mereka juga tetap bisa mengurus rumah tangganya. Para pekerja dalam POS yang bekerja di perusahaan garmen terbagi menjadi, orang pertama adalah pengusaha dari perusahaan garmen, orang kedua adalah orang yang bertugas menjadi penjahit baju sesuai dengan pesanan, orang ketiga adalah orang yang bertugas menjadi perantara yang membagi-bagikan pekerjaan, serta orang keempat adalah para pekerja perempuan dalam POS itu sendiri, dan Bapak Rais merupakan orang ketiga. Bapak Rais menyediakan tempat beserta alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Perusahaan memberikan jaminan keluarga berupa THR sebesar Rp 50.000,00, pinjaman, serta sembako bulanan berupa mie instan, kopi, gula dan garam. Bapak Rais dalam tugasnya memberikan kebebasan kepada pekerjanya untuk mengerjakan pekerjaan baik di tempatnya maupun di rumah pekerjanya. Jam masuk kerja pun ia bebaskan, kalau ada pekerjanya yang ijin libur baik ijin sakit maupun beribadah ataupun kegiatan lainnya ia memperbolehkan karena upah yang dibayarkan tergantung jumlah potong yang diselesaikan pekerja tersebut. Selain upah yang rendah, jaminan keluarga dan jaminan kerja tersebut dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebetulnya para perempuan tersebut bekerja untuk sektor formal, akan tetapi mereka diperlakukan sebagai pekerja tidak formal.

5.2 Ideologi Gender