Sifat Fisika Tanah Riap Tanaman Shorea parvifolia pada Jalur Tanam

Tabel 13 Hasil uji lanjut Duncan hubungan pertumbuhan tinggi dengan tingkat kelerengan Nilai rata-rata dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata Pengelompokan Duncan Nilai rata-rata N Perlakuan A 168.902 600 Curam B 160.717 600 Sedang B B 159.990 600 Datar Pada Tabel 13 dapat dilihat hasil uji lanjut kelerengan terhadap pertumbuhan tinggi LOA TPTII satu dua tahun, diketahui bahwa pertumbuhan tinggi pada kelerengan curam lebih baik dibandingkan dengan kelerengan datar dan sedang. 5.3 Analisis Tanah Faktor lingkungan adalah faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan tegakan hutan, yaitu iklim, bentuk lahan, ketinggian tempat, dan topografi, dimana secara umum sangat sulit untuk dikendalikan atau dikelola. Upaya yang dilakukan pada kegiatan budidaya tanaman yaitu pendekatan kepada kesesuaian lahan. Peningkatan pertumbuhan pohon atau tanaman dapat dilakukan melalui perbaikan kesuburan tanah. Tanah merupakan faktor edafis yang penting bagi pertumbuhan perakaran pohon dan perkembangannya. Kegiatan kehutanan dan pertanian memerlukan tanah yang subur bagi berhasilnya usaha penanaman. Kesuburan tanah diartikan sebagai kesuburan kimiawi dan fisika, yang memungkinkan pohon tumbuh dengan baik dan menghasilkan kayu produk lainnya. Kesuburan tanah merupakan kekuatan di dalam budidaya hutan tanaman, tanah yang subur akan memberikan peluang keuntungan yang besar dalam pengusahaan hutan tanaman. Berikut ini dipaparkan mengenai sifat fisis dan kimia tanah pada areal penelitian.

5.3.1 Sifat Fisika Tanah

Sifat fisika tanah terutama penting dalam hubungannya dengan kandungan air, aerasi, drainase, dan kandungan hara. Pada tanah yang padat aerasi menjadi buruk. Dalam kondisi demikian pengambilan oksigen dan pembuangan karbondioksida tidak berjalan dengan baik. Keadaan sifat fisika tanah sangat mempengaruhi kesuburan tanah terutama dalam perbaikan tekstur dan struktur tanah. Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain- lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, struktur tanah di seluruh areal plot penelitian termasuk dalam struktur butiran kelas halus sampai sedang. Struktur tanah yang baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah. Hasil pengukuran sifat fisik tanah dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil Pengukuran sifat fisik tanah Kondisi Hutan Kedalaman Struktur Kadar Air Warna Tekstur TPTII 1 tahun 20cm Butiran 32,94 5 yr, 68 Reddish Yellow Liat TPTII 2 tahun 20cm Butiran 46,73 5 yr, 68 Reddish Yellow Liat Berdasarkan hasil pengukuran sifat fisik tanah di areal penelitian diketahui bahwa struktur tanah baik di LOA TPTII 1 tahun maupun LOA TPTII 2 tahun berstruktur butiran. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa adanya peningkatan kadar air pada TPTII 2 tahun sebesar 13,79 pada kedalaman 20. Hal ini dapat dikatakan bahwa daya serap tanah sudah berangsur-angsur membaik. Warna tanah adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Biasanya warna tanah yang gelap disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin gelap warna tanah, semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah di lapisan bawah yang kandungan bahan organiknya rendah lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan bentuk senyawa besi Fe. Di daerah yang mempunyai sistem drainase buruk, warna tanahnya abu-abu karena ion besi yang terdapat di dalam tanah berbentuk Fe 2+ . Warna tanah yang terdapat di areal penelitian adalah reddish yellow, warna tanah tersebut tidak terlalu gelap, cenderung mendekati kekuningan. Hal tersebut berarti kandungan bahan organik pada area penelitian cenderung rendah. Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu, dan liat yang terkandung pada tanah. Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas, porositas, dan lain-lain. Hasil pengolahan sifat fisik tanah didapatkan bahwa tanah pada areal penelitian bertektur liat. Tanah bertekstur liat lebih sulit diolah dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir, namun tanah bertektur liat memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi sehingga tanahnya tidak cepat kering.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Jenis yang mendominasi adalah lempung Shorea parvifolia untuk struktur dan komposisi vegetasi baik pada hutan primer maupun pada hutan bekas tebangan. Penyebaran dari jenis lempung ini hampir merata pada setiap kelerengan hutan. 2. Keanekaragaman jenis Shannon-Wiener H’ pada LOA TPTII 2 dua tahun berkisar 2,49 –3,75 dengan tingkat keanekaragaman sedang-tinggi. 3. Struktur tegakan pada LOA TPTII 2 dua tahun masih menunjukkkan karakteristik struktur tegakan hutan alam normal dengan membentuk kurva J terbalik. Meskipun jumlah pohonha menurun pada masing-masing kelas diameter, namun ketersediaan pohon tersebut masih tergolong cukup. 4. Indeks Kesamaan Komunitas IS antara hutan primer dengan LOA TPTII 2 dua hanya 58,03, sehingga dapat dikatakan proses suksesi sekunder masih berlangsung dan belum mencapai tahap klimaks. 5. Pertumbuhan diameter tertinggi Shorea parvifolia terdapat pada kelerengan datar sebesar 1,67 cm, sedangkan pertumbuhan tinggi terdapat pada kelerengan curam sebesar 175,32 cm pada tahun kedua di LOA TPTII.

6.2 Saran

Perlu penelitian lanjutan untuk mengukur pertumbuhan Shorea sp. pada LOA TPTI Intensif dengan menggunakan parameter lain selain kelerengan lahan, seperti misalnya pengukuran pertumbuhan dari segi intensitas cahaya.

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Hubungan Lebar Jalur Tanam dengan Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur

0 4 31