Ketersediaan air baku saat ini mengalami permasalahan baik penurunan kuantitas air baku maupun kualitas air baku. Beberapa isu strategis dan
permasalahan dalam hal air baku antara lain; kapasitas daya dukung air baku diberbagai lokasi semakin tertabas akibat pengelolaan daerah tangkapan yang
kurang baik, kualitas sumber air baku semakin menurun akibat meningkatnya aktivitas dan kegiatan masyarakat dan industri tidak disertai dengan perlindungan
terhadap lingkungan. Selain itu adanya peraturan perizinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga
pemakaian air baku lintas wilayah sering kali menimbulkan konflik dan belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik
kepentingan di tingkat pengguna Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20\PRT\M\2006, tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum.
2.2.8 Distribusi dan kebocoran
Setelah air baku diolah pada instalasi pengolahan air IPA atau Water Treatment Plant
WTP, selanjutnya air didistribusikan melalui pipa distribusi. Fungsi WTP adalah untuk mengolah air baku dari sungai atau sumber lainnya
menjadi air bersih yang layak untuk didistribusikan kepada pelanggan. Bangunan pengolahan air diperlukan untuk mengubah air baku menjadi air bersih.
Selanjutnya air dialirkan ke bak penyaringan, bahan yang dipakai untuk menyaring air biasanya ijuk, pasir dan kerikil sering juga ditambahkan arang.
Air bersih selanjutnya dialirkan ke penampungan air bersih dan perlu juga ditambahkan larutan kapur CaOH untuk pengontrol keasaman air yang biasanya
8 pH. Air yang mempunyai pH rendah akan bersifat asam dan mempunyai sifat korosif untuk pipa-pipa pengaliran. Sebaliknya air dengan pH yang tinggi juga
kurang baik karena bila digunakan untuk mencuci dengan sabun busanya hanya sedikit Kodoatie dan Sjarief, 2008.
2.2.8.1 Distribusi
Terdapat dua sistem penyediaan air minum yakni sistem perpipaan dan non perpipaan. Sistem non perpipaan atau bukan jaringan perpipaan adalah suatu
sistem penyediaan air minum yang sistem distribusinya tidak melalui jaringan
perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan hidran umum, terminal air, dan tangki. Umumnya sarana air minum non perpipaan merupakan sarana komunal
yang dapat digunakan secara bersama-sama, dan tidak perlu ditangani secara khusus pengelolaannya Tri Joko, 2009.
Sedangkan sistem jaringan perpipaan adalah suatu sistem penyediaan air minum yang sistem distribusinya melalui perpipaan dan unit pelayanannya
menggunakan sambungan rumahsambungan halaman dan hidran umum. Pelayanan dengan sistem perpipaan merupakan distribusi air minum yang
memerlukan pengelolaan dalam pengoperasiannya. Pemen PU Nomor 18 tahun 2007, Pasal 17 menyatakan pengoperasian sarana SPAM melalui jaringan
perpipaan bertujuan untuk menjalankan, mengamati dan menghentikan unit-unit agar berjalan secara berkesinambungan pada keseluruhan danatau sebagai unit
meliputi; a. Unit air baku; b. Unit produksi; c. Unit distribusi; d. Unit pelayanan. Pasal 38 ayat 3 pengoperasian unit distribusi sebagaimana dimaksud
Pasal 37 huruf c meliputi ketentuan sebagai berikut: a. Tujuan pengoperasian unit distribusi adalah untuk mengalirkan air hasil
pengolahan ke seluruh jaringan distribusi sampai di semua unit pelayanan, sehingga standar pelayanan berupa kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang
dikehendaki dapat tercapai. b. Kegiatan pengoperasian meliputi kegiatan persiapan sebelum pengoperasian,
pelaksanaan operasi serta pemantauan unit distribusi.
Menurut Tri Joko 2009, sistem distribusi air minum terdiri dari atas perpipaan, katup-katup, dan pompa yang membawa air yang telah diolah dari
instalasi pengolahan menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air
yang telah diolah reservoir distribusi, yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang
digunakan, dan keran kebakaran.
Jaringan pipa dibagi menjadi dua yaitu jaringan pipa transmisi dan jaringan pipa distribusi. Jaringan pipa transmisi sebagai penghubung dari tampungan air
bersih ke jaringan pipa distribusi. Kerusakan jaringan transmisi dan sambungannya disebabkan oleh umur pipa yang terlalu tua, tekanan air yang
terlalu besar, beban berat di atas jaringan, kondisi jalan yang ramai, kondisi tanah yang labil dan lain-lain. Jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang
langsung tersambung kepada pelanggan. Dalam pengoperasiannya, tekanan air yang mengalir melalui pipa distribusi diatur sesuai dengan konsumsi pelanggan.
Pendistribusian air dapat dilakukan melalui pipa distribusi antara lain: 1. Pipa primer, tidak diperkenankan untuk dilakukan tapping.
2. Pipa sekunder, diperkenankan tapping untuk keperluan tertentu, seperti: fire hidran, bandara, pelabuhan dan lain-lain.
3. Pipa tersier, diperkenankan tapping untuk kepentingan pendistribusian air ke masyarakat melalui pipa kuarter.
2.2.8.2 Kebocoran Air
Definisi kebocoran air menurut Kodoatie dan Sjarief 2008, adalah perbedaan jumlah air yang diproduksi oleh produsen air dan jumlah air yang
terjual kepada konsumen sesuai yang tercatat di meter-meter air pelanggan. Jadi jumlah air yang dikategorikan bocor jumlah air yang tidak tecatat terutama yang
disebabkan oleh kebocoran air dan adanya meter air tanpa registrasi, termasuk air yang digunakan untuk pemadam kebakaran, pencuci jalan, pembilas pipasaluran,
dan pelayanan air tanpa meter air serta karena kesalahan pembacaan mter air, dan sambungan liar. Kebocoran air terjadi dari sumber air sampai kepada pemakaian.
Kebocoran atau kehilangan air dapat dibedakan menjadi dua yaitu; kebocoran air baku atau kehilangan air dan kebocoran air bersih.
1. Kebocoran air baku atau kehilangan air.
Kebocoran air baku atau kehilangan air dari sumber air baku sampai WTP disebabkan oleh bermacam-macam antara lain: pencurian air, bocor di
sistem infrastruktur pengairan, dialihkan untuk kegiatan lain, sumber berkurang
karena terjadi alih fungsi lahan di DAS dan CAT, dan degradasi lingkungan. Keberlanjutan sumber air baku sangat tergantung dari pengelolaan sumber daya
air baik di DAS maupun di CAT. Secara umum kapasitas sumber air baku baik air permukaan maupun air tanah cenderung turun Kodoatie dan Sjarief, 2008.
Keberlanjutan suplai baku sampai ke WTP, kuantitas air tergantung banyak pihak, banyak faktor dan banyak aspek, untuk itu diperlukan suatu kerjasama lintas
wilayah secara terpadu, multi sektor dan multi dimensi. 2.
Kebocoran air bersih. Kebocoran air pada sistem suplai air bersih mulai dari WTP sampai
pemakai dibedakan menjadi dua, yaitu PERPAMSI dkk., 1990 dengan elaborasi dan modifikasi, dalam Kodoatie dan Sjarief, 2008:
• Kebocoran Fisik: kehilangan air secara fisik disebabkan oleh berbagai hal, seperti bocornya sumber air akibat kerusakan bangunannya, kebocoran
pipa baik di transmisi maupun di distribusi, di saluran terbuka karena kerusakan dinding atau dasar saluran, air dalam reservoir yang melimpas
keluar, penguapan, pemadam kebakaran, pencuci jalan, pembilas pipasaluran, dan pelayanan air tanpa meter air kadang-kadang terjadi
sambungan yang tidak tercatat. • Kebocoran Administrasi: Jumlah air yang bocor secara administrasi
terutama disebabkan meter air tanpa registrasi, juga termasuk kesalahan di dalam sistem pembacaan, jumlah air yang diambil tidak sesuai dengan
peruntukkannya, pengumpulan dan pembuatan rekening begitu juga kasus- kasus kolusi, korupsi, dan nepotisme yang berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kebocoran air. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa 70 lembaga yang mengelola air minum
PAM termasuk dalam kategori tidak sehat. Hal ini dapat dilihat dari adanya kebocoran air secara nasional mencapai 30 s.d 40 bahkan kebocoran air di DKI
Jakarta dalam kurun waktu 2003 sampai dengan 2008 mencapai angka 45 s.d. 50. Pada tahun 2003 produksi air bersih PAM Jaya sebesar 497.662.644m
3
sedangkan air yang terjual sebesar 274.102.317 terjadi kehilangan air sebesar 44,92. Pada tahun 2008 produksi air PAM Jaya sebesar 517.964.539m
3,
air
terjual sebesar 258.940.000m
3
, kehilangan air sebesar 50,01. Kehilangan air yang disebabkan oleh kebocoran, ketidaktepatan pencatatan meteran, pencurian
air dan lain-lain dalam terminologi air bersih biasanya disebut dengan kebocoran. Kebocoran ini berakibat pada tingginya harga air bersih dan sekaligus
mengindikasikan bahwa pengelolaan air bersih tidak efisien. Sehingga perlu dilakukan evaluasi agar bisnis ini dapat berjalan dengan sehat dengan tetap
memperhatikan harga yang terjangkau dan keseimbangan dengan lingkungan.
2.3 Pengelolaan Sumber daya Air Lintas Wilayah Berbasis Otonomi
Untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu. Beberapa program dan kebijakan telah
dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk kebijakan pengelolaan air lintas wilayah yang dituangkan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2004 pasal 14 huruf e dan
f serta pasal 15 hruf e . Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota. Pengelolaan air bersih terkait dengan pengelolaan sumber daya air secara
menyeluruh merupakan persoalan yang melibatkan berbagai sektor dan berbagai kepentingan.
Pada era otonomi daerah diperlukan koordinasi dan kerjasama antar daerah yang dilandasi dengan kesatuan Negara RI, kerjasama tersebut terutama terkait
dengan pengelolaan air bersih. Pengelolaan air bersih dan pengelolaan dan pemanfaatan DAS yang mengalir tanpa mengenal batas wilayah administrasi
diperlukan suatu kerangka kerjasama yang jelas siapa berbuat apa dan konsep pendanaan yang jelas pula. Keterlibatan berbagai sektor dan instansi pemerintah
dalam pengelolaan air dapat terlihat pada Gambar 8.
Gambar 6. Pemanfaatan SDA oleh stakeholders untuk berbagai keperluan Sumber Kodoatie:2009
Hampir semua instansi terlibat dalam pengelolaan air, namun masih bersifat sektoral dan kurang terpadu. Instansi yang terlibat langsung dan tidak langsung
dalam pengelolaan sumber daya ari misalnya Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian ESDM, Kementrian Keuangan, Bappenas, Kementrian Kehutanan,
Kemendagri, Pemda, PDAM, PJT, Dewan Sumber Daya Air, Komisi Irigasi dan berbagai LSM lainnya. Adapun peran masing-masing dalam pengelolaan sumber
daya air dibahas pada bab selanjutnya. Dalam pelaksanaan perannya diperlukan keterpaduan antar instansi antar stakeholder antar daerah. Keterpaduan antar
komponen dalam pengelolaan sumber daya air dapat terlihat pada Gambar 9.
Dep. Pekerjaan umum
Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral
Dep. Kehutanan Depdagri:
‐ Pusat ‐ Provinsi
‐ Kab Kota ‐ Masyarakat
‐ Swasta
Dan Lain-Lain
Sumber Daya Air Permukaan
- Sungai - Waduk
- Danau - Dll
Sumber Daya Air Tanah
- Dangkal - Dalam akuifer
Sumber Daya Lahan:
- Hutan - Sawah
- Perkebunan - Daerah industri
- Dll Irigasi
Air Minum Kebutuhan
Pertanian Air Baku
PLTA Eksploitasi
Lahan Perubahan
untuk PAD
IndustriPabr Dan Lain-
Akibat semua merasa berhak mengelola, memakai, mengeksploitasi maka tanpa keterpaduan terjadi degradasi sumber daya air baik secara kuantitas
maupun kualitas
Gambar 7. Komponen-komponen PSDA terpadu GWP,2001
2.4 Pengelolaan Kualitas Air
Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus menerus meningkat
dan kualitas air untuk kebutuhan domestik terus menurun. Jadi masalah air minum saat ini selain masalah kuantitas pasokan air baku juga masalah kualitas air baku.
Kualitas air baku menentukan kualitas air bersih maupun air minum yang diproduksi oleh pengelola. Padahal selain kuantitas, untuk air minum yang perlu
diperhatikan adalah masalah kualitas agar masyarakat dapat mengkomsumsi air yang layak untuk minum.
A. E
n abling En
vir onment
a. Kebijakan Policy 1. Penyiapan Kebijakan Sumber Daya Air Nasional
2. Kebijakan Yang Terkait Dengan Sumber Daya Air 3. Visi dan Misi Pengembangan Sumber Daya Air
b. Kerangka Kerja Legislatif 1. Reformasi Peraturan Yang Ada
2. Peraturan Tentang Sumber Daya Air 3. Peraturan Untuk Kualitas dan Kuantitas Air
4. Penegakan Hukum Law Enforcement
c. Finansial 1. Pengertian Biaya dan ManfaatPendapatan
2. Kebijakan-Kebijakan Investasi 3. Pengembalian Biaya dan Kebijakan-Kebijakan Denda
4. Penilaian Investasi Investment Appraisal
B. Peran2 I
n st
itusi Pelak
u
a. Penciptaan Kerangka Kerja Organisasi 1. Organisasi Lintas Batas Untuk Pengelolaan Sumber Daya Air
2. Dewan Air Nasional National Apex Bodies 3. Organisasi Daerah Aliran Sungai River Basin-Organisations
4. Badan Pengatur dan Agen Penegak 5. Penyedia Pelayanan Service Providers
b. Peran Publik dan Swasta 1. Reformasi Institusional Sektor Publik
2. Institusi Masyarakat Umum dan Organisasi Komunitas 3. Wewenang Lokal Local authorities
4. Peran Sektor Swasta
c. Pengembangan Sumber Daya Manusia Institutional Capacity Building 1. Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu pada Profesi
Keairan 2. Kapasitas Pengaturan
3. Berbagi Alih Ilmu Pengetahuan
Kualitas air menyangkut kualitas fisik, kualitas kimia, dan kualitas biologi. Kualitas fisik meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kualitas kimia
berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam dan residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun. Senyawa-senyawa tersebut terdeteksi dari bau, rasa,
dan warna air yang sudah berubah. Kualitas biologi berkaitan dengan kehadiran mikroba pathogen, pencemar, dan penghasil toksin. Lembaga yang melakukan
pemantauan terhadap kualitas air adalah Badan Pengendali Lingkungan Hidup BPLH.
2.4.1 Kualitas Air
Air Baku merupakan bahan baku bagi perusahan air minum untuk diproses menjadi air minum. Bahan baku ini merupakan masukan utama dan sekaligus
sebagai keluaran utama. Perbedaan air sebagai bahan baku dan air bersih terletak pada kandungan unsur-unsur fisik, kimia, radio aktif dan bakteriologi. Menurut
Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, Pasal 8 ayat 1 Klasifikasi mutu air ditetapkan
menjadi 4 empat kelas, air kelas satu, air kelas dua, air kelas tiga dan air kelas empat.
Air merupakan sumber daya yang unik, yaitu selalu berada pada daur hidrologi. Ketersedian air berada pada sirkulasi yang berlangsung terus menerus
Hadioetomo, 1981 dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui karena secara terus menerus dipulihkan melalui daur hidrologi Salim, 1987. Air
yang dapat digunakan untuk bahan baku adalah air yang berada pada tahap kembali ke bumi sebagai air permukaan, air tanah dan air hujan.
Mutu air sungai di kota-kota besar di Indonesia pada umumnya tidak memenuhi persyaratan air bersih dari segi fisik, kimia maupun bakteriologi,
sungai sebagai sumber air baku juga menghadapi problem kualitas air yang rendah. Hal ini mengakibatkan biaya untuk mengolah air baku menjadi air bersih
bertambah menjadi dua kali lipat PAM Kotamadya Surabaya, 2004. Air tanah, seperti air dari mata air dan sumur artesis, pada umumnya cukup
baik untuk digunakan sebagai sumber air baku. Kualitas air tanah relatif konstan