Indeks Kekayaan Jenis Struktur dan Komposisi Tegakan .1 Struktur Tegakan

diperoleh hasil yang berbeda-beda pada setiap tingkat pertumbuhannya, yaitu semai, pancang, tiang, dan pohon. Menurut Magurran 1988 besara n H’ dengan nilai 1,5 menunjukkan tingkat keanekaragaman tergolong rendah. Sedangkan jika nilai H’ = 1,5–3,5 maka tingkat keanekaragamannya tergolong sedang. Apabila besaran H’ memiliki nilai 3,5, maka tingkat keanekaragamannya dianggap tinggi. Berdasarkan Tabel 6 , nilai indeks keanekaragaman jenis H’ untuk tingkat semai dan pancang mengalami penurunan pada LOA TPTII 2 tahun. Nilai indeks keanekaragaman jenis H’ untuk tingkat semai pada tiap-tiap kelerengan yang terdapat LOA TPTII 2 tahun berkisar antara 2,62 –2,85, Untuk tingkat pancang nilai H’ berkisar antara 2,94–3,06, Nilai H’ untuk tingkat tiang berkisar antara 3,10 –3,27 dan untuk tingkat pohon nilai H’ berkisar antara 3,17–3,37. Berdasarkan kriteria di atas keanekaragaman jenis pada hutan primer tergolong sedang. Sedangkan keanekaragaman jenis di LOA 1 tahun dan LOA 2 tahun pada tingkat kelerengan datar dan sedang tergolong sedang karena nilai H’ berkisar antara 1,5 –3,5. Sedangkan pada kelas lereng curam keanekaragaman jenisnya tergolong tinggi karena nilai H’ dari 3,5. Soerianegara 1996 mengemukakan bahwa sering dinyatakan tentang menurunnya indeks keanekaragaman jenis, namun sampai saat ini belum ada ukuran mengenai tinggi rendahnya indeks keanekaragaman jenis di suatu daerah. Untuk Indonesia, dari perhitungan untuk berbagai tipe hutan, dapat dikatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis 3,5 ke atas dapat dikatakan tinggi.

5.1.4 Indeks Kekayaan Jenis

Salah satu parameter yang dapat mempengaruhi tingkat keanekaragaman suatu komunitas adalah kekayaan jenis. Indeks kekayaan jenis adalah indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas dan besarnya indeks kekayaan ini dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jumlah individu dari vegetasi yang ada pada areal tersebut. Magurran 1988 menyatakan bahwa nilai R1 3,5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah. Sedangkan nilai R1 = 3,5 –5,0 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong sedang. Apabila diperoleh nilai R1 5,0 maka kekayaan jenis dalam komunitas tersebut tergolong tinggi. Dalam penelitian ini untuk menentukan tingkat kekayaan jenis pada areal pengamatan digunakan Indeks Kekayaan Margallef R1. Dari hasil penelitian pada LOA dua tahun, nilai indeks kekayaan jenis dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Indeks kekayaan jenis pada hutan primer, LOA TPTII 1 tahun dan LOA TPTII 2 tahun pada berbagai kelerengan Kondisi Hutan Kelerengan Tingkatan Vegetasi Semai Pancang Tiang Pohon LOA TPTII 1 tahun –15 9,38 9,17 9,49 9,75 15 –25 5,22 5,64 7,38 7,62 25 –45 8,77 9,81 9,88 10,73 Rata-rata 7,79 8.20 8,92 9,36 LOA TPTII 2 tahun –15 9,13 8,93 9,49 9,75 15 –25 5,08 5,48 7,38 7,62 25 –45 8,59 9,54 9,88 10,73 Rata-rata 7,60 7,98 8,92 9,36 LOA = hutan bekas tebangan, TPTII = tebang pilih tanam Indonesia intensif, = data Kirana 2008 Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat dalam Tabel 7, dapat diketahui bahwa nilai indeks kekayaan Margallef R1 pada kondisi LOA TPTII 1 tahun pada semua kelas lereng nilai indeksnya berada di atas 5,00 dimana kekayaan jenis dalam komunitas tersebut tergolong tinggi. Begitu juga pada LOA TPTII 2 dua tahun. Dari Tabel 7 dapat terlihat bahwa pada LOA TPTII 2 dua bahwa kekayaan jenis dalam komunitas tersebut tergolong tinggi karena nilai indeks kekayaan Margallef R1 pada semua kelas lereng berada di atas 5,00 dan relatif sama terhadap LOA TPTII 1 tahun.

5.1.5 Indeks Kemerataan Jenis

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Hubungan Lebar Jalur Tanam dengan Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur

0 4 31