Lembaga Terkait Pengelolaan Air Baku Untuk Air Bersih

6.2.1 Elemen Pelaku Pengelolaan Air Baku untuk Air Bersih

Komponen sub-elemen pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan air bersih integral-holistik terdiri dari: 1 Pemerintah Pusat, 2 Pemda DKI Jakarta, 3 Pemda Non DKI JakartaJabar dan Banten; 4 PAM JAYA 5 PJT II, 6 LSM , 7 DPRDPRD, 8 Perusahaan Swasta, 9 Masyarakat. Hubungan kontekstual antar sub-elemen komponen pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan air bersih dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 . Dependent dan driver power elemen pelaku pengelolaan air lintas wilayah. Pelaku Dep Drv 1 Pemerintah Pusat 1 8 2 Pemda DKI 5 7 3 Pemda Non DKI 7 3 4 PAM Jaya 5 7 5 PJT II 8 1 6 LSM 5 7 7 DPRDPRD 5 7 8 Perusahaan Swasta 7 3 9 Masyarakat 1 1 Penilaian pakar terhadap hubungan kontekstual antar sub-elemen komponen pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan air bersih. Hal ini memberikan makna bahwa dalam kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah berkelanjutan yang bersifat integral dan holistik, pelaku yang paling menentukan adalah Kementrian Pekerjaan Umum. Hasil temuan mengindikasikan bahwa untuk mendorong pengelolaan air lintas wilayah integral-holistik harus diberikan perhatian yang lebih fokus kepada kedua sub-elemen ini sedemikian rupa sehingga pengelolaan air lintas wilayah yang integral-holistik menjadi fokus program kementrian ini. Selanjutnya matrik RM ini diperiksa transitivity rule-nya dan dikoreksi hingga membentuk matriks yang tertutup. Hasil perbaikan ini ditampilkan dalam tabel sebagai matriks RM revisi. Matriks ini juga menunjukkan ranking setiap sub-elemen pelaku berdasarkan daya pendorong driver power yang dimilikinya. Hasil reachability matrix RM revisi elemen pelaku dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Hasil reachability matrix RM revisi elemen pelaku pengelolaan air bersih lintas wilayah. No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 Drv Rank A1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 1 A2 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2 A3 0 0 1 0 1 0 0 1 0 3 3 A4 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2 A5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 4 A6 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2 A7 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2 A8 0 0 1 0 1 0 0 1 0 3 3 A9 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4 Dep 1 5 7 5 8 5 5 7 1 Rank 4 3 2 3 1 3 3 2 4 Sub-elemen A1 Pemerintah Pusat merupakan faktor independen dan menempati urutan teratas, diikuti oleh A2 Pemda DKI A4 PAM JAYA A6 Lembaga Swadaya Masyarakat. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah pusat memiliki peranan penting dalam kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pasal 14 huruf e pemerintah berwenang dan bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional. Sungai Citarum merupakan wilayah sungai strategis nasional yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Pengelompokan ini menghasilkan 9 kelompok sub- elemen yang menempati 4 kuadran yang tersedia. Kelompok pertama A1 Pemerintah Pusat menempati kuadran IV atau kuadran independent. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat memiliki kekuatan pendorong yang besar terhadap keberhasilan pengembangan air bersih integral-holistik. Berdasarkan independensi dan daya pendorongnya Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum sebagai sektor paling terkait. Kuadran III atau kuadran linkage ditempati oleh 4 sub-elemen, terdiri dari: 4 PAM JAYA 7 DPRDPRD 2 Pemerintah Kota DKI Jaya; 6 LSM. Ke- empat sub-elemen ini merupakan kelompok penghubung yang bisa mendorong keberhasilan pengolaan air bersih lintas wilayah integral-holistik. Namun kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah pusat baik undang-undang yang digagasnya maupun peraturan pemerintah, Keppres dan Kepmen. Kebijakan pemerintah pusat akan ditindak lanjuti dengan kebijakan oleh pemerintah daerah dan oleh kebijkan internal para operator termasuk PJT II dan PAM Jaya Gambar 32. Gam teta Set kep bah hol pad dise ting pul per day sub tida DA Y A PENDORONG mbar 32. Dr b Kelompo api sekaligus tiap sub-elem pada kelomp hwa bagi sia istik harus da kelompok ebabkan kar ggi dan seka a . Kuadran rusahaan swa ya pendoron b-elemen, ma ak memilik 9 1 DA Y A PENDORONG river power ersih lintas w ok linkage s memiliki t men dalam k pok independ apa saja yan menelaah s k ini tidak rena ke-emp aligus memi II atau kuad asta pengelo ng yang rela aupun terhad i kemampu 1 Pemerinta Pusat Masyarakat 2 VS depende wilayah memiliki k tingkat kete kelompok in dent Pemeri ng berkaitan ecara berha stabil. Ke pat sub-elem iliki tingkat dran depende olah air bersi atif kecil dan dap kelomp uan dan ka ah 3 4 KETER en elemen pe karakteristik rgantungan ni saling ter intah Pusat dengan pen ati-hati karen tidak stabila men tersebu ketergantun ent ditempat ih, dan 5 P n tingkat ke ok lain, men apabilitas da 2 4 6 7 D 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4 5 RGANTUN elaku pengelo daya pend dependensi rgantung, se . Hal ini jug ngembangan na hubungan an hubunga ut memiliki ngan satu sam ti oleh: 3 P PJT II. Kelo etergantunga nunjukkan b alam mendo Pemda DKI 4 PAM Jaya LSM DPRDPRD 6 NGAN olaan air dorong yang i yang ting erta tergantu ga mengindi n air bersih i n antar sub an antar elem daya doron ma lain yan Pemda non D ompok ini m an tinggi ba bahwa kelom orong kebe 3 Pemda DKI 5 8 Perusah Swasta 7 8 g tinggi, ggi pula. ung juga ikasikan integral- -elemen men ini ng yang ng tinggi DKI, 8 memiliki aik antar mpok ini erhasilan Non 5 PJT 2 haan a 9 kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah integral-holistik, atau sesungguhnya mereka memiliki kemampuan dan kapabilitas, tetapi belum diberi peran secara signifikan dalam pengelolaan air bersih lintas wilayah. Selain semua pelaku di atas, masih ada sub-elemen A9 masyarakat yang menempati kuadran I atau kuadran autonomous. Kelompok pelaku pada kuadran ini umumnya tidak terlalu terkait dengan kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah. Meskipun PJT II sebagai operator dalam hal alokasi dan suplai air baku untuk wilayah Sungai Citarum, namun kebijakan tersebut ada pada Kementrian Pekerjaan Umum cq Ditjen SDA yaitu pemerintah pusat. Kedudukan PJT 2 sangat dipengaruh oleh Pemerintah Pusat yaitu sebagai pelaksana dari kebijakan pemerintah tentang alokasi air. Pada UU Nomor 7 tahun 2004 pasal 46 ayat 1 pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk penguasaan sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan. Pada psal 46 ayat 2 alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan. Posisi PJT II yang menempati kuadran II dependent menunjukkan bahwa posisi PJT 2 sama sangat tergantung dari pemerintah pusat. PJT II hanya diposisikan sebagai operator yang menerima kebijakan dari pusat maupun dari aktor yang menempati kwadran III linkage. Tugas dan tanggung jawab PJT II tidak berbeda dengan PJT I yang membedakan hanya wilayah sungai yang dikelolahnya. Sebagaimana Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum Jasa Tirta I memiliki tugas dan wewenang dalam hal melaksanakan pelayanan, pemberian jaminan pelayanan, pelaksanaan operasi atas prasarana SDA, pemeliharaan preventif, pengusahaan SDA wilayah sungai dan membantu pemerintah menjaga dan mengamankan sumber air dan prasarana SDA untuk mempertahankan kelestarian. PJT II perlu diajak terlibat dalam penentuan kebijakan pengelolaan air lintas wilayah terutama dalam hal alokasi sumber air baku. Pemda Non DKI menempati kwadran II dependent artinya tidak begitu terkait dalam pengelolaan air bersih lintas wilayah. Padahal pemda non DKI juga memiliki kepentingan akan pemanfaatan sumber air baku. Pemda non DKI seperti Pemda Bekasi, Karawang, Purwakarta merupakan pemanfaat dari sumber air baku dari PJT II yang bersumber dari Sungai Citarum. Menurut UU Nomor 7 Tahun 2007 bahwa yang memiliki kewenangan pengelolaan air untuk sungai strategis nasional adalah pemerintah, namun demikian pemda terkait sebaiknya dilibatkan agar tidak terjadi sengketa, sebagaimana telah diatur pada PP Nomor 42 Tahun 2008 Pengelolaan Sumber Daya Air dan PP 38 Nomor 2007 serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11AM2006. Sungai Citarum mengalir dari hulunya di Kabupaten Bandung melalui Kabupaten Purwakarta, Karawang dan Bekasi. Semestinya Pemda Non DKI seperti Pemda Jabar dan serta Tangerang Banten turut serta dalam perumusan kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah berkelanjutan khususnya untuk pemenuhan air bersih DKI Jakarta, hal ini peting agar tidak terjadi sengketa air. Pada pasal 14 huruf i pemerintah menfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan sumber daya air. Hubungan kontekstual dan level hierarki elemen pelaku pengelolaan air bersih lintas wilayah disajikan pada Gambar 33 dibawah ini .