4, 6, 8 • Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang

42 A1 1 A2 1 A3 1 ... ... An 1 Matriks dalam Tabel 4 dapat diisi dengan menggunakan angka yang berdasarkan skala nilai antara nilai 1 hingga 9. Tabel 5 menguraikan tentang definisi dari nilai 1 hingga 9 tersebut. Tabel 5. Skala Banding secara Berpasangan Intensitas Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain 7 Elemen sang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain. 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain

2, 4, 6, 8 • Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang

berdekatan • Jika untuk aktivitas ke-I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas ke-j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber : Saaty 1993 dalam Falatehan 2007 Langkah selanjutnya adalah sintesis, yaitu proses menyatukan atau mensintesis pertimbangan yang telah dibuat dalam perbandingan berpasangan, dengan cara pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas 43 setiap elemen. Semakin tinggi nilai suatu pilihan, semakin tinggi prioritasnya. Langkah dalam melakukan sintesis adalah sebagai berikut setelah matriks terisi dilakukan sintesis pertimbangan dengan cara membagi nilai perbandingan dengan jumlah setiap kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi. Sebagai contoh adalah pemilihan prioritas alokasi anggaran dengan kriteria ketersediaan dana, prioritas anggaran, dan dukungan kelembagaan. Misalnya ketersediaan dana Dana setengah kali lebih penting dibanding prioritas anggaran PA dan seperempat kali dari dukungan kelembagaan DK. Dari Tabel 6 terlihat bahwa prioritas anggaran dua kali lebih penting dari ketersediaan dana dan dukungan kelembagaan empat kali lebih penting dari ketersediaan dana. Tabel 6. Mensintesis Pertimbangan Alokasi Dana PA DK Dana 1 ½ ¼ PA 2 1 ½ DK 4 2 1 Jumlah 7 3,5 1,75 Setelah dimasukkan matriks tersebut dinormalisasi dengan cara membagi setiap entri kolom dengan jumlah pada kolom tersebut sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi dan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Matriks yang dinormalisasi Alokasi Dana PA DK Dana 17 17 17 PA 27 27 27 44 DK 47 47 47 Jumlah 7 3,5 1,75 Setelah mendapatkan nilai matriks yang dinormalisasi kemudian dirata-ratakan dengan cara menjumlahkan nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi tersebut, lalu membaginya dengan banyaknya entri dari setiap baris. 14 , 7 1 3 7 1 7 1 7 1 = = + + : Ketersediaan Dana 29 , 7 2 3 7 2 7 2 7 2 = = + + : Prioritas Anggaran 57 , 7 4 3 7 4 7 4 7 4 = = + + : Dukungan Kelembagaan Sintesis ini menghasilkan persentase prioritas relatif menyeluruh. Dari contoh di atas maka prioritasnya adalah dukungan kelembagaan dengan bobot 57, prioritas anggaran dengan bobot 29 dan ketersediaan dana dengan bobot 14. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa dalam pengalokasian anggaran dukungan kelembagaan empat kali lebih penting dibanding ketersediaan dana. Semakin tinggi bobot suatu pilihan, semakin tinggi prioritasnya. c. Konsistensi Logis Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dab diperingkat secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Dalam pengambilan keputusan, perlu diketahui tingkat konsistensinya. Konsistensi sampai pada tingkatan tertentu diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan keadaan di dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai 45 pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi paling tinggi 10 persen, jika lebih maka pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki. Contoh di atas jika terjadi ketidakkonsistenan misalkan untuk prioritas alokasi anggaran diatas, prioritas dukungan kelembagaan 4 kali lebih pening dibanding prioritas anggaran maka cara perhitungannya adalah sebagai berikut Falatehan, 2007: 1 Melakukan sintesis pertimbangan, setelah diolah maka didapatlah persentase prioritas relatif menyeluruh, yaitu 13, 21 dan 66 persen. Tabel 8 akan menyajikan contoh dalam mensisntesis pertimbangan sedangkan Tabel 9 menunjukkan matriks yang dinormalisasi, jumlah baris, dan prioritas menyeluruh. Tabel 8. Contoh Mensintesis Pertimbangan Alokasi Dana PA DK Dana 1 ½ ¼ PA 2 1 ¼ DK 4 4 1 Jumlah 7 5,5 1,5 Tabel 9. Matriks yang Dinormalisasi, Jumlah Baris, dan Prioritas Menyeluruh Alokasi Dana PA DK Jumlah Baris Rataan Dana 17 111 16 0,40 0,403= 0,13 PA 27 211 16 0,63 0,633= 0,21 DK 47 811 46 1,97 1,973= 0,66 Jumlah 7 5,5 1,5 46 2 Menghitung besarnya ketidakkonsistenan tersebut dengan cara mengalikan kolom pertama pada matriks yang baru tidak konsisten dengan prioritas relatif dari Dana 0,13, kolom kedua dengan Prioritas Anggaran 0,21 dan kolom ketiga dengan Dukungan Kelembagaan 0,66. Lalu entri dalam baris-baris tersebut dijumlahkan. Tabel 10. Menjumlahkan Entri Alokasi Dana 0,13 PA 0,21 DK 0,66 Dana 1 ½ ¼ PA 2 1 ¼ DK 4 4 1 Alokasi Dana PA DK Jumlah Dana 0,13

0,11 0,17

0,41 PA 0,26 0,21 0,17 0,64 DK 0,52 0,84 0,66 2,02 3 Untuk menghitung indeks konsistensi, dicari nilai maks: ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ 06 , 3 05 , 3 15 , 3 66 , 21 , 13 , : 02 , 2 64 , 41 , 4 Dari nilai-nilai tersebut diambil rata-ratanya: 09 , 3 3 26 , 9 3 06 , 3 05 , 3 15 , 3 = = + + 5 Selanjutnya dicari Indeks Konsistensi Consistency IndexCI : 47 1 − − = n n maks CI λ 045 , 2 09 , 1 3 3 09 , 3 = = − − = CI 6 Kemudian dicari nilai Consistency Ratio menggunakan persamaan: RI CI CR = Nilai RI Random Indeks didapat dari: Tabel 11. Nilai Random Indeks Ukuran Matriks Indeks Random 1 dan 2

0.00 3 0.58

4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.41 7 Karena ukuran matriksnya adalah 3 maka indeks randomnya adalah 0.58, sehingga nilai Consistency Ratio-nya adalah: 08 , 58 , 045 , = = CR Nilai CR sebesar 0,08, berarti dibawah nilai 0,1, sehingga menunjukkan konsistensinya baik. Setelah memperoleh nilai sintesis, maka yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah konsistensi. Hal ini dapat terjadi karena dalam 48 kehidupan sehari-hari berbagai keadaan khusus sering mempengaruhi preferensi, sehingga keadaan dapat berubah dan membuat keadaan menjadi tidak konsisten. Di sisi yang lain konsistensi sempurna pun sukar dicapai. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai penilaian yang dilakukan melalaui suatu Rasio Konsistensi RK. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang dimana jika rasio ini lebih dari 10 persen memungkinkan penilaian yang sudah diperoleh terlihat agak acak dan mungkin perlu diperbaiki. 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan efektivitas dan kemandirian Pendapatan Asli Daerah telah banyak dilakukan sebelumnya. Salah satu di antaranya adalah Saragih 1996 yang menyatakan bahwa peran PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan masih rendah meskipun perolehannya setiap tahun mengalami peningkatan. Lains 1995 meneliti tentang keuangan dan pembangunan daerah di Sumatera Barat. Menurut Lains kemampuan pembiayaan dengan PAD dalam pelaksanaan pembangunan daerah sangat kecil atau dengan kata lain sebagian besar pembiayaan dasar dibiayai oleh Pemerintah Pusat. Kecilnya proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah disebabkan antara lain karena jenis-jenis pajak yang menjadi hak daerah kurang potensial. Lains menyarankan perlu adanya desentralisasi perencanaan dan pelaksanaan pembiayaan serta sistem pajak dengan pemberian wewenang yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah. Hasil penelitian Suprapto 2007 terhadap kinerja keuangan Kabupaten Sleman menunjukkan tingkat kemandirian Kabupaten Sleman pada periode 2000 – 2004 pada kategori instruktif yang berarti kemandirian Kabupaten Sleman sangat rendah dan belum mampu untuk melaksanakan otonomi keuangan daerah. Rasio Efektivitas cenderung efektif, karena kontribusi yang diberikan terhadap target yang ingin dicapai lebih dari 100 persen. Selanjutnya Lee dan Snow 1997 mengungkapkan bahwa apabila Pemerintah Daerah akan menaikkan penerimaan pajak, maka sebaiknya Pemerintah Daerah memperhitungkan kemampuan 49 membayar dari masyarakat di daerah tersebut dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan politik. Radianto 1997 melakukan penelitian di Daerah Tingkat II Maluku bahwa peranan PAD dalam membiayai pembangunan Daerah Tingkat II Maluku masih sangat rendah. Hal ini tercermin dari Indeks Kemampuan Rutin IKR Daerah Tingkat II Maluku yang masih berada jauh di bawah rata-rata IKR Daerah Tingkat II secara nasional. Misalnya selama kurun waktu Pelita V 19911992- 19931994 IKR Daerah Tingkat II Maluku berturut-turut adalah sebesar 8,1 persen, 7,3 persen, dan 6,5 persen. Kuncoro 1995 memfokuskan pengamatannya pada kenyataan rendahnya PAD, sehingga ketergantungan keuangan Pemerintah Daerah sangat tinggi kepada Pemerintah Pusat. Upaya mengurangi beban subsidi Pemerintah Pusat, Kuncoro menganjurkan diberikannya otonomi keuangan daerah yang relatif luas, sehingga daerah mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri dan memanfaatkannya secara optimal. Lebih lanjut Kuncoro 1995 mengungkapkan bahwa PAD menunjukkan kontribusi yang sangat rendah terhadap total penerimaan daerah di propinsi di Indonesia rata-rata hanya 15,4 persen selama tahun 19841985 – 19901991. Artinya dibanding dengan PAD, subsidi dari Pemerintah Pusat lebih banyak dalam membiayai pengeluaran daerah. PAD hanya 30 persen mampu membiayai pengeluaran rutin. Pemerintah Daerah Tingkat II, PAD hanya mampu membiayai pengeluaran rutinnya sebesar kurang dari 22 persen. Sebagian besar Daerah Tingkat II di Indonesia prosentase PAD terhadap total belanja daerah kurang dari 15 persen. PAU-SE UGM 2000 yang melakukan penelitian di Kabupaten Magelang menyimpulkan bahwa ketergantungan daerah terhadap sumber penerimaan dari sumbangan dan bantuan Pemerintah Pusat dan dari Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah masih sangat tinggi. Dalam era otonomi daerah akan semakin sulit mendapatkan sumbangan dan bantuan sehingga perlu biaya untuk meningkatkan pendapatan daerah sendiri, terutama dari pajak daerah dan retribusi daerah. Sementara Miller dan Russek 1997 meneliti semua negara bagian di Amerika Serikat mengenai struktur pajak dan pertumbuhan ekonomi, dan menemukan bahwa pajak dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Implikasinya adalah Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah 50 harus dapat mendorong penerimaan melalui pajak dan menggunakannya secara tepat untuk membiayai pengeluaran yang bersifat strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Efektivitas dan kemandirian keuangan daerah kabupatenkota di Bali periode 2002 – 2006 dalam periode dua tahun terakhir masuk dalam kategori kemandirian keuangan yang sedang rasio KKD lebih dari 50 persen sampai dengan 75 persen dan rendah rasio KKD lebih dari 25 persen sampai dengan 50 persen masing-masing hanya satu kabupatenkota, sedangkan sisanya tujuh kabupaten masuk kategori kemandirian keuangan yang sangat rendah rasio KKD 1 persen sampai dengan 25 persen. Dua tahun awal, Kabupaten Badung masuk kategori kemandirian keuangan tinggi rasio KKD lebih dari 75 persen sampai dengan 100 persen, tetapi menurun pada dua tahun terakhir Dwirandra, 2007. Ada tiga sektor perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir selama periode 2000-2003 yang pungutan PAD-nya memiliki elastisitas negatif yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan yang memiliki nilai elastisitas PAD positif tertinggi adalah sektor jasa- jasa dan terendah adalah sektor pertanian. Kendala utama adalah lemahnya SDM aparat, lemahnya akurasi data subyek dan obyek pungutan, kurangnya kesadaran masyarakat dan minimnya sarana dan prasarana, Syamsurizal, 2004. Selanjutnya penelitian Rahman 2005 mengungkapkan efektivitas PAD Kabupaten Pelalawan selama periode 2000-2003 berfluktuasi dan relatif tinggi. Efisiensi PAD cenderung mengalami peningkatan. Elastisitas PAD terhadap PDRB memiliki nilai negatif. Rasio kemandirian cenderung menunjukkan peningkatan. Penelitian yang dilakuakn oleh Nadaek 2003 bertujuan untuk melihat perkembangan rasio kemandirian, rasio efektivitas dan rasio efisiensi pada Keuangan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Hasil penelitian adalah bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Maluku Tenggara yang diukur melalui PAD, hanya mencapai rata-rata sebesar 2,93 persen untuk setiap tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun sebesar 0,46 persen. Kondisi ini menunjukan bahwa kemandirian daerah masih sengat jauh dari yang diharapkan. Pendapatan daerah masyarakat Maluku Tenggara sebagian besar masih diprioritaskan untuk 51 mencukupi belanja rutin yaitu rata-rata 56 persen dari total pendapatan yang diterima. Kondisi ini menunjukan bahwa jika menggunakan indikator PAD, maka Kabupaten Maluku Tenggara dalam rangka melaksanakan otonomi daerah masih belum mampu ditinjau dari aspek kemampuan keuangan daerahnya sebab masih sangat tergantung dengan pemerintah pusat. Rasio efektivitas pemungutan PAD Kabupaten Maluku Tenggara dari tahun anggaran 19981999 sampai tahun anggaran 2002 rata-rata 89,59 dengan peningkatan setiap tahunnya sebesar 7,22 persen. Dengan demikian pemungutan PAD di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung tidak efektif karena kontribusi yang diberikan terhadap target yang ingin dicapai kurang dari 100 persen. Rasio efisiensi pemungutan PAD Kab. Maluku Tenggara selama lima tahun anggaran yaitu dari tahun anggaran 19981999 sampai dengan 2002 rata-rata sebesar 3,27 persen dan setiap tahun anggaran mengalami penurunan sebesar 0,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan PAD Kabupaten. Maluku Tenggara dari tahun ke tahun semakin efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD semakin rendah dengan realisasi PAD yang didapatkan. Hal ini menunujukkan kinerja pemerintah daerah yang semakin baik. 52

III. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Pembangunan Kabupaten Lampung Barat sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional. Hal ini berarti memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan dan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil restribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah 1 kemampuan dan kewenangan daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan; 2 meminimalkan ketergantungan kepada bantuan pusat sehingga menjadikan PAD menjadi

Dokumen yang terkait

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

3 74 100

Strategi Pelaksanaan Retribusi Terminal Guna Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kota Rantauprapat (Studi Pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kabupaten Labuhanbatu)

4 112 94

Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Melalui Penerimaan Retribusi Izin Mendidirikan Bangunan

19 165 120

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 38 82

Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Melalui Belanja Modal Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

1 30 114

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.

1 81 92

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat

3 56 90

Upaya-Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Melalui Penerimaan Retribusi Terminal Angkutan Penumpang Umum Dan Angkutan Barang Yang Dikelola Dinas Perhubungan Kota Padang Sidempuan

10 96 69

Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi...

0 37 3

Peran Kegiatan Kemetrologian Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten...

0 23 3