34
c. Mengukur sejauhmana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya
d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah
e. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu
Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehinggga secara teori belum ada
kesepakatan secara utuh mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang
transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian
dalam APBD berbeda dengan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan swasta Halim, 2002.
Suprapto 2007 menilai bahwa analisis rasio keuangan pada APBD dapat dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu
periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehinggga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula
dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang
terdekat ataupun potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah
lainnya. Ia menilai bahwa terdapat beberapa pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD, yaitu:
1. DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD adalah badan yang memberikan otorisasi kepada pemerintah
daerah untuk mengelola laporan keuangan daerah. 2. Badan eksekutif
Badan eksekutif merupakan badan penyelenggara pemerintahan yang menerima otorisasi pengelolaan keuangan daerah dari DPRD, seperti
Gubernur, Bupati, Walikota, serta pimpinan unit Pemerintah Daerah linnya.
35
3. Badan pengawas keuangan Badan Pengawas Keuangan adalah badan yang melakukan pengawasan
atas pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Yang termasuk dalam badan ini adalah Inspektorat Jendral,
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
4. Investor, kreditor dan donatur Badan atau organisasi baik pemerintah, lembaga keuangan, maupun
lainnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menyediakan sumber keuangan bagi pemerintah daerah.
5. Analisis ekonomi dan pemerhati pemerintah daerah Yaitu pihak-pihak yang menaruh perhatian atas aktivitas yang dilakukan
Pemerintah Daerah, seperti lembaga pendidikan, ilmuwan, peneliti dan lain-lain.
6. Rakyat Rakyat dalam konteks ini adalah kelompok masyarakat yang menaruh
perhatian kepada aktivitas pemerintah khususnya yang menerima pelayanan pemerintah daerah atau yang menerima produk dan jasa dari
pemerintah daerah 7. Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat memerlukan laporan keuangan pemerintah daerah untuk menilai pertanggungjawaban Gubernur sebagai wakil pemerintah
Pasal 2 PP No. 1082000. Suprapto 2007 menyatakan ada beberapa jenis rasio yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja keungan pemerintah daerah, yaitu:
2.2.1. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Halim 2002 menyatakan bahwa tingkat kemandirian menggambarkan citra kemandirian daerah dalam berotonomi yang dapat
diketahui melalui seberapa besar kemampuan sumberdaya keuangan daerah tersebut agar mampu membangun daerahnya di samping mampu
36
pula untuk bersaing secara sehat dengan kabupaten lainnya dalam mencapai otonomi yang sesungguhnya. Tingkat kemandirian keuangan
daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerahnya. Upaya untuk mengukur tingkat
kemandirian yaitu dengan membandingkan besarnya realisasi PAD dengan total pendapatan daerah yang ditunjukkan dengan rumus sebagai
berikut:
100 x
∑ ∑
= PD
PAD TK
Keterangan : TK
= Tingkat Kemandirian ΣPAD = Penerimaan Asli Daerah
ΣPD = Total Penerimaan Daerah Berdasarkan formula di atas dapat diketahui bahwa tingkat kemandirian
keuangan daerah merupakan gambaran sejauhmana ketergantungan daerah terhadap sumber dana dari luar eksternal. Semakin tinggi rasio
ini berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak luar terutama pemerintah pusat dan propinsi semakin rendah, demikian pula
sebaliknya. Pola hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat
dilihat dalam pola hubungan sebagai berikut: a. Pola hubungan instruktif
Pada pola hubungan ini peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi
daerah b. Pola hubungan konsultatif
Karakteristik dari pola hubungan ini ditandai oleh berkurangnya campur tangan pemerintah pusat, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan
otonomi. c. Pola hubungan partisipatif
37
Pola hubungan partisipatif memiliki ciri adanya peranan pemerintah pusat yang semakin berkurang mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya
mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah. d. Pola hubungan delegatif
Pada pola hubungan ini ditandai sudah tidak adanya campur tangan pemerintah pusat karena daerah telah benar-benar mampu mandiri dalam melaksanakan urusan
otonomi daerah. Nadeak 2003 menghubungkan pola hubungan tersebut dengan perhitungan tingkat
kemandirian sehingga memunculkan empat kategori kemampuan daerah dari sisi keuangan. Uraian dari empat kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah
Pola Hubungan Tingkat Kemandirian
Kemampuan Keuangan Instruktif
0 - 25 Rendah Sekali
Konsultatif 25 - 50
Rendah
Partisipatif 50 - 75
Sedang
Delegatif 75 - 100
Tinggi
Sumber: Nadeak, 2003
Tingkat kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti
semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD.
2.2.2. Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah
Rasio efektivitas menurut Halim 2002 adalah kemampuan pemerintahan daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah PAD
yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan
38
berdasarkan potensi riil daerah. Perhitungan tingkat efektivitas keuangan daerah dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:
100 .
x TPPAD
PAD Efe
T
∑
=
Keterangan : T.Efe
= Tingkat Efektivitas Σ PAD
= Realisasi penerimaan PAD TPPAD
= Target penerimaan PAD berdasarkan potensi daerah Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif
apabila rasio yang dicapai minimal 100 persen. Semakin tinggi nilai efektivitas menggambarkan kemampuan daerah dalam hal upaya
mengumpulkan PAD semakin baik.
2.2.3. Tingkat Efisiensi Keuangan Daerah
Rasio efesiensi merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Untuk memperoleh tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut:
∑ ∑
= PAD
BPPAD Efi
T .
Keterangan : T. Efi
= Tingkat efisiensi ΣBPPAD
= Biaya pungut PAD ΣPAD
= Realisasi Penerimaan PAD Pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan
pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal itu perlu dilakukan karena meskipun Pemerintah Daerah berhasil merealisasikan
pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk
39
merealisasikan target penerimaan pendapatannya itu lebih besar dari pada realisasi pendapatan yang diterimanya. Pemungutan pendapatan
dikategorikan efisien, apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 satu atau di bawah 100 persen. Semakin kecil rasio efisien berarti kinerja
pemerintah semakin baik. 2.3.
Analytical Hierarchy Process
AHP Perancangan suatu program yang bertujuan untuk meninmgkatkan
PAD dapat dilakukan dengan metode
Analytical Hierarchy Process
AHP. AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan
oleh Saaty 1993. AHP menguraikan masalah multifaktor atau multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Menurut Saaty 1993,
hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multilevel dimana level
pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki,
suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok- kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Sebagai sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan
kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analsis ini adalah :
1.
Kesatuan Unity
AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.
2. Kompleksitas
Complexity
AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
3. Saling ketergantungan
Inter Dependence
AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier.
4. Struktur Hirarki
Hierarchy Structuring
40
AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level
berisi elemen yang serupa. 5. Pengukuran
Measurement
AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
6. Konsistensi
Consistency
AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.
7. Sintesis Synthesis AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa